DUA PERJANJIAN
(THE TWO COVENANTS)
Oleh Dr. W. A. Criswell
Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto
Khotbah ini dikhotbahkan pada kebaktian Minggu Pagi, 12 November 1972
di First Baptist Church in Dallas
Teks: Galatia 4:21-31
Thema khotbah kita hari ini adalah DUA PERJANJIAN. Dan bagi para pendengar radio dan televisi, anda sedang bergabung dengan kebaktian kami di First Baptist Church di Dallas, dan selama bulan-bulan ini kita telah dan masih akan menyampaikan khotbah seri dari Kitab Galatia. Dan khotbah eksposisi ini adalah ayat terakhir dari pasal empat surat Paulus yang ditujukan kepada jemaat-jemaat di Galatia ini. Kita akan mulai membaca ayat dua puluh satu.
“Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat, tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat? Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji. Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar-- Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab--dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita. Karena ada tertulis: "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak dari pada yang bersuami." Dan kamu, saudara-saudara, kamu sama seperti Ishak adalah anak-anak janji. Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini. Tetapi apa kata nas Kitab Suci?....
-- Ia mengutip ini dari Kejadian 21:10 --
Tetapi apa kata nas Kitab Suci? "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu." Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka” (Galatia 4:21-31)
Allah sendiri yang telah membuat perbedaan yang begitu menyolok antara anugerah dan hukum Taurat. Perbedaan keduanya adalah sejauh Timur dari Barat, seperti antara terang dan gelap, seperti air dan api. Kitalah yang seringkali mengacaukannya sehingga perbedaan yang begitu jelas ini menjadi kabur. Allah telah memberikan perbedaan ini dengan sangat jelas. Kita seperti orang yang masuk ke dalam sebuah Pantheon (kuil penyembahan para dewa) dan melihat dua dewa yang saling bertentangan – baik dan jahat, namun mereka menyembah keduanya --. Dan tentu bagi kita ini adalah sesuatu yang membingungkan atau aneh. Dan itu bukan pikiran dan wahyu atau tujuan Allah. Hukum Taurat jelas berbeda dengan anugerah/kasih karunia. Namun selalu ada tendensi pada orang-orang yang telah diselamatkan oleh anugerah, oleh percaya, oleh iman, untuk kembali, mencari jasa dan keselamatan melalui pekerjaan hukum Taurat – melalui ketaatan dan ordinansi-ordinansi dan ritual-ritual dan seremonial-seremonial, dan perintah-perintah hukum Taurat.
Demikian juga dengan gereja kecil Yahudi itu [penerima surat Ibrani]. Kita tidak tahu di mana itu berada. Namun di sana ada gereja Yahudi di zaman para Rasul, yang merupakan kumpulan orang-orang telah diselamatkan oleh anugerah, memiliki kemerdekaan di dalam Kristus, namun yang lekas berbalik kepada kuk dan perhambaan upacara-upcara dan ritual-ritual dan seremonial-seremonial legalisasi Mosaik. Dan ini berada dalam bahaya penyesatan, sehingga penulis Kitab Ibrani, berusaha mengikatkan mereka kepada kemerdekaan yang mereka telah memiliki di dalam Kristus, dan tidak kembali kepada tipe-tipe dan bayangan-bayangan dan perintah-perintah dan ordinansi-ordinansi legalisasi lama/tua ini. Kita bukan hanya menemukan kenyataan ini di antara orang-orang Yahudi saja, namun surat Galatia ditujukan kepada jemaat-jemaat di Galatia, yang adalah orang-orang non-Yahudi. Dulunya mereka adalah penyembah berhala, mereka adalah para penyembah berhala Yunani. Namun mereka telah menemukan Kristus dan di dalam anugerah dan rahmat-Nya, di dalam percaya kepada Dia, kemerdekaan yang begitu mulia dan keselamatan yang tiada bandingnya telah mereka terima. Namun mereka yang telah menemukan anugerah di dalam Kristus dan keselamatan melalui percaya di dalam nama-Nya ini juga mulai dipengaruhi untuk kembali kepada perbudakan dan perhambaan hukum Taurat dan ordinansi-ordinansi dan ritual-ritual dan sermonial-seremonial – memelihara hari-hari tertentu dan bulan-bulan tertentu dan tahun-tahun tertentu dan segala sesuatu yang bertalian dengan ritualistik dan liturgikal agamawi.
