Dr. W. A. Criswell
John 3:16
04-03-85
Selamat datang ke dalam seri khotbah tentang keilahian dari Tuhan kita. Injil Yohanes telah ditulis untuk menggambarkan, untuk menjelaskan, melukiskan, untuk mendefinisikan, untuk membela Ketuhanan, dan keilahian Yesus Kristus. Dan tema dari khotbah dalam seminggu ini adalah kesaksian Yohanes tentang Yesus, Tuhan Yesus Kristus.
Pada hari Senin: Kristus: Firman Allah. Kemarin: Kristus: Kuasa Allah. Besok, pada hari Kamis: Kristus: Jalan kepada Allah. Dan Jumat: Kristus: Korban, Tebusan Allah. Dan pada hari ini: Kristus: Kasih Allah, Karunia Allah.
Dalam semua literatur dan di dalam semua Kitab Suci tidak ada sebuah ayat, yang sering dikutip dan dikenal dengan sangat baik seperti Yohanes 3:16: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang monogenes, yang tunggal.”
Keunikan yang besar, dan terpisah; yang tidak dapat dijelaskan serta tidak dapat dielakkan: AnakNya yang tunggal. Dia memberikanNya sendiri. Karunia yang terbesar di dalam hidup bukanlah berbentuk materi atau uang. Mereka selalu dari hati, dari jiwa.
Anda melihat itu di dalam sikap anda terhadap hal-hal yang terletak di tangan anda yang mungkin relatif bernilai kecil, tetapi mereka sangat berharga karena seseorang telah menyentuhnya. Dan kasih sseorang yang mereka berikan kepada anda—sepasang anting-anting, sebuah cincin, sebuah gelang, sebuah kalung. Seseorang mungkin membuatnya sebagai sebuah kejutan bagi anda.
Saya pernah mendengar seorang wanita yang suatu kali rumahnya terbakar habis. Dia berkata, “Saya dapat menggantikan semua perabot dan semua alat-alat makan dan semua lukisan, semua permadani, dan semua karpet. Tetapi saya tidak akan pernah dapat menggantikan foto dari bayi kami, dan seikat rambut, dan pakaian pengantin, dan hal-hal yang menjadi miliki ibu saya.”
Di luar porsi dari nilai uang atau nilai materinya, adalah cinta yang membuat mereka berharga dan disayangi. Seperti seorang pria yang kehilangan anak laki-lakinya dalam perang—dia berkata, “Jika saya memiliki jutaan bintang dan ribuan planet dan tujuh benua dan barisan pegunungan serta lautan dan samudera, saya akan memberikan mereka semuanya jika anak saya dapat kembali.”
Adalah hadiah dari kasih, dari rasa sayang, dari diri sendiri, dari jiwa dan hati yang membuat sumbangan itu berharga. Dan itu adalah karunia dari Allah. Keindahannya dan kenangan yang luar biasa terhadap kita tidak hanya bisa didefinisikan dalam bentuk bintang-bintang dan alam semesta dan gugusan planet. Hal itu harus didefinisikan dalam bentuk kasih , pemberian dari diriNya sendiri. Dan itu adalah makna dari teks yang indah ini. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan diriNya sendiri, anakNya yang tunggal.
Saya memiliki tiga hal untuk menggambarkan karunia yang tidak biasa dari Tuhan kita. Yang pertama. Hal itu selamanya menyucikan planet kita—daratan bumi ini, yang kita tinggali—karena Dia telah datang kemari. Dia telah lahir di sini. Dia telah berinkarnasi di sini. Kristus telah melayani di sini. Dia telah mati di sini. Dia telah dikuburkan disini. Dia telah dibangkitkan dari kematian di sini. kehadiranNya dan hidupNya selamanya menguduskan dan menyucikan planet ini. Tidak ada hal lain yang lebih besar di alam semesta ini selain di bumi. Yesus telah membuatnya demikian.
