JENDELA YANG TERBUKA MENUJU SORGA
(WINDOWS OPEN TOWARD HEAVEN)
Dr. W. A. Criswell
Daniel 6:10
05-9-71
Sekarang, semoga Tuhan menolong Pak Pendeta ketika ia mengajarkan khotbahnya. Dalam kitab Daniel pasal yang keenam, ayatnya yang kesebelas:
“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.”
Apa yang telah terjadi? Para konspirator, yang bergerak dengan kedengkian dan ambisi pribadi, mencari cara untuk menghancurkan orang Tuhan yang kudus ini, mencari kesemua tempat dalam hidupnya untuk menemukan beberapa kesalahan dengan jalan mana mereka dapat mendakwanya; akan tetapi hidupnya tak tercela. Pemerintahan administrasi politiknya sebagai menteri negara selama ini berjalan tanpa satu kesalahanpun. Ia berhati mulia, tabah dan setia. Dan di dalam suatu keputusasaan, mereka berkata satu kepada yang lainnya: “Tidak ada satu kesalahanpun dalam diri orang ini. Kita tidak mampu menemukan apapun dengan jalan mana kita dapat menuduhnya kepada sang raja.”
Akan tetapi iblis penuh dengan kepelikan dan ia memiliki rangkaian muslihat berliku-liku yang tiada berakhir. Ia berbisik ke telinga setiap pejabat tinggi dan para gubernur itu, serta kepada para bangsawan dan wakil-wakil raja itu, dan kepada semua yang berkomplot itu. Ia berkata: “Sungguh bodoh engkau ini semua.? Sudahkan engkau melihat pada Daniel ini? Sudahkah engkau memperhatikan keyakinannya yang eksentrik itu? Ia diam-diam melintasi kuil-kuil berhalamu dengan pandangan mencemooh. Ia tidak memandang dengan rasa hormat terhadap dewa-dewamu. Ia tidak ikut berbagi di dalam pemujaan-pemujaanmu itu, serta penyembahan-penyembahanmu itu, dan penghormatan-penghormatanmu kepada para dewa dan dewimu. Tidakkah engkau memperhatikannya?”
Dan orang-orang yang berkomplot itu berkata kepada Setan: “Ya, semua itu kelihatan dengan sangat jelas. Akan tetapi bagaimana caranya kami dapat menemukan kesalahan padanya untuk mendakwanya dalam hal tersebut?”
Dan Setan berbisik kembali dan berkata: “Begitu polosnyakah engkau sekalian, sehingga tidak memperhatikan bahwa orang ini begitu sangat beriman? Bahwa ia berdoa kepada seorang Tuhan yang tidak terlihat? Saya mengenal dia. Saya sudah berusaha membujuk dia dengan semua penghargaan dan kenaikan pangkat sosial. Dan katanya ia lebih baik mati daripada meninggalkan Tuhannya. Engkau masukkan dia kedalam perangkap, engkau pastikan engkau telah melakukannya karena ia sudah pasti akan berdoa.”
Dan orang-orang yang berkomplot berbisik kembali kepada Iblis dan berkata: “tetapi bagaimana kami akan menemukan kesalahan untuk mendakwa seseorang karena ia berdoa?”
Dan Iblis berbisik kembali ke dalam hati mereka: “Engkau melihat kepada orang yang salah. Engkau sedang melihat kepada kekuatan Daniel. Lihatlah kepada sang raja – setiap orang memiliki sebuah celah di dalam perisainya; setiap orang memiliki suatu kelemahan dalam hidupnya – lihatlah pada raja itu! Saya mengenalnya. Ia tunduk pada kesombongan dan sanjungan. Angkatlah dia sebagai dewa untuk selama satu bulan. Berlakukanlah sebuah hukum untuk menghormatinya bahwa tidak boleh ada seorangpun boleh berdoa kepada dewa manapun kecuali berdoa kepada sang raja dan engkau akan memasukkan Daniel ke dalam perangkap seperti seekor rajawali ditarik dari langit.”
