AKANKAH KITA SALING MENGENAL SATU SAMA LAIN DI DALAM SORGA?

(WILL WE KNOW EACH OTHER IN HEAVEN?) 

 

23-09-84

 

I Korintus 13:9-12

 

            Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: AKANKAH KITA SALING MENGENAL SATU SAMA LAIN DI DALAM SORGA?

            Latar belakang teks kita terdapat dalam 1 Korintus 13 ayat 12, hingga ayat yang terakhir. 

            I Korintus 13 ayat 12: Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. 

            Sekarang kita sedang melihat melalui sebuah cermin. Kecuali mereka tidak memiliki cermin yang seperti sekarang. Mereka menggosok cermin metalik. Dan dia menggunakan itu sebagai sebuah gambaran dengan kata Yunani enigma.  Yang secara penuh kita ambil dan kita eja ke dalam bahasa Inggeris kita. 

            Sebab sekarang, kita melihat dalam sebuah cermin metalik. Yang tampak buram. Kata Yunani  enigma merujuk kepada sebuah perkataan yang buram. Seseorang yang kurang pemahaman. Hingga kita tiba ke dalam makna yang sepenuhnya.

            Itu adalah cara kita melihat dan cara kita memahaminya sekarang ini. sangat samar-samar, sebagian, secara parsial.

            Tetapi kemudian, muka dengan muka, sama seperti kita mungkin melihat sebuah rupa dalam sebuah cermin metalik, gelap dan tidak sempurna, Pada suatu hari itu akan benar-benar muka dengan muka. 

            Lalu,  aku akan epiganoseo, epiganoseo berarti mengenal secara jelas, mengetahui secara eksperimental. Sekarang aku mengenal hanya sebagian, tidak sempurna.

            Tetapi kemudian, aku akan epiganoseo.  Aku akan mengenal sama seperti—dan dia merubah kata kerjanya. Dia meletakkannya dalam bentuk kata kerja masa lampau. 

            Kemudian aku akan epiganoseo:  Sama seperti Allah telah pada masa lampau.  Epiganoseo aku. 

            Saya menduga apa yang sedang dia bicarakan di sana adalah permulaan pelayanan Kristennya ketika Tuhan menemui dia di jalan ke Damsyik dan memanggil namanya: Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku? 

            Tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal oleh Allah. Akankah kita saling mengenal satu sama lain di dalam sorga? Khotbah akan dibagi seperti ini.    

            Yang pertama, sebuah pengakuan, sebuah penegasan. Yang kedua, isi dan verifikasi dari pengakuan itu. Dan hal itu akan berasal dari kitab suci, dari filsafat dan dari pengalaman. Hal itu merupakan pembelaan yang bersifat alkitabiah dan filsafat dan pengalaman. 

            Lalu, pengakuan. Pengakuan adalah hal ini. Bahwa kebangkitan berarti pengenalan. Mereka adalah bentuk sinonim. Mereka memiliki kebenaran yang setara. Jika yang satu tidak benar, maka yang lain juga tidak benar. 

            Bahwa apa pun yang memperkuat yang satu akan memperkuat yang lain. Apa pun yang membuktikan yang satu akan membuktikan yang lainnya. Apapun yang dapat membuktikan kebalikan yang satu, dapat membuktikan kebalikan yang lainnya.    

            Jika saya memiliki sebuah identitas dibalik kuburan, pada hari kebangkitan saya, maka saya adalah saya yang dibangkitkan dari kematian. 

            Anda pastilah anda,. Kita pastilah menjadi kita. Saya harus menjadi saya. Kalau tidak, kebangkitan tidak memiliki kepentingan, tidak memiliki arti. Hal itu benar-benar penihilan. Itu adalah penghentian keberadaan.

            Jika saya memiliki sebuah identitas dibalik kuburan, itu seharusnya saya. Apapun kepribadian yang saya miliki, apa pun keberadaan saya, itu pastilah saya, saya yang dikenal. Dibangkitkan dari kematian. 

            Seperti yang Paulus sampaikan dalam 2 Tesalonika, pasal 2 ayat 1:  Tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus dan terhimpunnya kita dengan Dia kami minta kepadamu, saudara-saudara. Itu adalah kita yang akan berkumpul bersama dengan Dia.    