Sekarang seorang kafir dapat berkata, “Itu adalah hal bodoh yang menggelikan. Di dalam milyaran dan milyaran tahun cahaya yang menggambarkan ciptaan yang luas ini, apakah anda berpikir bahwa hal kecil yang tidak bertalian ini dari debu yang diambil dari tanah dapat menjadi sesuatu yang paling di kasihi di dalam hati seorang pencipta—jika ada suatu oknum sebagai Allah pencipta? Jawaban saya akan sangat jelas sekali. “Ya. Untuk sebuah hal, menjadi sesuatu yang dikasihi dan berharga bukan karena ukurannya tetapi dari kasih yang dicurahkan ke dalamnya.”
Ketika saya menjadi mahasiswa di Kentucky, dan berkendaraan dari gereja saya yang kecil, saya sering melewati Hodgenville. Di sana ada sebuah monumen yang indah di atas sebuah pondok yang kecil dimana Abraham Lincoln dilahirkan. Dan di sebelah kanan belakang rumah kayu itu, di dindingnya ada prasasti, sebuah kata, sebuah kalimat yang berasal dari dia: “Semua hal yang pernah saya harapkan untuk saya miliki adalah untuk malaikat ibu saya, Nancy Hanks Lincoln.”
Pondok kecil itu sangat kecil dan lebih kecil dari pondok yang berada di pusat kota Dallas. Itu merupakan hal terkecil yang pernah saya lihat untuk menjadi sebuah rumah. Tetapi, ketika anda menggambarkannya, anda tidak berkata betapa kecilnya rumah itu.
Mari kita letakkan penekanan di dalam sebuah rumah, betapa kecilnya rumah itu. Di sini adalah tempat malaikat ibunya tinggal. Di sinilah pemuda itu lahir. Itu adalah sebuah tempat besar dan terhormat—betapa pun kecilnya hal itu. Adalah kasih, yang berada di dalam hati; adalah jiwa yang membuatnya menjadi sebuah rumah.
Biarkan saya bertanya sesuatu kepada anda. Anda beritahukanlah saya. Seandainya anda memiliki dan hidup dalam sebuah rumah besar di Fifth Avenue di Kota New York. Dan di dalam kediaman yang indah dan mahal itu, anda memiliki semua hal yang dapat dibeli oleh uang—lukisan-lukisan anda, permadani hiasan dinding, perabot anda, perlengkapan makan anda, semua hal yang memiliki pengaruh dalam hidup. Dan di dalam rumah itu, di dalam rumah yang besar itu, ada bayi yang sangat mungil, bayi anda yang beratnya hanya tujuh pon, bayi yang sangat kecil.
Dan ketika anda berada di kantor, di salah satu pencakar langit di Manhattan, dan suatu hari telepon berbunyi. Dan sebuah suara yang heboh di ujung jalur yang lain berkata, “Rumah besar anda sedang terbakar, terbakar di bagian atas dan bawah.”
Sekarang beritahukan saya, maukah anda, dalam ketergesa-gesaan dan kegelisahan serta keprihatinan berkata, “Beritahukan kepada saya bagaimana dengan lukisan-lukisan saya? Beritakan kepada saya bagimana dengan perabot-perabot yang indah itu? Beritahukan kepada saya bagaimana dengan hiasan permadani dinding saya?” Atau akankah anda berkata, “Beritahukan kepada saya, apakah bayi saya selamat?” Jika anda memiliki sebuah hati, anda memiliki sebuah jiwa, maka dalam kecemasan anda hal yang pertama yang akan menjadi penyelidikan anda adalah apakah bayi anda selamat. Hal yang menenangkan adalah perhiasan, uang simpanan, hiasan. Tetapi hati dari semua itu adalah anak.
Allah memiliki sebuah hati. Allah adalah jiwa, dan roh serta kasih. Dan betapa pun luasnya alam semestaNya dan ketidak terbatasanNya, kuasa penciptaan yang berada di tanganNya, perhatianNya yang paling utama adalah anda. Allah begitu mengasihi kita, Dia telah memberikan AnakNya yang tunggal. Itu adalah anda.