Itulah Iblis! Ia mengetahui kekuatan kita. Dan ia bekerja siang dn malam untuk memotong dan memutuskan senar yang mengikat kita kepada Tuhan Allah yang tidak terlihat dan Tuhan Allah yang kekal. Dan pada saat Daniel mengetahui bahwa surat perintah itu telah ditandatangani, apa yang dia lakukan? Apa yang seharusnya dilakukannya – Apa yang seharusnya kita lakukan – ia pasti akan duduk disebuah kursi di dalam rumahnya dan ia sudah akan berfikir di dalam dirinya sendiri: “Bagaimana aku akan mengelakkan setan-setan itu? Saya tahu. Saya akan melawan kelicikan dengan kelicikan; dan aku akan melawan keahlian dengan keahlian juga. Aku akan smembuat sebuah skema untuk diriku sendiri yang akan membuat rancangan jahat mereka berputus asa. Aku tahu apa yang akan kulakukan. Aku sendiri akan datang menghadap kepada sang raja dan aku akan menyingkapkan di hadapan kedua matanya rencana yang keji ini. Dan aku akan mengundang seluruh sebuah pertemuan dari para negarawan dan para pemimpin dari seluruh pemerintahan Babilonia, dan aku akan menuduh para perancang serta penipu ini langsung kedepan mereka. Itulah yang akan aku lakukan.!”
Ia bisa saja melakukan hal tersebut. Apa yang dilakukan oleh Daniel? “Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. …” Ia bisa saja menunggu kesempatan yang baik, yaitu, bertanya jawab dengan suara hatinya. “Tiga puluh hari, baiklah, kita akan menunda pertemuan doa itu selama tiga puluh hari. Waktu yang demikian singkat akan segera berakhir dan kita akan melanjutkan untuk berdoa selama tiga puluh hari.”
Atau dia bisa saja mengatakan: “Nyawaku lebih berharga kepada rakyatku daripada kematianku. Aku harus tetap hidup demi keselamatan teman-teman sebangsaku yang berada di dalam pembuangan. Oleh sebab itu, aku akan menjaga sang raja dari pada melakukan suatu perbuatan yang keji. Dan aku akan menggagalkan rancangan-rancangan dari musuh-musuhku itu. Dan aku akan lebih pintar di dalam hal ini dan tidak memberikan kesempatan atau membuat kesalahan terhadap diriku.”
Dan dia bisa saja mengatakan: “Engkau tahu, yang terakhir membenarkan artinya. Aku akan menutup jendela itu ketika aku berdoa. Dan mereka tiak akan mengetahui kalau aku sedang berdoa, karena aku dapat berdoa di dalam hatiku. Dan Tuhan Allah akan melihat hatiku. Ia mengetahui kalau aku sedang berdoa. Aku tidak perlu untuk berdoa di dalam mimbar itu, di dalam kapel itu, dengan sebuah jendela yang terbuka. Aku dapat berdoa di dalam ruangan lainnya di rumahku. Aku dapat berdoa di dalam gudang bawah tanah, dan mereka tidak akan mengetahuinya. Aku dapat hidup layaknya seorang pemuja berhala walaupun aku ini benar-benar seorang Kristen. Dan aku dapat kelihatan seperti orang duniawi walaupun aku adalah seorang pengikut yang sudah lahir kembali. Maka, aku hanya akan menyembunyikan wajahku supaya wajahku tidak kelihatan. Dan selama tiga puluh hari, mereka tidak akan mengetahuinya keuali bahwa aku adalah orang yang tidak bertuhan dan sebagai seorang penyembah berhala sama seperti setiap orang Babilonia yang penuh dengan kehati-hatian yang pernah berjalan di sepanjang istana sang raja.”
