UNTUK TUHAN SELAMANYA
(FOR GOD FOREVER)
Dr. W. A. Criswell
Daniel 3:18
06-07-70
Di radio dan di televisi, saudara sedang bersama-sama mengikuti kebaktian dari gereja First Baptist Church di Dallas. Dan ini adalah pendeta yang membawakan warta dari bab yang ketiga dari Kitab Daniel yang diberi judul: Karena Allah itu kekal. Cerita di dalam bab yang ketiga dari nabi ini, Nabi Daniel, merupakan cerita dari tiga anak Yahudi: Hananya, Misael, and Azarya. Atau seperti nama-nama (kaum Babel) yang diberikan oleh Nebukadnezar: Shadrakh, Meshakh, dan Abednego.
Ada peningkatan iman percaya dari ketiga pemuda tawanan dari Israel ini. Di dalam bab yang pertama dalam kitab Daniel, mereka, dengan teman mereka Daniel, menolak untuk menyantap santapan raja atau meminum sebagian dari anggurnya. Dan mereka meminta sayur untuk dimakan serta air untuk diminum. Di dalam bab yang kedua, mereka dikumpulkan dengan Daniel, nabi itu, untuk berdoa syafaat bahwa Tuhan akan mengungkapkan misteri mimpi dari raja tersebut.
Dan sekarang, tetap meningkat lebih tinggi lagi di dalam pengabdian, dalam bab yang ketiga, mereka dihadapkan dengan kematian yang mengerikan di perapian yang menyala-nyala karena hukuman relijius mereka. Karena bab tersebut berkata bahwa, di dataran Dura di depan Babel, raja itu telah mendirikan sebuah patung raksasa – enam puluh hasta tingginya, dan enam hasta lebarnya, dibalut dengan emas padat. Dan, melalui seorang bentara, ia mengumumkan bahwa semua orang yang tidak bersujud dan menyembah patung emas tersebut akan dicampakkan ke tengah-tengah tungku perapian yang menyala-nyala – suatu tempat yang tetap menyala untuk kremasi dari orang yang mati.
Dan, ketika dilaporkan kepada raja bahwa ketiga orang ini menolak bersujud, sang raja lalu memanggil mereka. Ia tidak dapat mempercayai telinganya, bahwa akan ada – di seluruh kerajaannya yang sangat luas yang telah mencakup seluruh dunia yang beradab – bahwa akan ada di seluruh kerajaannya, ada tiga orang, yang tidak mau mentaati perintahnya.
Maka mereka datang dan berdiri di hadapan sang raja dan raja bertanya kepada mereka: “Apakah hal itu benar? Dapatkah hal itu terjadi? Apakah mungkin? Apakah benar bahwa engkau menolak berbakti kepada dewa-dewaku dan menolak bersujud di hadapan patung emas yang telah kutentukan?”
Dan ketiga tawanan Yahudi itu mengatakan: “Kami tidak berhati-hati untuk menjawab tuanku (artinya, kami tidak perlu mempelajarinya atau mempertimbangkannya atau berdebat.). Kami tidak akan bersujud!” Dan itu adalah keberanian – demi kewajiban, serta konsisten kepada Tuhan.
Studdert Kennedy – seorang pendeta Anglikan, pendeta di Worchester dan seorang pendeta di dalam Perang Dunia yang pertama, seorang pria yang menginterpretasikan kehidupan Kristen untuk begitu banyak hal – Studdert Kennedy menulis dari sebuah parit di Perancis kepada anaknya:
Doa pertama yang saya inginkan kepada anak saya untuk dipelajarinya bukanlah seperti ini, “Tuhan, tolong jaga ayah saya,” akan tetapi “Tuhan, buatlah ayah saya berani – dan jika ia mendapatkan perbuatan yang sukar untuk dikerjakan, buatlah dia kuat untuk boleh mengerjakannya.” Tidak masalah antara hidup dan mati, anakku, yang penting adalah benar atau tidak. Ayah mati masih tetap ayah. Akan tetapi apabila Ayah membuat malu di depan Tuhan adalah sesuatu yang mengerikan – terlalu mengerikan untuk dikatakan. Saya sarankan, kamu mau berbuat sedikit mengenai keselamatan, anakku yang sudah besar – dan ibu juga. Masukkanlah, tetapi sesudah itu, selalu sesudah itu, karena tidak menjadi masalah untuk sedekat itu.
