Daftar Isi

Kata-Kata, Media Pewahyuan Illahi

(Words, the Media of the Devine Revelation*)

 

Oleh Dr. W.A. Criswell

Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto

 

            Media pewahyuan illahi Allah kepada manusia adalah melalui kata-kata. Allah berbicara dan perkataan-perkataan-Nya itu telah dituliskan untuk kita di dalam Alkitab. Kita membaca dalam Keluaran 32:16, “Tulisan itu ialah tulisan Allah.” Kita juga membaca dalam Wahyu 19:9, “Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan dari Allah.” Ayat-ayat tersebut tidak lain adalah suatu ciri khas dari kesaksian Kitab Suci dari pertama sampai penghabisan, dari permulaan sampai akhir. Perhatikan Lukas 1:70 di mana teks ini menjelaskan bahwa Allah berbicara melalui mulut nabi-nabi-Nya yang kudus. Perhatikan 1 Korintus 2:13. American Standard Version menerjemahkan akhir dari ayat ini dengan, “combining spiritual things with spiritual words.” Paulus membedakan antara pikiran yang Allah berikan kepadanya dan perkataan-perkataan yang ia jelaskan, dan ia dengan tegas menjelaskan keduanya [pikiran dan kata-kata] berasal dari Allah. Ayat ini menegaskan bahwa Alkitab bukan hanya sekedar wahyu Allah, namun Alkitab adalah berita dari sorga yang dituliskan, bukan dalam kata-kata menurut hikmat manusia, namun diajarkan oleh perkataan-perkataan Roh Kudus. Allah menginspirasikan kata-kata kepada orang-orang yang dipakai-Nya untuk menuliskan wahyu-Nya.

            Kadang-kadang para penulis Alkitab memahami maksud perkataan yang mereka tulis dan kadang-kadang mereka tidak memahaminya. Marilah kita membaca 1 Petrus 1:10-11. Perikop ini dengan jelas mengajarkan bahwa isi dari Firman Allah begitu tak terbatas dan melampaui apa yang manusia dapat mengerti dan yang dapat tuliskan sehingga kita hanya dapat berkata bahwa mereka menuliskan kebenaran Allah dengan kata-kata yang Allah sendiri berikan kepada mereka. Oleh sebab itu, inspirasi  Kitab Suci tidak hanya berhubungan dengan pikiran para penulis namun juga lebih berkaitan dengan tulisan-tulisan itu sendiri karena para penulis dalam berbagai kejadian tidak memahami apa yang mereka tuliskan.

            Perkataan-perkataan adalah sangat penting dalam penyingkapan Allah itu sendiri. Kebenaran yang dikomunikasikan harus disampaikan melalui bahasa. Jika Alkitab tidak disampaikan melalui kata-kata, maka Alkitab itu tidak akan ada. Kebenaran illahi menuntut pewahyuan illahi dan bahasa yang infallible. Apa yang Kitab Suci katakan dan apa yang Allah katakan adalah hal yang sama. Kitab Suci dapat dapat dipersonifikasikan karena Kitab Suci itu adalah Allah sendiri yang berbicara. Lihatlah Galatia 3:8. Allah yang memberikan janji yang agung kepada Abraham, namun dalam ayat ini menjelaskan Kitab Suci yang memberikan janji itu. Lihat juga Roma 9:17. Dalam perikop ini dikatakan bahwa Kitab Suci berkata kepada Firaun, namun itu adalah Allah yang berbicara.  Dalam kedua kejadian ini Kitab Suci dan Allah dipandang sebagai satu kesatuan dalam pikiran para penulis Perjanjian Baru yaitu bahwa mereka dapat mengatakan apa yang Kitab Suci sedang lakukan sama dengan apa yang Allah sedang lakukan. Perkataan-perkataan penulis itu berada di bawah kontrol Allah dan kata-kata itu sendiri berotoritas dan merupakan penyingkapan diri Allah sendiri yang tidak mungkin salah.