            Jika saya kehilangan identitas saya dalam kematian, jika hal itu dikuburkan di dalam kuburan, maka kebangkitan adalah seorang pribadi yang lain atau sesuatu yang lain.

            Dan apapun yang menjadi timbunan materi itu, yang membawa hidup dalam kebangkitan, jika hal itu tidak dapat dikenal atau diidentifikasi, maka hal itu tidak memiliki makna, apa pun itu. 

            Bahwa kebangkitan dan pengenalan adalah terminologi yang sinonim. Itu adalah pengakuan. Dan jika mereka tidak sinonim, maka tidak ada makna dari kebangkitan. Itu adalah penegasan. 

            Sekarang, untuk substansinya. Yang pertama, dari firman Allah. Kita akan mengambil terlebih dahulu dari kitab suci Perjanjian Lama, kemudian dari Perjanjian Baru.

            Di dalam kitab suci Perjanjian Lama, ada sebuah kata deskriptif yang mengidentifikasikan kematian yang berbicara tentang kematian dari bapa-bapa patriakh yang hidup pada masa yang lampau. Dan kata-kata deskriptif itu adalah ini. Bahwa dia telah berkumpul kepada ayahnya atau dia telah berkumpul bersama dengan umatnya. 

            Itu adalah terminologi Perjanjian Lama, tata nama untuk kematian. Dia berkumpul bersama dengan ayahnya. Dia berkumpul bersama dengan umatnya. 

            Lalu dalam sebuah argumentasi yang asing, yang sangat ganjil bagi saya. Ketika orang-orang Saduki hendak mencobai dalam Kitab Matius pasal 22. 

            Ketika orang-orang Saduki menyapa Tuhan Yesus berkenan tentang kebangkitan dari kematian, sebab orang-orang Saduki adalah materialis, mereka adalah humanis. Mereka adalah sekularis. Mereka tidak percaya tentang kebangkitan dari kematian.

            Ketika anda meninggal. Dan itu merupakan akhir hidup dan kehidupan dan eksistensi serta keberadaan. Itu adalah doktrin orang-orang Saduki. 

            Ketika mereka menyapa Yesus yang percaya tentang kebangkitan dari kematian berkenaan dengan doktrin itu, Tuhan kita memutarnya berkeliling.       

            Saya sedang berusaha untuk menegaskan dan untuk memperkuat bahwa di dalam kebangkitan kita dapat dikenal dan kita saling mengenal satu sama lain. Tuhan memutarnya untuk berpaling. Dan Dia memperkuat kebangkitan dengan pengenalan.

            Dan dia menyampaikan hal ini: Di dalam Alkitab lama, di situ disebutkan: Akulah Allah Abraham dan Ishak dan Yakub.

            Kemudian kesimpulannya: Allah bukanlah Allah dari orang-orang yang mati, tetapi dari orang-orang yang hidup. Oleh fakta bahwa mereka dikenal, Abraham, Ishak dan Yakub, dan Tuhan menyimpulkan bahwa ada kebangkitan dari kematian.

            Lalu, ketika saya memutarnya di dalam cara saya menegaskan hal itu, bahwa jika Abraham dan Ishak dan Yakub hidup oleh nama dan dikenal maka di dalam kebangkitan, di dalam kehidupan yang akan datang, kita adalah kita. 

            Anda adalah anda. Saya adalah saya. Abraham adalah Abraham. Ishak adalah Ishak. Yakub adalah Yakub. Dan orang-orang itu berkumpul bersama dengan bapa-bapa mereka, setiap orang adalah dia sama seperti anda akan menjadi anda. 

            Ini adalah premis Perjanjian Lama dari semua makna kehidupan.   

            Ketika anda melihat Perjanjian Lama, salah satu kisah yang menakjubkan adalah di Endor, ketika Samuel dibangkitkan dari kematian. Saul segera mengenalinya. 

            Di dalam kisah yang sedih tentang kematian seorang bayi di rumah Daud. Daud berkata: Dia tidak akan datang kepadaku. Tetapi aku yang akan datang kepadanya. 