Setiap laki-laki, wanita dan anak-anak harus diajarkan untuk mengutamakan doa, baik dalam keadaan damai atau di tengah-tengah peperangan. Dan itu saya percaya dimana kita telah gagal. Ketiga pemuda tawanan Yahudi ini – yang menghadapi suara hati dan kewajiban, dan Tuhan – berkata: ”Lebih baik kami dibakar daripada tidak mematuhi apa yang telah diperintahkan Tuhan kepada kami untuk kami jalankan!”
Ah, semangat yang luar biasa dari orang seperti itu: orang-orang yang tidak digentarkan oleh kematian!
Aku melihat martir itu dipancang.
Kobaran api tak mampu mengguncangkan semangatnya,
Tida juga kematian menggetarkan jiwanya.
Saya bertanya padanya darimana kekuatannya diberikan.
Dengan jaya ia melihat ke atas langit,
Dan menjawab, “Seluruhnya adalah Kristus”
Kepada para pemuda ini telah diajarkan, seluruh hidup mereka, titah Tuhan yang kedua:
Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah (bahkan tidak juga sebuah patung dari seorang perawan atau sebuah patung dari sebuah salib). Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya”
Dan ketiga pemuda ini, yang sudah mendapatkan pengajaran ini berkata: “Oh, raja, kami tidak berhati-hati untuk menjawab tuanku dalam hal ini (bahkan kami tidak perlu mempelajarinya). Kami tidak akan bersujud.”
Di dataran Dura, di hadapan kehidupan kita, dan di hati kita, ada citra yang ditetapkan dunia: citra dari adat dan kebiasaan dan kelompok. Dan mereka meminta agar kita menyesuaikan diri dan membungkuk di hadapan mereka. Ada dua cara terhadap perintah dari dunia ini – ada dua cara di mana seorang Kristen dapat memberikan tanggapan. Pertama, ia dapat berkompromi dengan keyakinan yang terluka dan bersujud serta tidak membantah. Seperti Naaman, yang ketika ia dibersihkan dari penyakit kustanya, datang kembali dan berdiri di hadapa Nabi Elisa dan berkata: “Tidak akan ada allah lain di dalam hati dan hidup saya kecuali Allah Yahwe.” Lalu ia menambahkan:
Akan tetapi di dalam ini aku berdoa atas pengampunanMu, ketika raja pergi ke dalam rumah Rimmon untuk bersembahyang di sana, dan ia bersandar di atas tanganku, dan aku membungkuk dihadapan dewa Rimmon, dalam ini semoga hambaMu dapat diampuni ketika aku bersembahyang di dalam rumah Rimmon.
Dan, seorang Kristen dapat melakukannya! Ada kejadian, dan ada waktunya dan ada tempatnya dimana seorang Kristen membungkuk dengan keyakinan yang terluka dalam penyesuaian diri terhadap penderitaan, dan kebiasaan serta pengharapan dunia. Ini adalah salah satu cara untuk menanggapinya.
Akan tetapi ada cara yang lain lagi. Dan itu merupakan reaksi dari ketiga tawanan Yahudi itu:
Kami tidak akan membungkuk – raja atau tidak raja, perintah atau bukan perintah kebiasaan atau bukan kebiasaan, adat atau bukan adat, hidup atau mati, tungku pembakaran atau bukan tungku pembakaran – kami tidak akan membungkuk!
Itu adalah jawaban daripada Tuhan kita di dalam pencobaan di hutan belantara: “Tidak! Tidak! Tidak!” Mengagumkan tetapi rohaniah, intuisi mana yang dipakai oleh penyair Inggris John Milton, ketika ia menulis Paradise Lost, (Surga yang Hilang) ia berbicara mengenai buah terlarang yang mana rasa kehidupan manusianya membawa kematian ke dalam dunia ini dan semua kemalangan kita ketika pertamanya Adam menolak mengatakan “tidak!”