Tidak hanya kehadiran Kristus yang mengeramatkan dunia kita, betapapun kecilnya dia dalam bintang-bintang yang luar dari alam semesta ini, tetapi kehadiranNya di tengah-tengah kita, menyucikan dan mengeramatkan kehidupan manusia. Tidak peduli siapa pun dia. Dan meskipun saya berbicara tentang reruntuhan kapal serta barang-barangnya yang terapung-apung di laut yang meliputi kota Dallas sebagai kota yang betumbuh besar dan semakin besar. Dan akan berlanjut hingga seperti kota New York. Dan ribuan serta ribuan dari gelombang arus di dalam New York yang akan datang ke Dallas. Mereka di sini sudah siap. Kadang-kadang saya melewati mereka. Dan saya berpikir, “Betapa mesumnya dan kotornya kehidupan manusia? Lihat. Lihat.” Dan kemudian saya mengingatkan diri saya sendiri, “Tetapi itu adalah manusia yang untuknya Kristus telah mati.” Dan seperti apapun kotornya serta mesumnya dia, dia berharga di mata Tuhan. Kristus menyucikan kehidupan manusia di dalam kedatanganNya untuk menjadi salah satu dari kita, untuk berinkarnasi sehingga sama seperti kita, dan mati untuk kita.
Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sesuatu yang sangat tajam menekankan hal itu. Ada seorang wartawan perang dari Amerika di Sanghai, Cina—seorang pria Kristen. Dan ketika dia di sana, dia membuat persahabatan dengan seorang wartawan perang Cina, yang beragama Budha. Dan dua orang yang itu berbicara tentang agama mereka—orang Kristen dan Kristusnya, dan orang Budha itu dengan berhalanya. Dan pengikut Budha berkata kepada wartawan perang orang Kristen itu, “saya menyukai agama saya yang lebih baik dari agama anda. Kepercayaan anda sangat menggelikan. Sangat melankolis, gelap dan menyedihkan. Itu adalah kepercayaan terhadap sebuah salib, darah dan penderitaan.
“Agama saya,” katanya, “Adalah kebahagiaan dan kelegaan. Dewa saya, Budha, duduk di sana dan tersenyum. Dan dia gemuk, subur dan dia bahagia. “Dan ketika saya melihat Allah anda di atas salib, saya merasa tertekan. Tetapi ketika saya melihat allah saya tersenyum dan bahagia, dia membuat saya tersenyum. Dan dia membuat saya bahagia. Saya suka agama saya lebih baik dari agama anda.”
Koresponden perang itu adalah orang awam. Dia bukan seorang teolog. Dan dia tidak tahu menjawabnya. Apa yang wartawan perang Cina itu sampaikan adalah kebenaran yang tidak dapat dia sangkal. Iman Kristen berpusat di sekitar salib, diseputar kematian tebusan, diseputar penderitaan Juruselamat. Dan Budha, tentu saja, ada di sana di dalam kesuburannya, kegemukannya dan senyumnya.
Suatu hari dia mendapat jawabannya. Dia berada dalam sebuah riksaw (becak Cina yang ditarik oleh manusia)—yang dipilih secara acak di jalanan Sanghai. Dan ketika itu, dia tertarik oleh seorang pria, seorang kuli Cina yang sedang menarik ricksaw yang hampir rusak di jalan kota Sanghai. Wartawan perang Amerika keluar dari sebuah mobil kecil dan pergi berkeliling serta melihat dia. Dia sudah tua, seorang kuli tua yang kurus. Dan dia dipenuhi oleh rasa lelah dan melarat serta kelaparan dan terbaring sekarat.