            Dibalik kuburan, Daud akan melihat bocah kecil itu kembali. Dan bocah kecil itu akan diberikan kembali kepada Daud. Daud adalah Daud dan anak itu adalah anak itu. Mereka saling mengenal satu sama lain.             

            Di dalam Perjanjian Baru, di dalam bagian yang anda baca tentang transfigurasi Tuhan kita, Musa telah meninggal sekitar seribu empat ratus tahun. Elia telah meninggal sekitar sembilan ratus tahun. 

            Tetapi ketika mereka muncul di hadapan dan bersama dengan Tuhan, Petrus, Yakobus, dan Yohanes mengenal Musa dan Elia dengan segera. Bagaimana mereka melakukan hal itu? Karena ada pengetahuan intuisi sama baiknya dengan pengetahuan eksperensial. 

            Ada sebuah pengetahuan yang saya pelajari. Saya belajar untuk berbicara bahasa Inggris. Mereka telah belajar untuk berbicara bahasa Jepang. Kita dapat belajar untuk membaca bahasa Yunani. Kita mempelajari hal-hal itu.    

            Tetapi ada hal-hal intuisi yang tidak kita pelajari. Kita hanya mengetahuinya. Jika anda pernah berada di Teksas bagian barat di mana saya tumbuh besar dan sekali-sekali melihat ternak yang banyak itu.

            Di sana ada sejumlah besar induk sapi dan baayi-bayi sapi,  anak-anak sapi. Bagaimanakah setiap anak sapi itu mengetahui induknya dan setiap induk mengetahui anaknya bahkan sekali pun mereka bercampur dalam kawanan yang besar? 

            Siapa yang mengajarkan itu? Itu adalah pengetahuan intuisi. Pengetahuan itu datang dengan karunia hidup. Itu adalah jenis pengetahuan yang kita miliki dalam sorga. Itu aadalah intuisi. Itu bersifat sorgawi. 

            Dan semua penegasan itu ditemukan di dalam Perjanjian Baru. Ketika kita memiliki kisah tentang Orang kaya dan Lazarus. Orang kaya itu mengenali Lazarus. Kisah dari kematian saudara Maria dan Marta, yang juga bernama Lazarus, Tuhan kita berkata kepada kedua saudari itu: Saudaramu akan hidup kembali. 

            Dan ketika Lazarus bangkit dari kematian, itu adalah dia. Itu adalah saudara mereka. Itu adalah Lazarus yang telah bangkit dari kematian. 

            Dan di dalam kematian Tuhan kita, pria yang berada di sebelah kananNya berkata: Tuhan, ingatlah aku apabila Engkau datang ke dalam kerajaanMu.

            Dan Tuhan berpaling kepadanya dan berkata: SamaronSamaron.  Hari ini juga. Hari ini juga, engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus. Itu mengisyaratkan bahwa mereka dapat saling mengenal satu sama lain di dalam sorga, di dalam firdaus. 

            Jika tidak ada pengenalan, perkataan Tuhan kita tidak akan memiliki makna. Dalam faktanya, itu adalah sebuah cemoohan. Hal itu mengisyaratkan bahwa di dalam firdaus dia akan mengenal Tuhan Yesus dan Tuhan Yesus akan mengenal dia.. 

            Samaron, hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus. Tetapi tentu saja hal yang paling agung dan yang paling luar biasa dari penegasan dari pengenalan kita di dalam sorga adalah kebangkitan dan pengamatan tentang Yesus. 

            Pengenalan terhadap Dia sangat bersifat manusia. Ketika Yohanes datang ke kuburan dan melihat kain kapan tergeletak di satu tempat dan kain peluh terlipat rapi tergeletak di tempat lain. 

            Alkitab berkata: Ketika Yohanes, murid yang terkasih melihat hal itu, dia percaya bahwa Yesus telah bangkit dari kematian, karena Yesus tampak jelas memiliki sebuah ciri khas pribadi dalam melipat kain peluh dalam sebuah cara tertentu. 

            Dan ketika Yohanes melihat kain peluh itu terlipat dalam sebuah cara tertentu, tergeletak sendiri, dia percaya bahwa Yesus, Yesus yang hidup telah melakukannya. 