Kemudian, ketika ia menulis Paradise Regained (Surga Ditemukan Kembali), ia menyimpulkan syair tersebut, tidak dengan sebuah cerita mengenai penyaliban dan kebangkitan dari Tuhan kita, akan tetapi mengenai puisi orang-orang yang teguh pendirian menutupnya dengan godaan terhadap Tuhan ketika Ia membawa kembali surga kepada ras manusia yang terjatuh dalam mengatakan “tidak” kepada para penggoda sebanyak tiga kali.
Ada sebuah cara untuk memenuhi perintah dunia yang kita sesuaikan – bahwa kita membungkuk. Dan ada sebuah cara dari Tuhan kita: dan itulah cara dari ketiga pemuda Yahudi lakukan: “Kami tidak akan menyesuaikan diri!”
Bagiku, suatu agama yang benar didalamnya memiliki suatu ukuran pengorbanan yang berarti: kita kehilangan teman-teman kita; kita kehilangan harta kita, kita kehilangan kesempatan untuk maju, kita kehilangan kemampuan menyetujui sosial kita. Tetapi ada, dalam suatu agama yang benar, sebuah unsur dari harga dan pengorbanan yang harus dibayar. Dan, jika saya dapat merasakan dan menafsirkan generasi muda yang akan datang ini, apa yang dapat saya rasakan dari mereka, lebih dari apapun juga adalah ini: bahwa mereka tidak mencari jalan keluar yang mudah dan iman yang dapat meredakan dan dikompromikan. Mereka sedang mencari sesuatu “yang habis-habisan” untuk Tuhan. Dan banyak orang yang merasakan hal tersebut mengenai agama.
Haruskah aku dibawa ke angkasa
Pada ranjang kesenangan yang berbunga,
Sementara yang yang lain berperang demi hadiah
Dan berlayar melalui lautan darah?
Adakah tiada musuh untuk kuhadapi?
Tidakkah aku harus aku menghempang banjir?
Apakah dunua yang hina ini teman untuk berkat
Untuk membawaku kepada Tuhan?
Pasti, aku harus berjuang jika aku akan memerintah.
Tambahkan semangatku, Tuhan.
Aku akan bekerja keras, mengendurkan ketegangan,
Didukung oleh dunia.
[Isaac Watts, 1724]
“Kami tidak akan membungkuk!” Sekarang, kita akan membuka bagian lain dari teks ini: sebuah keyakinan yang menghadapi perapian yang bernyala-nyala. “Jika demikian, Tuhan kami yang kami sembah mampu menyelamatkan kami … Akan tetapi jika tidak, perlu tuan ketahui, Oh, raja, kami tidak akan membungkuk.”
Apa yang saudara pikirkan mengenai hal itu? Kami percaya Tuhan kami dapat menyelamatkan kami, akan tetapi, jika Ia tidak…lalu bagaimana? Jika kami dicampakkan ke dalam perapian yang menyal-nyala…lalu bagaimana? Hal tersebut memerlukan jenis iman yang hanya Tuhan dapat memberinya. “Jika Tuhan menyelamatkan kami, kami akan percaya pada Dia. Tetapi jika Tuhan tidak menyelamatkan kami, kami akan tetap percaya pada Dia.”
Akan tetapi itu bukan pemeliharaan – mereka tidak membalikkan keimanan mereka pada apakah Tuhan menyelamatkan mereka atau tidak. Mereka akan mempercayai dan percaya dalam Tuhan, jika Ia menyelamatkan mereka. Mereka akan tetap mempercayai dan percaya dalam Tuhan, jika Ia tidak menyelamatkan mereka. “Tetapi, jika tidak……” Sungguh sebuah iman ketika Tuhan tidak campur tangan.