Kita tidak hanya menemukan ini di sepanjang abad masa lalu, namun tidak ada hati dan roh dan pikiran manusia yang tidak dikarakteristik oleh hal tersebut sampai pada hari ini, walaupun kita mungkin telah diterangi dan diiluminasi oleh Roh Kudus, walaupun kita telah dilahirkan kembali oleh kehadiran Allah di dalam hati kita. Ada kelemahan pikiran dan jiwa manusia yang secara terus menerus menarik kita kepada bujukan bahwa kita dapat memuji diri kita sendiri di hadapan Tuhan melalui perbuatan-perbuatan baik kita. Kita berpikir memang pantas menerima kebaikan Tuhan karena perbuatan-perbuatan baik kita itu. Dan kita berpikir bahwa melalui ritual-ritual dan seremonial-seremonial dan ketaatan serta perbuatan baik kita, kita dapat berjasa di hadapan Allah, atau diselamatkan oleh semua itu. Namun dalam tulisannya kepada jemaat-jemaat di Galatia ini Paulus menggunakan kiasan untuk menjelaskan perbedaan antara perjanjian Taurat dan perjanjian anugerah. Dan menunjukkan kepada kita bahwa jika kita berpikir dapat diselamatkan oleh hukum Taurat kita menjadi hamba atau budak sepanjang hidup kita. Kita tidak pernah bebas dan menjadi orang merdeka. Namun jika kita diselamatkan oleh perjanjian anugerah, kita tidak lagi berada di bawah perbudakan. Kita menjadi anak-anak di keluarga Raja Agung. Dan kita adalah ahli waris, menjadi ahli waris bersama Kristus.
Selanjutnya dengan menggunakan kisah ini, ia berbicara tentang hubungan antara Abraham dan Hagar dan Ismail dan hubungan antara Abraham dan Sara dan Ishak. Yang mana hubungan ini ia gunakan untuk menjadi kiasan untuk menjelaskan kebenaran. Ini mengkiaskan dua Perjanjian, yang pertama Perjanjian dari Gunung Sinai, yang cenderung membawa kepada perbudakan, yang memimpin kepada perbudakan, yang mana Hagar mengkiaskan ini: “Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab – dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita” (Galatia 4:25, 26). Dan ia adalah Sara, dan ia adalah ibu Ishak. Dan anak-anak Perjanjian dan ahli waris dalam keluarga ini yang memandang dan percaya dan beriman kepada Allah.
Selanjutnya, mungkin kita harus mengingat peristiwa ini yang dicatat dalam Kitab Kejadian yang Paulus gunakan di dalam presentasi alegoris antara usaha mencari pujian Allah untuk diri kita sendiri di hadapan Allah melalui hukum Taurat – melalui ketaatan – dan cara Yesus menyelamatkan kita di dalam kepercayaan dan iman. Di dalam Kejadian 15, Abraham datang ke hadapan Tuhan dan berkata: "Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu." Lagi kata Abram: "Engkau tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi ahli warisku."” (Kejadian 15: 2, 3). Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.” Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu” (Kejadian 15:6). Sehingga orang ini hidup di dalam iman dan keyakinan akan janji Tuhan. Itulah yang tertulis dalam Kejadian pasal lima belas. Kemudian pasal enam belas menjelaskan bahwa setelah hari demi hari bahkan tahun demi tahun berlalu, dan Abraham sudah berumur delapan puluh enam Tahun, dan Sarai berumur tujuh puluh enam tahun, ia mulai meragukan janji Allah. Sehingga menurut budaya yang bobrok pada waktu itu, Sarai – yang kehilangan iman dan pengharapannya pada waktu berumur tujuh puluh enam tahun itu – datang kepada Abraham dan berkata, “Hampiri hambaku, Hagar itu; mungkin oleh dialah aku dapat memperoleh seorang anak dan ahli waris melalui dia. Abraham mungkin keberatan, namun Sara mendesaknya. Sehingga Sara membawa budaknya itu dan menyerahkan dia ke dalam pelukan Abraham, dan ia menjadi istrinya dan mengandung serta melahirkan seorang anak. Dan mereka menamakan anak itu Ismail (Kejadian 16:1-11). Itulah catatan Kejadian pasal enam belas.