            Contoh lainnya: Maria sedang berbicara di taman setelah Tuhan bangkit. Maria menduga bahwa dia sedang berbicara dengan penjaga taman tentang kuburan yang kosong. 

            Dan ketika kepalanya tertunduk dan hatinya patah dalam kedukaan, Tuhan yang telah bangkit mengucapkan namanya: Maria. Dan Dia memiliki sebuah intuisi, suatu intonasi. 

            Dia memiliki sebuah cara tertentu dalam mengucapkan namanya. Bahwa ketika Dia menyebutkannya, segera saja Maria melihat dan mengenal bahwa itu adalah Dia, hanya dengan cara dia mengucapkan namanya. Pengenalannya sangat manusiawi.

            Atau ambil contoh lainnya. Tuhan kita di dalam Kitab Lukas pasal 24. Tuhan kita  yang telah bangkit, tidak dikenali, tidak disingkapkan orang murid di Emaus. 

            Roh Kudus, kuasa Allah berkata: Tetapi ada sesuatu yang menghalangi mata mereka. Allah membuat hal itu sehingga mereka tidak segera mengenalinya.       

            Tetapi ketika Dia mengucapkan berkata, Yesus memiliki sebuah cara tertentu dalam mengucapkan berkata, mengucapkan anugerah di atas meja. Dan ketika Dia menyampaikannya, mereka mengenalinya. Itu adalah Dia. PengenalanNya sangat manusiawi.        

            Ambil contoh lainnya di dalam kisah klimatik dalam Kitab Yohanes pasal 20. Tomas, salah satu rasul-rasul yang merupakan seorang tipikal humanis modern. 

            Tomas berkata: Aku tidak percaya bahwa manusia bangkit dari kematian. Manusia yang telah mati tidak bangkit. Mereka tidak hidup kembali.

            Dan Tomas berkata:  Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya. 

            Dan ketika Tuhan menampakkan diri kepada rasul-rasul di ruangan atas pada Minggu malam berikutnya, terlebih dahulu Dia berpaling kepada Tomas dan berkata kepadanya:  Tomas, taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah. 

            Dan kemudian pengakuan Tomas yang terbesar: Ya Tuhanku, katanya dan Allahku. Pengenalan terhadap Dia adalah manusia. Itu adalah Tuhan Yesus sendiri yang telah bangkit dari kematian, pengenalan manusia. 

            Ambil contoh lainnya di dalam kisah kebangkitan Tuhan kita di dalam Kitab Lukas pasal 24 bagian yang terakhir. Di situ disebutkan: Bahwa ketika Tuhan menampakkan diri, mereka belum percaya karena girangnya. Hal itu terlalu baik untuk menjadi benar. 

            Seperti khotbah yang sedang saya sampaikan pada pagi hari ini. Hal itu terlalu baik untuk menjadi nyata, untuk menjadi benar.

            Dan mereka menduga bahwa mereka sedang melihat seorang hantu, sebuah roh. 

            Dan Tuhan berkata: Rabalah Aku dan lihatlah. Karena roh, hantu tidak ada daging dan tulangnya seperti yang kamu lihat ada padaKu. 

            Dan Dia berkata: Anak-anak, adakah padamu makanan di sini untuk dimakan? Lalu mereka memberikan kepadaNya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka. Itu adalah Tuhan Yesus yang sama. 

            Dan supaya tidak ada kesalahan. Penegasan itu didukung oleh pernyataan ulang, yang didukung oleh penekanan. Ketika Tuhan naik ke dalam kemuliaan, mereka sedang berdiri di sana dan memandang ke atas langit.. 

            Dan datanglah malaikat dan berkata kepada mereka: Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.

            Itu adalah Yesus yang kita nantikan. Tuhan Yesus yang sama. Seseorang yang telah dipaku ke salib, yang memiliki luka-luka di tanganNya dan lambungNya. SuaraNya yang mulia, wajahNya yang penuh belas kasihan, dan tangan serta kehadiranNya yang penuh kasih. Itu adalah Yesus yang sama, yang dapat dikenal.

            Sekarang, mari kita mengangkat mata kita dan hati kita ke sorga. Mereka adalah orang-orang dengan keberadaan yang dapat dikenal di dalam sorga. Para malaikat di sorga memiliki nama.