            Para penulis yang telah mati berabad-abad yang lalu berbicara menyampaikan firman Allah kepada kita melalui kata-kata mereka. Jika kita ingin mengetahui penyataan kebenaran yang datang kepada para nabi  dan rasul, itu harus melalui kata-kata mereka.  Jika kita yakin bahwa berita mereka berasal dari Allah, maka kita harus yakin bahwa kata-kata yang mereka tuliskan adalah berasal dari Allah, karena di sini mereka tidak berkata-kata menurut hikmat mereka sendiri.  Sehingga, Yohanes menulis di dalam Yohanes 20:30-31 bahwa kata-kata ini dituliskan agar kita percaya bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah. Perkataan-perkataan rasul ini mengambil tempat kehadiran pribadi Kristus dan perkataan-perkataan itu adalah media bagi penyataan-Nya. Kita tidak memiliki catatan tentang Yesus Kristus dan apa yang telah Ia kerjakan dan firmankan kecuali di dalam Alkitab. Ketika kita mempelajari Perjanjian Baru berhubungan dengan kisah-kisah tentang Tuhan, kita sedang mempelajari Kristus itu sendiri. Penolakan terhadap Alkitab adalah penolakan terhadap Tuhan kita Yesus.

            Ketika kita membicarakan inspirasi Alkitab, kita mengacu kepada fakta bahwa kata-kata dalam Kitab Suci adalah benar dan merupakan cara penyampaian kebenaran illahi secara efektif kepada pikiran manusia. Eksistensi kebenaran yang diwahyukan menjadi jaminan ketidak-salahan (infallible) Kitab Suci yang akan tetap terpelihara. Ini adalah inspirasi kata perkata (verbal inspiration) yang menjamin kita bahwa kebenaran yang disampaikan dari Allah patut dipercayai karena Tuhan menyampaikan itu kepada kita tanpa ada salah.

 

Inspirasi Ide dan Kata-Kata

 

            Ada banyak orang yang berbicara tentang inspirasi ide atau pikiran dan inspirasi kata-kata secara khusus tidaklah penting. Mereka berbicara tentang inspirasi pikiran dari pada inspirasi kata-kata. Namun kita tidak dapat lari dari sama pentingnya inspirasi pikiran dengan inspirasi kata-kata yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Yesus berkata, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35). Ini menekankan pentingnya kata-kata. Berdasarkan kata-kata manusia akan dibenarkan atau dihukum (12:37). Ada nubuatan tentang Yesus bahwa Ia akan dibunuh, yang diikuti dengan penjelasan ini, “Akan tetapi mereka sama sekali tidak mengerti semuanya itu; arti perkataan itu tersembunyi bagi mereka dan mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan” (Lukas 18:34). Penyingkapan dan pewahyuan itu sendiri dibuat dalam kata-kata. Ini bukan dalam kenyataan ide atau pikiran.  Kita diberitahu secara spesifik bahwa murid-murid tidak memahaminya, namun wahyu itu ada di sana karena kata-kata itu dengan tepat dicatat atau dituliskan. Komentar yang sama yang dapat dibuat tentang pengakuan Simon Petrus di Kaisaria Filipi (Mat. 16:16). Petrus mengatakan apa yang dinyatakan oleh Allah dan namun setelah itu ia ditegur oleh karena ia tidak memahami apa maksud dari yang ia ucapkan (ayat 23). Walaupun proposisi dinyatakan dan Petrus dapat mengulang perkataan-perkataan itu, namun pada saat itu ia tidak sungguh-sungguh memahami maksud perkataan-perkataan itu.

            Perngawinan antara pikiran dan kata-kata sama perlunya jiwa untuk jasad/tubuh. Ketika pikiran diinspirasikan terpisah dari kata-kata yang seharusnya mengekspresikan pikiran-pikiran tersebut, ini sama dengan menyanyikan lagu tanpa not.  Teori inspirasi seperti itu tidak dapat dimengerti. Itu tidak masuk akal. Kita tidak dapat mempelajari geologi tanpa ada batu-batu atau anthropologi tanpa ada manusia. Kita tidak dapat membuat melodi tanpa musik atau matematika tanpa bilangan. Dan juga kita tidak dapat memiliki kitab suci dari Allah tanpa kata-kata, dan jika kitab suci itu adalah wahyu kebenaran dari Allah, itu harus tidak ada salah. Itu harus benar-benar tidak ada salah (infallibly correct).