Bukankah hal itu merupakan hal yang aneh tentang Tuhan Allah – yang merupakan bagian dari karakterNya? Ada sesuatu di dalam diri Allah yang meminta kita untuk menjadi terbuka, di depan umum, tidak merasa malu dalam ketaatan kita serta di dalam praktek-praktek keagamaan kita dan di dalam komitmen kita. Di malam perayaan Paskah bagi umat Yahudi, darah harus diperlihatkan secara terbuka di bagian depan rumah dalam bentuk lambang sebuah salib, di ambang pintu dan kusen pintu, pada kedua sisinya. Mengapa tetasan darah itu tidak dibubuhkan di bagian belakang pintu ata di dalam lemari? Karena Allah telah mengatakan: “BangsaKu akan berjanji secatra terbuka dan tidak merasa malu.” Tidak ada pengecualian terhadap hal tersebut di dalam seluruh firman Tuhan. “Siapa yang berada di pihak Tuhan? Barkanlah ia datang dan berdiri di sampingku,” demikian diserukan Musa. Dan Tuhan sendiri berkata: “Engkau tidak dapat menyangkal Aku di hadapan manusia, Aku akan menyangkal engkau di hadapan BapaKu yang di surga.” Dan sebuah rencana keselamatan yang agung, di dalam kitab Roma yang dituliskan oleh Paulus di dalambab yang kesepuluh: Jika engkau akan mengakui dengan mulutmu sendiri, bahw Yesus adalah Tuhan …”
Ada doa publik demikian juga dengan adanya doa pribadi; ada bacaan umum tentang Firman Tuhan begitu juga dengan adanya bacaan pribadi; ada kebaktian umum kepada Tuhan Allah layaknya peribadatan pribadi kepada Tuhan Allah. Dan Daniel bisa saja menunggu akan adanya kesempatan yang baik: “Aku akan menyembunyikan wajahku agar tidak kelihatan sampai badai itu berlalu.”
Tidak!
“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.”
Seperti yang biasa dilakukannya dari tahun-tahun yang lalu; apakah orang itu akan mengatakan ya atau tidak; apakah mereka memperhatikannya atau tidak memperhatikannya; apakah mereka menyetujui atau tidak menyetujuinya, Daniel melanjutkan dengan caranya menyembah Tuhan Allah seperti yang biasa dilakukannya. Sama seperti matahari yang terbit dan bersinar, apakah manusia akan memperhatikannya atau tidak; sama seperti laut yang bergulung di dalam ketenangan yang agung, apakah orang akan mengamatinya atau tidak; sama seperti puncak-puncak gunung yang perkasa ini yang membesarkan kepala mereka di dalam salju sampai dengan sedemikian besar sampai ke langit yang biru di angkasa, apakah ada seseorang yang melihatnya atau tidak; seperti bintang-bintang di dalam orbit mereka yang berayun mengelilingi matahari-matahari di dalam jagad raya mereka, apkah seseorang akan memetakan arah mereka atau tidak – jadi seseorang yang hebat, agung dan memiliki Roh Kuasa melayani Tuhan Allah, apakah disetujui atau tidak disetujui setiap orang atau tidak. Apakah setiap orang akan memperhatikan atau tidak, ia meneruskan perjalanannya.
Saya berfikir bahwa Darius yang sama yang telah membuat pernyataan kepada publik bahwa ia melepaskan takhanya dan ia memberikan mahkotanya kepada Daniel. Dan hal itu tidak akan membuat satu perbedaan kepada orang itu. Ia akan meneruskannya dengan hal yang sama; apakah menghormati atau mencela, berbakti kepada Tuhan Allah, bukan untuk hal-hal baik yang telah diterimanya atau untuk sebuah persetujuan atau agar supaya orang-orang akan melihat, akan tetapi semata-mata untuk Tuhan Allah saja.
Saudara tahu, saya ingin berhenti sejenak disini dan mengatakan sesuatu kepada diri saya sendiri: “Tuhan, Aku ingin mempelajarinya. Saya ingin mempelajari hal tersebut. Ketika orang-orang menyerang Alkitab, marilah kita melanjutkan perjalanan kita; mari kita cetak edisi baru yang lain lagi sebanyak dua juta kopi – mari kita lakukan hal tersebut!” Dan pada saat badai liberalisme dan modernisme serta ketidak percayaan menimpa sekolah-sekolah kita, marilah membentuk suatu istitut Alkitab untuk kita sendiri – untuk mengajarkan Firman dari Allah yang Hidup. Dan ketika para penghujat dan para pencemooh mencari jalan untuk membuat kita kelihatan menggelikan seolah-olah kita semua tidak waras atau setengah-tengah, marilah kita hanya percaya kepada Tuhan Allah lebih banyak berbuat dan mengajarkan Alkitab itu lebih bersungguh-sungguh dan penuh dengan semangat. Marilah kita melanjutkan perjalanan kita. Marilah kta meneruskan perjalanan!
“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” Itulah Daniel!