Saya sangat tertarik di dalam lagu kebangsaan yang mereka nyanyikan pagi ini – berbicara tentang kehadiran Tuhan dan kebaikan Tuhan. Sangat baik. Kepada semua kita telah diajarkan bahwa Tuhan itu selalu ada; dan semua kita juga telah diajar bahwa Tuhan itu baik. Akan tetapi bagaimana dengan pengalaman hari Sabtu, ketika Tuhan sepertinya tidak hadir; ketika Tuhan sepertinya tidak baik; dan kita memasuki sebuah waktu dalam hidup ketika iman adalah segalanya kecuali terhapuskan? Cara dari Tuhan yang menjadi sangat tidak dapat dimengerti oleh akal sehat dan kehadiranNya yang sejauh ini telah dipindahkan, sampai sepertinya untuk kita Ia tidak ada. Seperti mereka para penggemar makanan dan minuman – mereka berkata: “Kami bukan atheis: Kami percaya pada Tuhan.” Akan tetapi mereka juga mengatakan bahwa para allah sudah jauh dipindahkan dan sangat tidak berbeda ke dalam dunia, merek tidak perduli apa yang terjadi di bawah sini di dunia ini dimana kita hidup. Dan semua kita memiliki waktu di dalam hidup kita, dan pengalaman-pengalaman dalam hidup kita, ketika Tuhan seperti itu: kami tidak dapat mengerti Dia dan sepertinya Dia sudah sangat jauh dipindahkan. Dan semua pengalaman-pengalaman yang tak terelakkan datang, dan kami terpaksa mengatakan: “Kamu tahu, saya pikir saya punya iman. Tetapi sekarang, saya tidak tahu apakah saya punya iman dalam sesuatu apapun atau tidak”.
Ada kematian yang tidak dapat ditawar lagi; dan ada kegagalan di dalam bisnis; dan ada keputus-asaan serta kekalahan; ada penyakit dan kesia-siaan. Dan kita berdoa tetapi tidak ada jawaban; dan kita menjerit kepada Tuhan dan tidak mendapatkan campur tangan. Akan tetapi jika tidak, jika Tuhan tidak campur tangan…lalu apa?
Ada waktunya ketika Tuhan sepertinya telah melepaskan diriNya dan menyembunyikan diriNya; dan kita tidak tahu dimana Dia, dan kita tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan ke telingaNya. Dan jika Ia memiliki tanggapan kepada kita, kita tidak dapat melihatnya atau memberitahukannya.
Ada seorang pengarang yang bernama Maurice Hindus, yang menuliskan buku yang berjudul Red Bread (Roti Merah). Dan di dalam buku itu, ia menggambarkan sebuah gambar yang menyedihkan dari seorang pendeta yang berkebangsaan Rusia tertangkap di dalam suatu kebingungan yang luar biasa untuk mencoba mempertahankan kepercayaannya pada Tuhan di tengah-tengah kondisi di mana iman kepercayaan sepertinya hampir-hampir mustahil. Dan di dalam buku itu, ia mengutip perkataan pendeta Rusia tadi, dan saya mengutipnya:
“Tidakkah engkau mengira jika Tuhan membuat diriNya sendiri terkenal, orang-orang akan berkumpul kembali kepadaNya? Sudah pasti mereka mau! Mereka akan membungkuk dalam pertobatan dan berjanji untuk percaya dan mentaati serta beribadah. Dan disinilah kita sekarang. PelayanNya, menunggu, menunggu dan tidak ada suatu apapun yang terjadi! Kadang kala saya berkata kepada diri saya sendiri: “Jika Ia sendiri tidak perduli, mengapa saya harus?” Atau apakah Ia hanya mencobai kita saja, untuk mengetahui seberapa banyak kita sanggup menahannya? Mungkin saja. Siapa yang tahu? Tetapi hal itu sangat berat, sungguh sangat berat buat kita, pelayanNya.
Dan, ketika saya membacanya, terlintas di dalam pikiran saya orang-orang yang tinggal di Rusia – seperti semua pendengar di sini dulunya – berlutut, dengan kedua lututnya dan kedua lengan yang terangkat dan menangis, menangis, menangis dan menangis. Dan semua orang berdoa dan bernyanyi sedemikian rupa, berlutut dengan lengan yang diangkat ke langit. Di manakah Tuhan? Dan mengapa Ia tidak campur tangan? Mengapa Tuhan tidak melakukan sesuatu? Mengapa Tuhan tidak mengatakan sesuatu? Dan seiring dengan berlalunya waktu, entah berapa lama, akhirnya kita menyadari kekurangan kita, kurang, kurang dan kurang mempertahankan iman kepercayaan kita yang rupanya tidak mempertahankan kita. Seperti seseorang pernah berkata – mengangkat matanya ke langit, berkata: “Tuhan, tidak heran Engkau memiliki begitu banyak teman, dari caraMu memperlakukan mereka.”