Dalam Kejadian tujuh belas, Allah datang kepada Abraham dan berkata kepada dia bahwa ia adalah bapa dari anak perjanjian. Dan Sara istrinya itu akan menjadi ibu dari anak perjanjian. Dan ketika Abraham berumur sembilan puluh sembilan dan Sarah berumur delapan puluh sembilan, Abraham tertawa serta berkata dalam hatinya: “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?” (Kejadian 17:17). Dan Allah menjawab, “Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.” Dan sesuai dengan waktu yang ditentukan, pada waktu Abraham berumur seratus tahun dan Sara berumur sembilan puluh tahun, Allah memberikan kepada mereka hadiah yang ajaib, yaitu seorang anak laki-laki lahir sebagai buah pinggang Abraham, dan lahir dari rahim Sara, dan mereka menamai anak itu Ishak – yang berarti tertawa, sukacita, kebahagiaan. Allah telah memelihara janji-Nya dengan setia (Kejadian 17:1-19). Itulah Kejadian tujuh belas.
Kemudian di pasal dua puluh satu, ketika Ishak disapih, Abraham membuat pesta yang meriah di rumahnya untuk merayakan datangnya masa kanak-kanak dari bayi kecilnya itu. Dan dalam pesta itu, Ismail, yang sudah berumur enam belas tahun, mengejek dan mentertawakan Ishak, dan ketika Sara melihat itu ia berkata kepada Abraham, suaminya, “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak.” Dan walaupun hal itu membuat Abraham sebal, namun Tuhan berfirman, “Itulah yang terbaik.” Sehingga Hagar, wanita hamba itu dan anaknya Ismail, anak hamba itu, diusir dari rumahnya. Dan satu-satunya ahli waris Abraham adalah benih perjanjian itu, yaitu Ishak, anak dari iman. Paulus menggunakan kisah ini, seperti yang ia katakan, yaitu untuk mengkiaskan perbedaan perjanjian Taurat dan perjanjian anugerah.
Hagar, wanita hamba itu dan Ismail, anak hamba itu, merepresentasikan Sinai dan perjanjian kerja. Itu adalah hamba di sepanjang hidup mereka. Namun Sara dan Ishak, anaknya, yaitu anak perjanjian merepresentasikan Kalvari dan mereka akan menemukan kebaikan dan anugerah di dalam hadirat Allah di dalam kasih sayang dan pengampunan di dalam Kristus.
HAGAR ADALAH KIASAN ORANG-ORANG YANG
BERADA DI BAWAH PERHAMBAAN
Yang pertama Hagar. Ia adalah seorang hamba dan di sepanjang hidupnya ia tetaplah seorang hamba. Ia adalah budak yang harus bekerja. Dan walaupun sepanjang hidupnya ia bekerja di rumah tuannya, namun ia tetaplah hamba yang harus tetap bekerja. Dan anak-anaknya juga akan menjadi hamba dan mereka semua juga harus bekerja. Mereka bekerja di rumah tuannya untuk suatu upah. Dan mereka merepresentasikan orang-orang yang mencari keselamatan melalui pekerjaan atau perbuatan baik mereka, yaitu melalui memelihara upacara-upacara ritual atau seremonial atau melakukan sesuatu dalam mentaati perintah-perintah hukum Taurat. Dan mereka harus terus bekerja dan bekerja. Dan setelah sepanjang hidupnya mereka bekerja, mereka tetaplah masih seorang budak, mereka tetap seorang hamba.