            Gabriel berkata di dalam Perjanjian Baru di dalam kisah Elizabeth dan Maria. Gabriel berkata: Aku adalah Gabriel yang melayani Allah. Dia adalah penyampai pesan Allah. Aku adalah Gabriel.

            Mikhael mengumumkan dirinya sendiri kepada Daniel dan kepada kita di dalam Wahyu. Dan di dalam Yudas, Mikhael adalah prajurit Allah. Dia adalah pemimpin dan kepala balatentara Allah. Tetapi dia adalah Mikhael. Dia memiliki sebuah nama. Dia memiliki sebuah kesatuan, sebuah keberadaan, sebuah kepribadian. 

            Mereka memiliki nama-nama di atas sorga. Dan di atas semuanya dan yang paling indah dari semuanya adalah hubungan yang timbal balik dari relasi mereka dalam kemuliaan.

            Di dalam Injil Yohanes pasal sepuluh, Tuhan berkata: Sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa.

            Dan kemudian Dia berkata: Dia memanggil domba-dombanya sendiri dengan nama mereka. Ada sebuah hubungan timbal balik. Ada sebuah relasi yang saling berhubungan di dalam hal itu, yang sangat mulia melampaui segala hal. Mereka saling mengenal satu sama lain di dalam sorga.

            Dan Tuhan Allah mengenal kita. Dia memanggil dengan nama-nama kita. Itulah yang disampaikan dalam Alkitab. Dia memanggil domba-domba dengan nama mereka. Allah mengenal kita. Dan kita mengenal Allah. Dan kita saling mengenal satu sama lain.

            Jika kita mengenal Allah, dan Dia tidak mengenal saya, maka kebangkitan dari kematian tidak memiliki makna apa-apa bagi saya. Jika saya bukanlah sebuah keberadaan yang hidup yang dikenal kepada Allah, kebangkitan tidak memiliki kaitan dan tidak memiliki makna. Saya sama seperti menjadi ditiadakan. 

            Itu mungkin seseorang yang lain yang dibangkitkan atau sesuatu materi lain yang dibangkitkan. Tetapi hal itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan saya jika saya tidak dikenal Allah.

            Saya ulangi, ada sebuah hubungan timbal balik di dalam hal ini. Ada sebuah relasi yang saling berhubungan di dalam hal ini. Ada sebuah pengetahuan yang menghangatkan di dalam hal ini yang sangat berharga dan sangat bermakna melampaui apa pun.

            Itu adalah jenis yang sama dari sebuah hubungan timbal balik dan relasi yang saling berhubungan yang anda temukan di dalam seorang ibu dan anaknya. Yang anda temukan di dalam seorang suami dan seorang istri. Yang anda temukan antara gembala dan umatnya. Yang anda temukan antara seorang sahabat dengan seorang sahabat. 

            Itu adalah sebuah hubungan yang timbal balik dari pengetahuan, dari keberadaan yang bersama-sama, keakraban dan pengenalan. Dan tanpa hal itu, maka tidak bermakna apa pun. 

            Saya membayangkan tentang kisah yang sering kali saya sampaikan, tentang seorang gadis kecil. Dan dia ingin tidur dengan ibunya.

            Dan sang ibu berkata, “Tidak. Sekarang kamu harus tidur di sini.” 

            Dan dia meletakkan gadis itu di tempat tidur. 

            Dan anak kecil itu berkata, “Tetapi ibu, aku ingin tidur denganmu.” 

            Dan sang ibu berkata, “Sekarang, kamu harus berbaring di tempat tidurmu dan kamu tidur di tempat tidurmu. Dan inilah beruang teddy-mu. Dan kamu  dapat memeluk beruang teddy-mu.” 

            Dan gadis kecil itu membalas, “Tetapi ibu, beruang teddy kecil ini tidak dapat membalas memeluk aku.” 

            Itu yang kita inginkan dalam hidup. Kita menginginkan sebuah balasan dari sebuah pelukan.

            Kita menginginkan sebuah pengenalan. Kita menginginkan sebuah timbal balik dan sebuah relasi yang saling berhubungan dan keintiman pengenalan dan pemahaman. Dan itu bukan hidup tanpa hal itu.