Saya berfikir tentang Nehemia di dalam pasal yang keenam, pada saat Sanbalat dan Tobia dan Gesyem mencari cara untuk mengintimidasi dia. Nehemia mengirimkan pesan kepada mereka dan berkata: “Orang manakah seperti aku ini yang akan melarikan diri? (ia yang merupakan orang yang berbakti kepada Tuhan Allah menjadi seorang penakut yang pengecut?)”
Seluruh kerajaan boleh saja keliru, akan tetapi Daniel tidak akan keliru. Sang raja boleh saja keliru, akan tetapi Daniel tidak akan keliru. Orang banyak boleh saja keliru, akan tetapi Daniel tidak keliru. Saya dapat membayangkan ketika ia mesuk kedalam rumahnya, seperti yang dikatakan oleh Alkitab, ia menaiki anak-anak tangga rumahnya, begitulah, saya kira, seperti langkah-langkah naik menuju ke tiang gantungan. Akan tetapi langkah-langkah ini menuju ke dalam tangan Tuhan Allah. Apakah itu menuju kepada kehidupan atau menuju kepada kematian, apakah nantinya akan diumpankan kepada singa atau akan dimuliakan sebagai perdana menteri, bagi Daniel, cemoohan atau penghargaan adalah sama di hadapan Tuhan.
“Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.”
Jadi, kekuatan, perlindungan dan penghiburan dari seorang manusia, ditemukan di dalam doa. Tidak ada seorangpun yang begitu hebatnya yang bukan seorang yang gemar berdoa, dipakai oleh Tuhan Allah. Seseorang yang kurang gemar berdoa seperti seseorang yang tanpa berkat. Murid-murid Tuhan, ketika mereka memandang kepada Tuhan, sampai pada sebuah kesimpulan bahwa adanya sebuah hubungan ke dalam, keterkaitan ke dalam yang sangat vital antara kehidupan luarnya dari kekuasaan dan keajaiban dan kehidupan dalamnya, kehidupan pribadinya untuk berdoa dan bersyafaat. Mereka datang kepada Tuhan dan berkata: “Tuhan, ajarilah kami untuk berdoa.”
Robert Murry M’Cheynne berkata: “Ketika seseorang sedang berlutut dan sendirian di hadapan Tuhan, hanya ia sendiri dan tidak ada yang lain.” Kehidupan Daniel di bagian luarnya begitu indah dan mulia di dalam istana di hadapan orang-orang Babilonia, karena kehidupan bagian dalamnya begitu murni dan tulus seluruhnya.
Maka ia memiliki sebuah tempat untuk berdoa. Di dalam rumah-rumah orang Yahudi, ada bagian atap yang bentuknya datar. Dan rupanya, diatas atap yang datar rumah Perdana menteri ini, ia membuatkan sebuah tempat untuk berdoa berupa sebuah kapel kecil. Dan jendela-jendelanya menghadap ke arah Yerusalem. Ia memiliki sebuah tempat untuk berdoa. Sama seperti perempuan di kota Filipi yang memiliki sebuah tempat untuk berdoa, persis di tepi sungai itu.
Salah satu kejadian yang paling mengesankan yang pernah terjadi kepada saya ketika saya masih muda, sebagai seorang remaja berusia belasan tahun, menyelenggarakan sebuah pertemuan di Center, Texas Barat – seorang pemilik peternakan di sana mengundang saya untuk menghadiri makan siang. Dan setelah selesai makan, ia mengajak saya untuk pergi keluar dengannya. Rumah peternakan itu dibangun di dasar dari sebuah mesa. Dan di puncak dari mesa itu, kami mendaki dan sampai pada sebuah rumpun dari pepohonan yang kecil, pucuk-pucuknya diikat kearah dalam dan di bagian dalamnya, membuat suatu daerah kecil yang terbuka. Di bagian tengah dari ruang terbuka tadi, ada sebuah akar yang muncul serta melewati rumpun tersebut dan masuk kembali ke dalam tanah. Dan ketika kami berdiri di sana, ia berkata: “Inilah tempat saya untuk berdoa. Saya datang kemari setiap hari. Dan saya berlutut dan saya meletakkan kedua tangan saya pada akar tersebut, dan saya berbicara kepada Tuhan.” Dan ia berkata: “Pada hari ini, saya ingin anda berlutut di sini di samping saya dan izinkanlah saya berdoa untuk anda.”