Begitu juga bagi orang yang mengharapkan memperoleh kebaikan Tuhan melalui jasa-jasanya sendiri. Ia harus terus bekerja dan bekerja. Anda boleh bertanya kepadanya, “Apakah anda sudah diselamatkan.” Ia akan menjawab. “Saya tidak tahu.” Ketika ia akan mati, anda boleh bertanya kepadanya, “Apakah anda telah diselamatkan.” Dan ia akan menjawab, “Saya tidak tahu, saya mungkin belum cukup baik. Saya mungkin belum melakukan sesuatu yang cukup baik. Jadi saya tidak tahu. Saya tidak dapat mengetahuinya, karena saya mencoba untuk menyelamatkan diri saya sendiri dengan berbuat baik dan berbuat baik, saya masihlah seorang hamba. Saya adalah hamba. Saya tidak pernah tahu apakah saya sudah selamat atau belum.” Dan ia mati sebagai hamba.
ISMAIL ADALAH KIASAN DARI LEGALISME
Ismail adalah tipe dari semua orang yang mengutamakan legalitas, semua orang yang mengharapkan pujian dari Tuhan berdasarkan perbuatan-perbuatan baik mereka.
Pertama, Ismail lebih tua, ia yang pertama kali dilahirkan. Dan seperti itu jugalah dalam hidup kita. Ketika kita masih kanak-kanak, kita sama seperti hamba. Kita didisiplinkan, kita harus diajar. Kita berada di bawah pengasuh dan pendidik. Kita tidak ada bedanya dengan seorang hamba. Pertama-tama dalam hidup kita selalu demikian.
Kedua, Ismail lebih besar dan lebih kasar dan liar seperti yang diucapkan dalam nubuatan. Ketika ia dilahirkan, dikatakan dalam Kitab Kejadian, “Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya” (Kejadian 16:12). Jadi inilah anak-anak Taurat. Ismail adalah seorang yang liar, kasar dan kejam. Hukum Taurat adalah impersonal dan tak berbelaskasihan. Tidak ada kasih karunia atau pengampunan atau kasih dan keramahan atau simpatik di dalamnya. Hukum Taurat bersifat impersonal. Ketika seseorang yang ditemukan mengumpulkan kayu api pada hari Sabat yang tercatat dalam Kitab Bilangan, hukum Taurat berkata, “Lempari dia dengan batu.” Dan ia dilempari batu oleh segenap bangsa itu. Mereka membawanya keluar perkemahan dan dilempari batu sampai mati (Bilangan 15:32-36). Ketika Akhan dan keluarganya menyembunyikan barang-barang jarahan dari reruntuhan Yerikho, yaitu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya, hukum Taurat berkata, “Lempari dia dengan batu,” dan mereka melakukannya. Itulah hukum Taurat.
Ketika ada seorang wanita berdosa dibawa kepada Tuhan Yesus, orang-orang Farisi berkata, “Menurut hukum Taurat Musa ia harus dilempari batu. Ia harus dilempari batu. Itu adalah hukum Taurat.” Hukum Taurat mengharuskan orang berdosa harus mati. “Upah dosa adalah maut.” Hukum Taurat bersifat impersonal dan tidak berperasaan. Itu tak berbelaskasihan. Ismail kasar dan liar. Hukum Taurat mengutuk. Jika anda melanggar hukum Taurat, anda berada di bawah penghakiman dan kutuk.