            Lihatlah hal ini. Seorang naturalis, katakanlah seorang ilmuwan yang terkemuka. Seorang naturalis dapat mempelajari bumi dan bebatuan dan bukit-bukit dan aliran sungai dan padang rumput serta bukit-bukit.

            Dan dia dapat mempelajari semuanya. Dan dia dapat mempelajari itu selamanya. Tetapi mereka tidak mempelajari dia. Mereka tidak mengenal dia. Dia dapat mengetahui mereka. Tetapi mereka tidak memberikan respon. Hidupnya dan kecerdasan yang hebat bertemu dengan sebuah kepasifan yang mutlak, perbedaan di dalam bagian seluruh ciptaan yang dia pelajari. 

            Dia tidak memperoleh sebuah jawaban timbal balik. Mereka tidak merespon. Mereka tidak hidup. Mereka tidak mengenal dia betapa pun besarnya dia dapat mengenali mereka. Harus ada sebuah pengenalan yang timbal balik jika hal itu memiliki makna di dalam hidup. 

            Atau dapatkah saya sampaikan seperti ini? Beberapa waktu yang lampau, ada sebuah permainan orang Negro yang disebut Padang Rumput Hijau. Dan itu adalah sebuah ide orang Negro tentang penciptaan Allah, ciptaan Allah dan semua karyaNya yang luar biasa. 

            Jadi di dalam permainan itu, Allah menciptakan bulan dan matahari dan bintang-bintang dan planet-planet. Dan Dia menciptakan gunung-gunung dan samudera serta lautan. Dan seluruh karya Allah yang sangat indah yang dibentuk oleh tanganNya sendiri. Allah menciptakan itu semuanya. 

            Dan Allah melihat itu semua. Segala sesuatu yang telah Dia ciptakan. Allah melihat itu semua. Luar biasa, luar biasa.

            Kemudian disebutkan: Allah duduk di atas sisi sebuah bukit yang berumput.

            Dan Allah berkata: Aku kesepian. Aku kesepian. 

            Bagaimanakah Allah kesepian sementara Dia memiliki samuderaNya dan lautanNya dan pegununganNya dan bintang-bintangNya. Dan Dia memiliki planet-planetNya. Dan Dia memiliki seluruh ciptaanNya. 

            Akan tetapi Allah berkata: Aku kesepian. 

            Dan berdasarkan permainan orang Negro, Allah menciptakan manusia untuk persekutuan. Supaya Dia dapat berbicara kepada manusia. Sehingga manusia dapat berbicara dengan Dia. Sehingga manusia dapat mengenal Dia dan mengasihi Dia dan memberikan respon kepadaNya.

            Itulah hidup. Dan tanpa hal itu, tidak ada kehidupan. Itulah makna kebangkitan. Itu adalah pengenalan. Jika tidak ada pengenalan, jika tidak ada respon, kebangkitan tidak memiliki makna apapun.

            Sekarang, bolehkah saya membicarakan hal dengan singkat, karena waktu kita telah habis. Bolehkah saya berbicara tentang hal itu untuk sejenak, secara filosofi dan kemudian berdasarkan pengalaman? 

            Secara filosofi. Hanya melihat hal itu. Jika seluruh makna hidup adalah bahwa kita menggali kuburan bagi orang yang telah meninggal ini untuk selamanya dan pada akhirnya kita akan jatuh ke dalam kuburan kita sendiri.

            Jika itu adalah makna hidup, dari seluruh kekosongan dan kemandulan dan tanpa arti yang dapat dibayangkan oleh pikiran, maka hidup kita sangat tidak memiliki makna dan kosong serta hampa.    

            Bayangkan tentang kekayaan musik yang besar dan dari seni dan dari literatur dan dari drama serta dari budaya manusia. Dan bayangkan tentang lajur barisan dari pemahaman intelektual. Dan semua hal itu menggapai kepada ketiadaan. 

            Dan itu merupakan tragedi yang berlipat karena pengenalan kita terhadap hal itu, pengetahuan kita tentang hal itu, bahwa kita dapat melihatnya. Ada sebuah kapasitas yang tidak terbatas dari jiwa manusia. Itu adalah kemutlakan yang tidak terbatas.