Maka ia berlutut dengan kedua tangannya memegang akar tersebut. Ia menyuruh saya untuk berlutut di sampingnya dan ia berdoa untuk saya. Beberapa hal yang tidak pernah saya lupakan; dan pada saat itu, saya tidak tahu mengapa ia harus meminta pada Tuhan untuk saya di sepanjang kehidupan ini.
Sebuah tempat untuk berdoa: saya memiliki sebuah permadani untuk tempat berdoa di samping tempat tidur saya. Sebuah permadani yang indah yang saya dapatkan dari Teheran. Setiap hari, di atas permadani untuk berdoa itu, disamping tempat tidur saya, saya berdoa.
Sebuah tempat untuk berdoa, suatu waktu untuk berdoa: “Dan ia berlutut serta berdoa tiga kali sehari.” Pada saat fajar yang memerah dan segar menyingsing di pagi hari, di saat siang hari terik yang baik (tengah hari), dan pada saat senja serta bayangan malam. Seperti yang dituliskan oleh pemazmur: “Karena bagi saya, saya akan memanggil Tuhan, dan Tuhan akan menyelamatkan saya. Di senja hari dan di pagi hari, dan di siang hari, aku akan berdoa dan berseru dengan kuat, dan Tuhan Allah akan mendengar suaraku.” Tiga kali sehari, di pagi hari, di siang hari dan di sore hari, Daniel berdoa.
Dan ada sikap tertentu pada saat ia berdoa. Dan dia berlutut di atas lututnya dan berdoa dalam sikap tunduk, di dalam kerendahan hati, menyerahkan dirinya, ia membungkukan badannya di hadapan Tuhan dan berdoa. Saya tidak menyangkal bahwa saudara-saudara sekalian dapat berdoa, terbaring putus-asa di tempat tidur, saudara tertidur sembari berdoa, ataupun berdoa ketika saudara berjalan, atau mengendarai mobil, atau di dalam pekerjaan, sedang duduk, sedang berdiri, akan tetapi ada sesuatu – berlutut dalam doa yang melakukan suatu pekerjaan psikologis terhadap jiwa.
Kalaulah saya tahu melakukannya, kita akan berdoa di dalam tempat yang suci ini sambil berlutut, seperti yang dilakukan oleh majelis kita, seperti yang dilakukan oleh diaken kita. Semuanya karena firman Tuhan, mereka berlutut dan berdoa:
Berlutut disaat berdoa! Dan dia berdoa dengan mengucap syukur. “Ia berlutut tiga kali sehari dan ia berdoa dengan ucapan syukur. “Tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” Apa yang harus disyukuri oleh orang ini? Diburu dan dibayang-bayangi serta terus menerus diganggu dan dibohongi serta dianiaya? Walaupun begitu ia tetap berlutut dan mengucap syukur kepada Tuhan seperti yang biasa dilakukannya! Begitulah yang terjadi pada saat orang Kristen bersinar.
Saya kira setiap orang akan mengucap syukur terhadap berkat yang diterimanya apakah ia percaya kepada Tuhan atau tidak. Dengarkanlah Khrushchev, ketika suatu ketika ia berbicara. Ia menunjukkan rasa syukurnya kepda Tuhan karena segalanya – seorang atheis dan seorang komunis! Saya kira setiap orang dapat menjadi ringan dan bersukacita, dan mengapung, dan bergembira dan bersyukur ketika segalanya berkilau dan menuju kearahnya. Akan tetapi untuk bersyukur kepada Tuhan karena kesengsaraan; dan untuk percaya bahwa “segalanya bekerja bersama-sama untuk kebaikan terhadap mereka yang mencintai Tuhan,” untuk bersyukur seperti yang dikatakan oleh Paulus, penuh perhatian dan tidak merasa cemas, akan tetapi kepada segala hal dengan ucapan syukur; beritahukanlah kepada Tuhan tentang hal tersebut – hati yang berterima kasih: “Tuhan, Tuhan, Engkau sudah demikian baik terhadapku.”
“Dan dengan tingkap-tingkapnya yang terbuka ke arah Yerusalem.” Membuka kisi-kisi itu, dan mereka menghadap kota yang suci itu dan menghadap ke bait suci itu, berdoa mengarah ke Yerusalem – tersimpan ke dalam hatinya, walaupun sudah berupa puing-puing reruntuhan. Dan selama tujuh puluh tahun keheningan telah diturunkan terhadap rumah suci milik Tuhan serta terhadap kota suci itu. Akan tetapi agung padanya, karena di dalam tempat itu, kemuliaan Tuhan Allah telah terlihat, dan di dalam tempat itu suara dari kasih Tuhan Allah telah didengar.