Ketiga, Ismail adalah anak menurut daging, seperti Yerusalem sekarang ini. Ia turun ke dunia ini, ia memelihara perintah-perintah Taurat. Ia memelihara hari-hari tertentu dan bulan-bulan tertentu. Ia mengikuti semua ritual dan seremonial. Ia mengharapkan perkenanan Allah berdasarkan kebaikannya sendiri dan mengharapkan keselamatan melalui jasa-jasa perbuatan baiknya sendiri. Ia adalah anak menurut kedagingan. Ia bekerja untuk mendapatkan upah dan ia telah menerima upahnya. Dan Tuhan tidak pernah tidak memberikan upahnya. Tuhan pernah berbicara tentang orang Farisi yang berdiri di sudut-sudut jalan di mana semua orang dapat melihat ia sedang berdoa, Tuhan berkata, “Sungguh, ia telah menerima upahnya.” Ia telah menerima apa yang ia inginkan. Tuhan telah memberikan semua upahnya. Orang itu telah memperoleh upahnya, yaitu ketenaran dan kemasyuran di mata manusia. Allah telah memberikan upah sesuai dengan yang ia harapkan, yaitu supaya dilihat orang sebagai orang yang rohani. Namun semua itu adalah upah yang dibayarkan kepada seorang budak, dan setelah itu ia tetaplah hamba atau budak. Ia tetaplah seorang hamba yang harus secara terus menerus bekerja untuk mendapatkan upah. Ia adalah seorang hamba dan apa yang harus ia lakukan? Ia selalu gagal, apa yang harus ia lakukan? Ia tetap selalu jatuh ke dalam dosa, apa yang harus ia lakukan? Ia selalu gagal mencapai kesempurnaan, apa yang harus ia lakukan? Siapa yang dapat memberikan upah kepadanya? Siapakah yang dapat mengampuninya? Siapa yang dapat memberikan rahmatnya kepadanya? Bukan hukum Taurat, karena Taurat menjadi hukum yang bersifat impersonal dan harus menghakiminya. Belum pernahkan anda melihat lambang pengadilan, yairu seorang wanita yang menenteng timbangan di tangannya? Anda akan melihat matanya ditutup. Hukum bersifat impersonal dan tidak pandang bulu. Hukum tidak bisa diperlunak. Hukum tidak mempertimbangkan belas kasihan. Hukum tidak mempertimbangkan pengampunan. Orang yang terbukti bersalah harus dihukum. Itulah hukum Taurat. Jiwa yang berdosa harus mati. Itulah Hagar dan Ismail, anak perhambaan. Perjanjian kerja.
SARA DAN ISHAK KIASAN DARI PERJANJIAN ANUGERAH
Sara dan Ishak adalah perjanjian anugerah, Yerusalem sorgawi, ibu dari orang-orang yang diselamatkan oleh janji, oleh kemurahan hati Tuhan, oleh anugerah, oleh pengampunan dan kebaikan Tuhan. Tujuan Allah bukanlah melalui Abraham dan Hagar dan anak hamba itu untuk menyelamatkan dunia. Namun tujuan Allah adalah melalui Abraham dan Sara dan anak perjanjian untuk menyelamatkan dunia. Di dalam hidup kita, hukum Taurat adalah yang pertama mendominasi hidup kita, ketika kita sebagai anak yang berada di bawah pengasuhan, yang masih harus didisipinkan dan diajar. Hukum Taurat mengutuk dan memberikan penghukuman. Namun di dalam pikiran Allah, anugerah dan rahmat serta kemurahan-Nya selalu yang pertama. Sebelum dasar-dasar bumi diletakan Allah telah menetapkan Kristus untuk disalibkan dan mati untuk menebus dosa. Dan itu semua sudah diset dalam hati dan pikiran serta rencana Allah. Sebelum anda ada, Tuhan sudah mengenal anda dan mengasihi anda di dalam anugerah dan kebaikannya, mengampuni dosa-dosa anda dan mengangkat anda menjadi anak di dalam keluarga sorgawi. Empat ratus tiga puluh tahun sebelum Taurat Musa diturunkan, Allah telah berfirman, “Imanmu diperhitungkan sebagai kebenaran” (Kejadian 15:6). Dan ketika orang tua kita yang pertama jatuh ke dalam dosa, Allah menawarkan darah penebusan. Bumi meminum darah itu. Dan Ia mengambil kulit dari binatang yang tidak bersalah itu dan mengenakannya pada kedua orang tua pertama kita, dan ini merupakan suatu gambaran, suatu pratanda tentang persembahan penebusan, penyucian dosa melalui darah dan kematian, di dalam anugerah dan kasih dan pengampunan. Sara adalah perempuan merdeka. Ia tidak pernah menjadi hamba. Dan selamanya ia hidup bersama dengan suaminya sebagai perempuan merdeka. Jika anda pergi ke Hebron dan mengunjungi gua Makpela, di sana, setelah ribuan tahun itu anda akan melihat kuburan Abraham dan kuburan Sara yang berada di sampingnya. Mereka bersama untuk selamanya. Sara adalah perempuan merdeka – perjanjian anugerah – tidak pernah menjadi hamba.