            Jika Allah memiliki berita yang harus disampaikan kepada kita, maka itu harus dituliskan dalam kata-kata. Kata-kata adalah tanda-tanda dari pikiran, dan tidaklah mungkin bagi kita untuk memahami pikiran atau ide yang disampaikan kecuali melalui kata-kata. Jika kata-kata tidak menjelaskan kepada kita bagaimana memahami ide itu, maka tidaklah mungkin bagi kita untuk mencapai pemahaman apapun.  Bahkan dapatkah Allah sendiri memberikan pikiran kepada manusia tanpa dibungkus dengan kata-kata? Keduanya tidak bisa dipisahkan.

            Mengatakan bahwa inspirasi Kitab Suci adalah konsepnya saja dan bukan kata-kata, sama dengan mengumumkan bahwa bagian tertentu tidak sama tingkat kepentingannya dengan bagian yang lain, dan pemikiran seperti ini bukan hanya miskin dengan dukungan dari Kitab Suci itu sendiri namun dibantah oleh setiap pernyataan di dalam Alkitab berhubungan dengan subyek itu. Rasul Paulus dengan jelas menulis di dalam 2 Timotius 3:16 bahwa “Segala tulisan diberikan melalui inspirasi Allah” (KJV).

            Inpirasi menjangkau sampai kepada huruf untuk kata, sama pentingnya kata-kata untuk pikiran. Bagaimana mungkin kita dapat mengetahui pikiran-pikiran Allah jika kita tidak mengetahui perkataan-perkataan Allah? Ini adalah apa yang dimaksud dengan kata-kata menjadi media dari Alkitab. 1 Korintus 14:37 menyatakan, “Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan.” Kata-kata Paulus adalah perkataan-perkataan Tuhan.  Perkataan-perkataan itu adalah perintah Tuhan. Perkataan-perkataan itu diinspirasikan oleh Allah dan bersamanya membawa otoritas Allah yang Mahakuasa.

            Ada orang yang percaya bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang tertulis dalam Alkitab itu diinsprasikan, namun men-discount inspirasi kata-kata yang mendeskripsikan peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman itu. Doktrin inspirasi kata per kata (verbal inspiration) banyak di-discount pada hari ini. Pendekatan modern, pendekatan kaum akademisi terhadap Alkitab hampir sudah menjadi aksiomatik bahwa pewahyuan tidak dapat dalam bentuk kata-kata namun dalam bentuk peristiwa-peristiwa. Para teolog modern berkata bahwa Allah menunjukkan tindakan-tindakan tertentu dalam sejarah, melalui proses Ia menyatakan diri-Nya sendiri, namun semua yang telah para nabi dan rasul lakukan adalah untuk memberikan interpretasi terbaik terhadap peristiwa-peristiwa sejarah itu.  Kita diberitahu oleh para teolog modern bahwa wahyu Allah itu tidak dalam bentuk proposisi, tetapi di dalam serangkaian perbuatan ajaib itu. Apakah itu yang kita temukan dalam Alkitab? Tidak. Dalam inspirasi peristiwa atau perbuatan-perbuatan ajaib selalu dilakukan melalui inspirasi kata-kata. Sebagai contoh, pada waktu Allah membuat perjanjian antara Allah dan umat-Nya di Gunung Sinai (Kel. 24) kita memiliki penyataan yang dibuat dalam  bentuk kata-kata.  Apa yang sesungguhnya telah Allah lakukan dalam kesempatan ini? Sulit untuk memahami tindakan ini secara obyektif; namun ada pewahyuan pada saat itu, yang mana Allah menetapkan wahyu perjanjian dengan Israel, perjanjian yang sangat penting dan yang terbukti di sepanjang sejarah bangsa itu selanjutnya. Kitab Mazmur, tulisan-tulisan para Nabi, surat-surat Paulus mencatat sedikit peristiwa. Kisah tentang penciptaan alam semesta pada permulaan sejarah, nubuatan-nubuatan tentang akhir zaman, penyataan tentang penghakiman yang akan datang dan realitas sorga dan neraka – semua itu mewarnai setiap bagian Alkitab. Jika perdebatan pada zaman modern berhubungan dengan Kitab Suci ini membenarkan bahwa Allah telah menginspirasikan peristiwa-peristiwa dan bukan kata-kata, maka sebagian besar Alkitab tidak diwahyukan sama sekali.