Akan tetapi jika tidak, jika Tuhan tidak campur tangan … Lalu apa? Saudara-saudariku yang seiman, tak terhitung jumlahnya laki-laki, perempuan dan orang-orang muda yang telah melakukan hal yang baik sekali ketika Tuhan sepertinya menyembunyikan diriNya; dan ketika Tuhan sepertinya tidak campur tangan; dan ketika Tuhan membiarkan kita jatuh ke dalam perapian yang menyala-nyala, mereka tetap percaya di dalam Tuhan! Mereka tidak – dan mereka tidak mengkondisikan iman kepercayaan mereka pada apakah Tuhan menyelamatkan kita atau tidak! Mereka hanya percaya dalam Tuhan, pada saat memikul beban atau tidak, terjun ke dalamnya atau selamat daripadanya!
Martin Luther, di dalam kesunyiannya, dalam perjalanannya ke Diet of Worms untuk menghadap kepada Raja Charles V dan Wali Gereja Roma dan semua bangsawan di sekelilingnya, Martin Luther berkata:
Alasan saya akan memuji Tuhan, karena Dia hidup dan memerintah, yang memelihara ketiga orang anak ketika memikul beban dari raja Babel. Jika Ia tidak ingin memelihara saya, hidup saya merupakan benda yang kecil dibandingkan dengan Kristus. Mengharapkan apapun dari diri saya kecuali terbang dan pengakuan atas kesalahan. Saya tidak akan melarikan diri atau sedikitnya mengaku salah. Semoga Tuhan Yesus menguatkan saya.
Ia tidak mengatakan: “Semoga Tuhan Yesus menyelamatkan saya.” Ia tidak mengatakan: “Semoga Tuhan Yesus memberi kemudahan untuk saya.” Apa yang dikatakannya adalah: “Ketika saya menghadapi yang saya tahu seharusnya saya lakukan, semoga Tuhan menguatkan saya apakah saya hidup atau mati –diselamatkan atau tidak.” Dan, seperti yang anda ketahui, ketika ia berdiri dihadapan sang raja dan mengungkapkan pengakuannya akan iman kepercayaannya, ia mengakhirinya dengan: “Saya berdiri di sini. Saya tidak dapat melakukan apa-apa lagi, jadi Tuhan tolong saya.”
“Akan tetapi jika tidak (jika tidak) biarkanlah diberitahukan kepada tuanku, Oh, Raja, kami tidak akan membungkuk – apakah Tuhan menyelamatkan atau tidak” Oh, yang engkau katakan: “Saya ingin memiliki komitmen seperti itu dan iman kepercayaan seperti itu. Akan tetapi saya tidak memilikinya.”
Saudaraku, saya telah mempelajari sesuatu dari membaca dan pengalaman: jika engkau berpegang teguh kepada Tuhan dan memiliki iman kepercayaan di dalam Tuhan, ketika saat pengadilan datang, Tuhan memberikan berkat kepadamu untuk pemeliharaan itu. Saya tidak perduli apapun itu.
Saya telah membaca – Saya tidak dapat mengetahuinya kecuali hanya dengan membaca – Saya telah membaca mengenai seorang martir yang sedang menghadapi tiang pancang, dan api kayu bakar dan kobaran api yang menyala-nyala – bahwa martir tersebut sudah diserahkan kepada Tuhan sehingga ketika mereka dibakar mereka tidak merasakannya. Mereka menggenangi air mata mereka dan penderitaan mereka di dalam nyanyian puji-pujian dan persembahan serta nyanyian kemuliaan. “Akan tetapi jika tidak – apakah Tuhan campur tangan atau tidak; aapakah Tuhan kelihatannya menyelamatkan atau tidak – akan tetapi jika tidak, kami akan percaya di dalam Tuhan. Sama saja.”
Sekarang, saya mempunyai satu hal lagi. Dan ini mengenai sesuatu, ketika saudara membaca teksnya, jika saudara tidak melampauinya, berhati-hatilah, karena saudara tidak akan melihatnya, bahkan saudara tidak akan mengetahui bahwa hal itu ada disana. Alasan dari orang muda itu berkata bahwa:
Kami berpegang teguh kepada Tuhan, apakah itu harus kami bayar dengan nyawa kami atau tidak, adalah karena kami percaya di dalam sebuah kehidupan yang belum datang. Kami percaya akan dunia yang baru yang lebih manis, lebih baik dan lebih bagus dari pada dunia ini.