Dan dia membuka jendela-jendelanya mengarah ke tempat pemujaan Tuhan yang kudus itu. Ia percaya akan janji-janji Allah bahwa bangsa itu boleh kembali pulang ke tanah air mereka, bahwa kota itu boleh dibangun kembali dan bahwa bait suci itu boleh berdiri kembali. Dia boleh saja membuka jendelanya mengarah ke pasar; dia boleh saja membuka jendelanya mengarah kepada kerumunan orang banyak yang melintas; ia boleh saja membuka jendelanya mengarah dan melihat kepada kubah-kubah yang gemerlap itu di mana para politikus sedang berada di sana merencanakan kehancuran terhadap dirinya di Babilon. Tidak usah mencemaskan kerumunan itu atau mengurus tentang pasar itu; juga tidak perlu terbeban mengenai situasi politik di Babilon. Ketika tiba saatnya untuk berdoa, ia membuka jendelanya mengarah ke Yerusalem dan bait suci Tuhan.
Izinkanlah saya membacakannya untuk saudara-saudara sekalian. Pada saat mentahbiskan bait suci itu, raja Salomo berlutut dan menadahkan kedua tangannya mengarah kepada Tuhan dan ke langit dan berkata:
“Apabila mereka berdosa, apabila bangsaku berdosa kepadaMu – karena tidak ada manusia yang tidak berdosa – dan Engkau murka kepada mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh, sehingga mereka diangkut tertawan ke negeri yang atau yang dekat;
Apabila Tuhan, apabila mereka berbalik kepadaMu dengan segenap hatinya dan dengan segenap jiwanya di negeri orang-orang yang mengangkut mereka tertawan, dan apabila mereka berdoa kepadaMu dengan berkiblat ke negeri mereka yang telah Kau berikan kepada nenek moyang mereka, ke kota yang telah Kau pilih dan ke rumah yang telah kudirikan bagi namaMu:
Maka Engkau kiranya mendengarkan dari sorga … dan Engkau kiranya mengampuni umatMu yang telah berdosa kepadaMu.
Begitulah apa yang dilakukan oleh Daniel – Membuka jendelanya mengarah ke Yerusalem dan mengarah kepada bait suci serta berdoa kepada Tuhan Yang selalu menjawab doa.
Saudara tahu, bahwa saya dapat membayangkan cahaya yang datang dari sorga itu, yang dipantulkan kembali dari jendela-jendela itu kepada negarawan besar tersebut. Saya tidak berbiacara hanya tentang penilaian atau ketajaman atau diskriminasi di dalam kehidupan politik; karena dia adalah seorang pemimpin dan negarawan yang berkuasa dan bijaksana. Saya tidak hanya berbicara tentang kehidupan politik dan penghakiman. Akan tetapi saya sedang berbicara mengenai penglihatan akan sebuah kebahagiaan. Saya sedang berbicara tentang hal ini: Apakah saudara-saudara sekalian ingat ketika Tuhan berkata kepada bangsa Yahudi mengenai hari ini: “Abraham turut bersukacita melihat hariKu. Dan di telah melihatnya, apakah dia bersukacita?” Saya fikir Daniel akan melakukan hal yang serupa dan sama. Ia menengadahkan wajahnya ke arah Yerusalem dan bait suci itu, yang mana merupakan satu-satunya jenis Kristus yang ia dapatkan di dalam takdir itu. Akan tetapi pada saat Tuhan memantulkan kembali penglihatan itu ke dalam hatinya - (kita akan sampai ke sini, dalam pasal yang kesembilan dari kitab Daniel) – ia menggunakan bahasa yang serupa dengan apa yang dipakai oleh rasul Paulus.