 

Pengalaman Dinilai oleh Firman

 

            Bukan pengalaman yang menilai Alkitab, namun Alkitablah yang menilai semua pengalaman manusia. Di dalam Firman Allah kita memiliki standard untuk menginterpretasikan seluruh sejarah manusia. Tidak ada masa kekosongan tanpa Allah. Ada interpretasi illahi tentang peristiwa-peristiwa dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan ada infallibelitas dari setiap kata yang ditulis oleh Allah dalam Alkitab, yang mana Alkitab dapat kita jadikan sebagai standard untuk menilai dan menguji semua pengalaman dan peristiwa. Ada peninggalan-peninggalan sejarah di Washinton yang begitu bernilai. Semua peninggalan bersejarah itu adalah standard untuk semua pertimbangan dan penilaian orang Amerika. Itu juga yang kita harus lakukan untuk mempertimbangkan dan menilai pengalaman  manusia. Kita menilai pengalaman manusia kita dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah dengan Firman Allah yang tidak mungkin salah (infallible) (Maz. 119:89, 160). Pewahyuan bukanlah pengalaman ekstatik, setiap kata dari Firman Allah kita jadikan pertimbangan bagi perintah tuntunan, persekutuan, dan perubahan pribadi antara Allah dan manusia.

            Ketika kita berbicara tentang inspirasi yang diterima oleh para penulis yang Alkitab, kita mengacu kepada inspirasi kata-kata yang dituliskannya dan bukan inspirasi kepada orangnya. Inspirasi berhubungan dengan penulisan. Apa yang penulis Alkitab tuliskan, itulah yang diinspirasikan, dan bukan diinspirasikan kepada orangnya sehingga setiap tulisannya diinspirasikan.  Apa yang Musa, Daud, Paulus, Yohanes tulis tidak selalu hasil tulisannya diinspirasikan, sehingga setiap apa yang dituliskan atau diucapkan mereka akan menjadi kata-kata yang tidak mungkin salah (infallible) dan tanpa salah (inerrant). Tentu saja bukan demikian. Sebagai manusia mereka kadang-kadang membuat kesalahan dalam pemikiran mereka, dan sebagai manusia mereka bisa melakukan kesalahan dalam tindakan atau perbuatan mereka. Namun betapapun  mereka adalah manusia yang sarat dengan kesalahan, namun inspirasi dari Roh Kudus Allah menjadi jaminan bahwa Firman yang mereka tuliskan tidak ada salah.

            Obyek inspirasi terletak pada kata-kata yang berasal dari Allah. Adalah suatu kebodohan berkata bahwa Alkitab berisi Firman Allah, namun bukan Firman Allah. Tidak mungkin ada inspirasi Alkitab tanpa inspirasi kata per kata. Inspirasi ini termasuk keakuratan dalam penulisannya. Kata-kata iblis kadang-kadang dicatat dalam Alkitab. Ini terjadi karena Allah memberikan kepada kita catatan yang benar yang tidak mungkin salah tentang apa yang Setan katakan dan seperti apakah Setan itu. Ada banyak kata-kata musuh Allah yang dicatat dalam Alkitab. Namun inspirasi Alkitab berhubungan dengan fakta bahwa kata-kata itu dicatat dengan sempurna dan tanpa kemungkinan salah. Mengatakan bahwa Alkitab bukan Firman Allah, namun hanya sekedar berisi Firman Allah adalah isapan jempol dari orang sakit – kelicikan dan usaha yang najis untuk menentang dan menolak otoritas tertinggi dari Firman yang Mahatinggi.

 


 

* Diterjemahkan dari Dr. W.A. Criswell, Why I Preach That the Bible Is Literally True, Nashville: Tennessee, 1965, hal. 61-69.