Kemudian, wartawan perang itu berusaha untuk menarik perhatian seseorang. Mereka mengabaikannya. Mengapa harus memberikan perhatian kepada seorang kuli yang kurus dan kelaparan? Dan dia gagal mendapatkan sebuah pertolongan, kemudian wartawan perang Amerika itu meraih dan mengangkat tubuh yang lemah itu dan mengangkat dia di atas lengannya, dan sebagaiamana dia melihat ke arah kuli itu, sebuah jawaban datang ke dalam hatinya.
Kemanakah kamu akan membawanya—orang yang miskin, kurus, kelaparan dan sekarat?
Akankah kamu membawanya dan membaringkan dia di hadapan berhala dari Budha kecil yang gemuk dengan tangannya yang terlipat diatas perutnya yang gendut dan tersenyum? Akankah? Atau akankan kamu membawanya ke bawah salib, kepada Tuhan Allah yang mengetahui apa artinya lapar, menderita, sakit dan mati? Selamanya, saya katakan, bahwa kedatangan Kristus—karunia Kristus di dunia ini—adalah untuk menyucikan dan menguduskan semua kehidupan manusia. Semuanya.
Hal yang lainnya. Kedatangan Kristus ke dalam dunia ini—karunia Allah di dalam Kristus Yesus—selamanya menyingkapkan kedekatan sorga kepada dunia. Hanya di sana. Hanya di sana. Jika mata iman di sana terbuka, saya dapat melihatnya. Hanya di sana. Sorga.
Ketika Dia lahir, para malaikat bernyanyi. Ketika dia bertransfigurasi, orang-orang kudus berada di sana, Musa dan Elia. Hanya di sana. Ketika Dia bangkit dari kematian, malaikat-malaikat duduk di atas kuburanNya. Dan ketika Dia naik ke sorga, mereka berkata, “Dia akan datang kembali sama seperti kamu telah melihatNya sebelumnya.” Begitu sangat dekat. Begitu sangat rapat. Sorga dan bumi bersama-sama.
Saya seringkali merasa kagum. Pasal yang luar biasa dari Ibrani pasal sebelas, daftar panggilan dari para pahlawan iman. Tidak ada pembagian pasal ketika kitab ini ditulis. Dan selanjutnya setelah pasal sebelas, setelah daftar dari orang-orang kudus Allah itu, pasal selanjutnya berkata, “Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan.” Siapakah orang-oramg bagaikan awan yang menjadi saksi bagi kita? Siapakah mereka? Mereka mengelilingi kita. Mereka berada di sini.
Atau saya berpikir tentang Tuhan kita di dalam Injil Lukas pasal lima belas. Dia berkata, “Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat”—terhadap seorang yang datang dalam iman kepada Tuhan Yesus. Siapakah orang-orang yang bersukacita atas seseorang yang datang menelusuri lorong ini, membuka hatinya terhadap kehendak sorga dan kehendak Allah? Siapakah mereka? Saya tidak tahu. Alkitab tidak mengatakannya. Semua yang saya tahu adalah mereka begitu dekat. Awan besar yang bersaksi mengelilingi kita, dan mereka adalah orang-orang yang bersukacita di hadapan para malaikat Allah terhadap kesaksian yang luar biasa dari iman seseorang di bawah sini, di dalam dunia ini, mereka sangat dekat—mereka terhadap kita dan kita terhadap mereka.
Satu orang tua telah bersaksi di pertemuan doa. Ketika saya sedang bertumbuh sebagai seorang muda, ibadah Rabu kami adalah sebuah ibadah kesaksian. Dan orang tua ini sedang bersaksi. Dia berkata, “Ketika saya masih seorang bocah, saya sering berpikir tentang sorga. Dan sebagaimana saya berpikir tentang sorga, itu adalah sebuah tempat yang dindingnya terbuat dari jasper.”
Saya ingin berkata tentang sebuah kata kepada anda tentang jasper itu. Seseorang menyebutkannya di mimbar ini hari Minggu yang lalu dan berbicara tentang itu sebagai sesuatu yang hijau. ‘Yasper,’ yasper adalah kata Yunani yang tidak seorangpun tahu apa artinya. Jadi dengan demikian mereka tidak menerjemahkannya. Mereka menempatkannya ke dalam bahasa Inggris sebagai j-a-s-p-e-r.