            Apa yang saya lihat sekarang ini merupakan sebuah pertanda dari apa yang akan saya lihat. Apa yang sekarang saya alami adalah sebuah kepentingan dari apa yang akan saya rasakan. Apa yang sekarang saya ketahui, apa yang sekarang saya dengar merupakan permulaan dari apa yang akan saya ketahui pada suatu hari nanti dan apa yang akan saya dengar pada suatu hari.

            Seperti yang ditulis oleh Paulus: Sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya epigainoseco, dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. 

            Kapasitas dari pertumbuhan kita di dalam Allah tidak terbatas. Hal itu berlangsung sampai selama-lamanya. Nyanyian yang kita nyanyikan di sini, betapa indahnya mereka. Mereka hanyalah permulaan dari nyanyian mula yang akan kita nyanyikan di dalam sorga.

            Segala sesuatu yang kita kenal dan rasakan di sini merupakan sebuah pertanda, sebuah kepentingan, sebuah pembayaran awal dari janji yang akan menjadi keberadaan kita di dalam kemuliaan.

            Berdasarkan pengalaman. Penegasan dari pengenalan ini di dalam kebangkitan, di dalam hidup yang akan datang. Akankah kita saling mengenal satu sama lain di dalam sorga? Pengalaman manusia.

            Kadang-kadang, dalam tahun-tahun belakangan ini, saya berada di Kobe, Jepang. Di Kobe, Jepang. Dan saya menjadi seorang tamu dari seorang misionaris yang berada di sana, seorang misionaris Baptis Selatan, dia dan istrinya berada di Kobe, Jepang. 

            Dan rumah mereka berada bagian tengah sisi pegunungan yang menjangkau pelabuhan Kobe itu. 

            Dan saya berkata kepada mereka, “Jika anda tidak keberatan, tinggalkan saya sendiri. Biarkan saya duduk di serambi ini.” Dan mereka sangat ramah dan membiarkan saya sendiri. Dan saya duduk di sana, melihat pelabuhan Kobe. Ketika Lottie Moon kembali dari Cina, dia meninggal di pelabuhan Kobe.        

            Dan ketika dia terbaring sekarat di atas sebuah kapal yang sedang berlabuh di Kobe. Dia melipat dan melepaskan lipatan tangannya dan menundukkan kepalanya untuk memberi salam bagi orang-orang Kristen yang dia kenal di Ping Tue yang telah meninggal selama bertahun-tahun sebelumnya.

            Memberi salam kepada mereka di dalam kemuliaan. Sedang memberi salam kepada mereka di dalam sorga. Dengan namanya, orang-orang Kristen di Ping Tue yang telah meninggal bertahun-tahun sebelumnya. 

            Atau sekali lagi, saya duduk di samping ibu saya yang sedang sekarat. Dan dia berkata kepada saya, “Nak, apakah kamu telah melihat ibuku dan ayahku serta saudaraku Joe?”

            Dan saya menjawab, “Tidak Ibu. Di manakah mereka?”

            Dan dia berkata, “Nak, mereka berada di sini. Mereka berada di sini dan engkau harus melihat mereka.” 

            Lalu, saya berkata, “Ibu, saya akan senang untuk melihat mereka. Di manakah mereka sekarang?” 

            Dan dia berkata, “Mereka berada di sini. Dan, nak, kamu harus melihat ayahku dan ibuku  serta saudaraku Joe.” 

            Dan saya meletakkan tangan saya di atas wajahnya. Dan saya berkata, “Ibu, aku akan melihat mereka. Aku akan melihat mereka. Aku akan melihat mereka.” 

            Haruskah kita menarik garis hitam melewati garis kesaksian dari orang-orang kudus ini? Haruskah kita menyangkalnya? Haruskah kita mengejeknya? Haruskah kita mentertawakannya?

            Ini adalah janji yang mulia dari Allah. Kita akan melihat Dia dan melihat kembali  satu dengan yang lainnya.

Aku akan menyanyikan sebuah lagu bagimu

Tentang negeri yang indah itu

Jauh disana

Kediaman bagi jiwa

Dimana badai tidak akan pernah menghempas

Di atas hamparan pantai yang berkilau

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.