Ketika Daniel berdoa dan ketika Tuhan Allah membuka hatinya dan menunjukkan segala hal mengenai Kristus kepadanya, seolah-olah ia sendiri yang sedang berdiri di depan salib itu. Seolah-olah ia sendiri yang berada di kuburan yang kosong itu. Seolah-olah ia sendiri yang menyaksikan kenaikan itu dan kedatangan di dalam kemuliaan itu. Allah menjawab dengan terang yang dipancarkan dari gerbang sorga. Dan bagi kita, jendelajendela kita terbuka bukan karena jenisnya, karena Daniel. Satu-satunya jenis Kristus yang kita dapatkan, bait suci itu, kaki dian yang bercabang tujuh itu, altar persembahan yang terbuat dari emas itu, kursi belas kasihan dan tabut perjanjian, jenis dispensasi ketika ia berdoa.
Pada saat ini, kita mendapatkan realita! Pintu hati kita terbuka mengarah kepada Yerusalem yang surgawi. Dan kita menemukan realita tentang terang dan pengampunan, dan perantara kita yang agung di dalam Yesus Kristus. Karena kita tidak pulang ke Gunung Sinai, dengan kilat dan petirnya serta gempa buminya yang luar biasa dengan jalan mana bahkan Musa berkata: “Aku benar-benar ketakutan dan berguncang;” akan tetapi kita sedang mendatangi gunung Sion, dan mengarah ke kota Tuhan yang hidup, Yerusalem yang baru; dan kepada kumpulan malaikat yang tak terhingga jumlahnya, kepada gabungan umum dan geraja sulung, mereka yang namanya tertulis di sorga; dan kepada roh yang membuat seseorang menjadi sempurna, dan kepada Yesus, perantara dari Perjanjian Baru dan kepada darah yang menetes yang mengucapkan hal-hal yang lebih baik untuk kita dan kemudian kepada Abel. Jendela-jendela kita sekarang telah terbuka mengarah kepada Yerusalem yang baru dan kearah Juru Selamat yang dilambangkan oleh kaki dian dan altar serta kursi kemurahan hati itu.
Dan sekarang, dapatkah saya mengatakan kalimat lain lagi? Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem, tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” Sekarang, dari mana datangnya hal tersebut? Saya akan memberitahu saudara dari mana datangnya dengan tepat dan akurat! Ia sudah menjadi orang yang tua sekarang, sembilan puluh tahun sudah umurnya. Dan dia dibawa untuk ditawan keluar dari Yehuda ketika dia masih muda. Akan tetapi kembali ke sana di mana ayahnya dimakamkan, kembali ke sana di negeri dari tempat mana ia dirampas sebagai tawanan dan sebagai seorang budak, di sana ada ayah, di sana ada ibu dan ada rumah orang-orang beriman. Dan di sana mereka mengajari anak-anak kecil mengenai nama Tuhan dan menyembah hanya kepada Allah yang sejati. Dan semua gemerlap Babilon yang berkilau tidak dapat menodai kenangan itu dari dalam hatinya. Dan sekarang, seseorang yang sudah tua, berumur sembilan puluh tahun, menghadapi pencobaan yang terbesar di kehidupannya (kematian karena terpisah), orang tua itu memalingkan wajahnya ke arah kenangan akan ibu dan ayahnya dan rumahnya. Ia tidak pernah melupakan hal itu. Begitu juga dengan kita. Begitu juga dengan saudara-saudara sekalian. Begitu juga dengan mereka, diangkat keatas di dalam kasih dan pemeliharaan Tuhan.
Dan itulah yang akan menjadi permohonan kita pada hari ini pada saat sebentar lagi kita akan bernyanyi. Engkau dan keluargamu, dengan pasanganmu, atau hanya engkau sendiri, Hari Ibu, Hari Keluarga, Hari Tuhan, engkau, bangkitlah dari tempat dudukmu, turunilah anak-anak tangga ini, masuk ke dalam lorong dan di sini sampai ke depan: “Inilah aku, Pak Pendeta, dan aku sudah berdiri!”
Tuhan mengundangmu; Roh Yesus mengundangmu, para malaikat mengundangmu; Allah Bapa kita mengundangmu; Tuhan dari semua orang mengundangmu. Sementara kita menyanyikan lagu ini, datanglah. Engkau beserta dengan seluruh keluargamu, engkau berdua, hanya engkau sendiri, buatlah keputusan itu sekarang di dalam hatimu. Dan pada saat kita berdiri sebentar lagi untuk bernyanyi, bangkitlah dan datanglah: “Inilah aku, pak Pendeta. Aku telah melakukannya pada hari ini. Aku datang sekarang!