Lihat pada apa yang mereka katakan:
Oh Nebukadnezar, tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini … Jika itu terjadi, Tuhan kami yang kami sembah mampu melepaskan kami …
Tapi jika tidak, hendaklah tuanku mengetahui … kemi tidak akan (membungkuk).
Dan, di dalam bagian ini, saya meragukan apakah ada seseorang dari antara kita yang membacanya pernah mendapatkannya: “Akan tetapi kita mengetahui hal ini, bahwa Tuhan akan melepaskan kami keluar dari genggaman tanganmu, Oh, Raja.” “Hal ini yang kami tahu, bahwa Tuhan akan melepaskan kami dari tanganmu, Oh Raja.” Yang sedang dikatakan mereka adalah:
Kami boleh dibakar di dalam sebuah nyala api dan hidup kami boleh berakhir, akan tetapi, Oh Raja, kami akan berada di suatu tempat di mana tanganmu tidak dapat menyentuh kami dan dimana titah-titahmu tidak dapat menyiksa kami. Kami akan berada di hadapan Yahwe Raja Yang Agung di surga. Kami akan berada di luar jangkauan tanganmu, Oh Raja.
Dan itulah sebabnya para pemuda itu begitu berani: mereka percaya di dlaam sebuah kehidupan yang belum datang di surga. Dan saya tidak percaya bahw memungkinkan untuk mendapatkan agama besar yang begitu berarti tanpa adanya iman kepercayaan akan sebuah kehidupan di alam baka dan di surga. Seperti Tuhan kita mengatakan:
Selain dari bulir-bulir gandum yang jatuh ke tanah dan mati, ia tertinggal sendiri: akan tetapi jika ia mati, dia kemudian akan membawa banyak buah.
(Maka Ia berkata) Ia yang mencintai hidupnya akan kehilangannya, tapi ia yang telah mendapatkan hidupnya di dunia ini (akan memperolehnya kembali) akan menjaganya sampai hidup selama-lamanya.
Itulah sebabnya Saya meminta saudara membaca bagian terakhir dari bab yang kesebelas dari Kitab Ibrani. Saksi-saksi iman itu – yang dikirim ke dasar lautan, yang dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala, yang menghentikan mulut singa, yang mengembara dengan memakai kulit kambing dan kulit domba; hidup miskin, memprihatinkan, disiksa – pengarang dari kitab Ibrani berkata: “mereka memiliki rasa hormat kepada sebagai balas jasa terhadap penghargaan.” Mereka seperti martir yang ketika mereka akan di bakar di tiang pancang, percaya bahwa akan ada sebuah kehidupan yang lebih baik lagi di alam baka, salah satu kemuliaan di surga.
Dan itu sebabnya mengapa ketiga orang tawanan Yahudi itu, ketika mereka mengambil keputusan itu – ancaman dari raja tidak memasukinya; amukan dari api yang menyala-nyala itu tidak dapat memasukinya – semua yang berarti adalah mereka percaya bahwa ada kehidupan yang lebih agung yang akan datang. Dan ketika suara dari sangkakala, dan seruling, dan gambus dan harpa dan alat-alat musik lainnya, ketika suara itu terdengar, telinga mereka ditulikan terhadapnya, karena mereka mendengarkan musik dari yang dimuliakan dari surga. Itu tidak ada apa-apanya bagi mereka, apa yang seharusnya dilakukan oleh raja itu – membakar mereka hidup-hidup – ketika mereka melihat ke atas dan tertuju pada kemuliaan dari kehidupan yang akan datang. Dan inilah kekuatan yang besar dan menghibur hati bangsa Tuhan.
Seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus: “Jika hanya di dalam kehidupan ini saja kita mempunyai harapan di dalam Kristus, kita adalah manusia yang paling menyedihkan dari semua yang ada.” Akan tetapi kekuatan kita, dan penghiburan kita, dan harapan kita, biar bagaimanapun hidup akan berbalik – bagaimanapun gelapnya dan putus asanya dan puncaknya; tentu saja, selalu akan bertambah tua dan sampai pada kematian – biar bagaimanapun hidup itu berbalik – hati kita, jiwa kita dan mata kita akan terangkat ke atas dan kita terhibur dan dikuatkan oleh harapan yang datang dari surga.