Tetapi Alkitab mengatakannya dengan jelas tentang hal itu sebagai kristal. Dengarkanlah, jasper adalah permata. Permata. Kita akan menyebutnya permata. Dan tembok, sebuah tembok yang tinggi dibuat dari permata yang rapat. Pikirkanlah tentang hal itu.
Dan orang tua itu berkata, “Memikirkan tentang sorga sebagai seorang bocah, saya melihat tembok yang tinggi itu sebagai permata yang rapat. Dan gerbangnya dipenuhi dengan mutiara, dan jalannya terbuat dari emas, dan dipenuhi dengan malaikat berpakaian putih dan dipenuhi dengan orang yang banyak yang tidak saya kenal.” Kemudian dia berkata, “Sebagaimana hari-hari telah berlalu, saudara laki-laki saya yang kecil meninggal. Dan saya berpikir tentang sorga sebagai tempat yang memiliki dinding permata, gernbang mutiara dan jalan emas serta malaikat yang berpakaian putih dan sebuah wajah kecil yang saya kenal, saudara laki-laki saya.”
Orang tua itu melanjutkan dan dia berkata,”dan tahun-tahun berlalu, ibu saya meninggal dan ayah saya meninggal. Dan semua saudara saya laki-laki dan perempuan meninggal, dan sebagaimana tahun-tahun terus berlalu, istri saya meningal, anak-anak saya meninggal. Dan sahabat-sahabat saya juga meninggal. Dan saya tinggal sendirian.” Kemudian dia melanjutkan, “Ketika saya berpikir tentang sorga sekarang, saya tidak pernah berpikir tentang tembok yang terbuat dari permata, atau gerbang mutiara, atau jalan emas, atau malaikat yang berpakaian putih, atau kumpulan orang banyak yang tidak saya kenal.”
“Tetapi ketika saya berpikir tentang sorga sekarang,” dia berkata, “saya berpikir tentang saudara kecil saya, dan kemudian ayah dan ibu saya, kemudian seluruh keluarga saya, dan kemudian istri saya dan anak-anak saya. Dan saya berpikir tentang semua sahabat saya, dan di atas semuanya, saya berpikir tentang Yesus. Saya memiliki semuanya dengan lebih di sana,” dia menambahkan, “dari apa yang telah saya miliki di sini.” Itu adalah sorga!
Pada pukul 2:30 sore ini, saya akan memakamkan istri dari salah satu diaken kita. Dan pada pukul satu besok di kapel kita, saya akan memakamkan ibu dari salah satu istri diaken kita. Anda tidak dapat mulai untuk mengetahui kekuatan dan kenyaman yang memenuhi hati saya ketika saya berdiri pada sebuah ibadah untuk mengenang dan berbicara tentang rumah yang berada di sana. Tepat di atas sana.
Aku akan menyanyikan sebuah lagu bagimu
Tentang negri yang indah itu
Jauh disana, kediaman bagi jiwa
Dimana badai tidak akan pernah menghempas
Di atas hamparan pantai yang berkilau
Dimana tahun-tahun keabadian menggelinding
Oh, betapa manisnya
Berada di negeri yang indah itu
Terbebas dari semua kedukaan dan kesakitan
Dengan lagu diatas bibir kita
Dan harpa di atas tangan kita
Untuk bertemu kembali antara satu dengan yang lain
Sorga begitu dekat dengan bumi! Dan Tuhan kita, betapa sebuah kenyamanan yang sederhana yang ditawarkan kepada kita dengan tangan yang dipaku dari yang menembus Juruselamat kita—O Allah, betapa sebuah kekuatan dan sebuah pengharapan yang kami hadapi hari demi hari!
Di dalam kasihNya dan anugerah serta dalam namaNya yang terkasih, Amin.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.