Saya tidak dapat memikirkan suatu ilustrasi yang lebih kejam mengenai hiburan itu kepada mereka yang percaya dalam Tuhan, dalam kebangkitan daripada yang mati, dan mengenai kehidupan yang akan datang, daripada yang ada di dalam bab yang ke dua puluh dua dari Kitab Kejadian, ketika Tuhan menyuruh Abraham untuk mengurbankan anak satu-satunya. Dan inilah anak kepada siapa Tuhan berkata bahwa di dalamnya seluruh keluarga di bumi ini akan diurapi, di dalam Ishak, anak itu. Walaupun begitu Tuhan berkata kepada Abraham untuk mengurbankannya dengan tangannya sendiri. Dan Abraham, di dalam kepatuhannya terhadap perintah Allah, menempuh perjalanan selma tiga hari ke Gunung Moria. Di sana ia mendirikan sebuah altar yang kasar dari bebatuan gunung, lalu ia mengikat anaknya dan membaringkannya di atas kayu itu, lalu ia menaikkan belati itu untuk ditikamkannya ke jantungnya.
Inilah anak kepada siapa Tuhan berkata: ”Di dalam Ishak keturunanmu kelak akan dipanggil.” Dan seluruh bangsa di dunia ini dan kerabat dari bumi ini, akan mendapatkan berkat. Dan itu semua karena Abraam yang patuh, itu karena Tuhan menepati janji-janjiNya. Dan pada bab yang kesebelas dari Kitab Ibrani mengatakan bahwa Abraham mengangkat belati tersebut untuk ditusukkan ke dalam jantung anak itu karena ia percaya bahwa Tuhan akan membangkitkannya dari kematian.
Sering sekali saya berpikir, ketika Yesus berkata di dalam bab yang kedelapan dari kitab Yohanes: “Abraham bersukacita bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.,” Sering sekali saya heran: “Kapan Abraham melihat hari Tuhan dan melihatnya, senang dan bersukacita?” Saya pikir, ia melakukannya di atas Gunung Moria ketika ia melihat pada anak itu yang dibunuh oleh gambar dan figurnya, dan percaya bahwa Tuhan mampu membangkitkannya dari kematian. Itulah saatnya ketika Abraham melihat haridari Tuhan Yesus, dan penderitaanNya, dan penebusanNya, berkat dan kasih sayangNya da kebangkitanNya – saat itulah ia melihatnya.
Dan itulah saatnya ketika kita melihatnya: ketika berada di kedalaman penderitaan dan di dalam kegelapan dari kematian, serta dalam keputus-asaan dan dikalahkan oleh kematian – saat itulah kita melihat hari Tuhan Yesus dan bersuka cita – ketika kita mengangkat mata kita ke surga dan melampaui kekalahan, dan kegelapan dari masa kini kita melihat kemuliaan Tuhan di surga.
Sebentar lagi kita akan berdiri untuk bernyanyi. Dan, ketika kita menyanyikan lagu puji-pujian dan persembahan kita, seseorang dari saudara, yang akan memberikan hatinya kepada Tuhan, datang dan berdiri di samping saya – keluargamu, yang akan meletakkan hidupnya di dalam lingkaran dan persekutuan dari gereja yang luar biasa ini; atau hanya dirimu. Ketika Roh Kudus akan menekan permohonan itu ke dalam hatimu, datanglah sekarang, lakukanlah sekarang. Di dalam lingkaran balkon, ada waktu dan tempat. Di lantai yang lebih rendah, ke dalam gang dan sampai ke depan: “Inilah aku, Pendeta, dan inilah aku datang. Saya telah melakukannya pagi ini. Keputusan itu ada dalam jiwaku dan aku merasakannya dan saya datang hari ini.” Pada nada yang pertama dri bait yang pertama, ke dalam gang sampai ke depan, datang dan lakukan sekarang; lakukanlah sekarang, datanglah sekarang, sembari kita berdiri dan sembari kita bernyanyi.