Dan anaknya, Ishak, adalah anak perempuan merdeka. Ia adalah ahli waris dalam keluarganya. Ia adalah anak dari yang Maha Tinggi. Perhatikan dia. Ishak dilahirkan dari mujizat. Kelahirannya adalah mujizat Allah. Orang tuanya sudah hampir mati, Abraham berumur seratus tahun, sedangkan Sara sudah berumur sembilan puluh tahun pada waktu Ishak dilahirkan. Dan mereka memperoleh anak perjanjian itu karena intervensi Allah. Itu adalah suatu mujizat Tuhan. Allah lah yang telah melakukannya. Demikian juga dengan kita. Setiap orang yang diangkat menjadi anak atau diadopsi ke dalam keluarga Allah adalah mujizat kasih karunia. Ia adalah anak perjanjian. Ia tidak berkerja untuk memperolehnya. Sebenarnya ia tidak pantas menerimanya. Ia tidak pernah layak untuk menerimanya, karena itu adalah sesuatu yang Allah lakukan di dalam anugerah dan rahmat-Nya. Semua penemuan mekanikal di bumi ini tidak dapat menghasilkan anak seperti itu. Itu adalah sesuatu yang Allah telah lakukan. Budaya, ritual, ketaatan terhadap hukum Taurat atau hukum-hukum dunia, pendidikan dan semua hal ini tidak dapat melahirkan anak seperti itu. Anak Allah “diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Yohanes 1:13). Ia adalah anak oleh iman, oleh kasih karunia, dan ia diterima ke dalam keluarga Allah. Ia diselamatkan bukan oleh karena kebaikan atau pekerjaannya sendiri, bukan karena ia layak, namun ia diselamatkan di dalam pengampunan dan kasih karunia dan kasih serta rahmat dari Yesus. Dan Ishak bukan hanya dilahirkan secara ajaib, anak perjanjian mulia, namun ia adalah anak, anak dari perempuan merdeka. Ia tidak pernah menjadi hamba. Ia adalah ahli waris di dalam keluarga patriakh agung ini dan kita adalah ahli waris dari Raja Agung bersama Kristus.
Kita menjadi anak Allah, seperti Yesus adalah Anak Allah. Ia adalah saudara sulung kita. Kita adalah anak-anak Allah bersama dengan Dia. Kita menjadi anak-anak Allah bukan seperti penjahat yang diampuni dan ditoleransi, namun kita menjadi anak-anak Allah oleh karena kasih-Nya melalui Tuhan Yesus. Ketika anak bungsu yang durhaka pulang ke rumah bapanya, bapa itu tidak menerimanya sebagai tertuduh, sebagai kambing hitam yang tidak layak. Namun ketika ia kembali kepada bapanya, bapa itu berkata, “Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria” (Lukas 15:22-24). Itulah apa yang terjadi ketika kita masuk ke dalam keluarga Allah. Bukan karena kita layak, namun kita masuk oleh karena kasih-Nya. Bukan karena kita telah memelihara Taurat, namun oleh karena apa yang telah Ia kerjakan bagi keselamatan saya. Kita diampuni dan dikasihi dan disambut dalam rahmat dan kasih karunia dan kebaikan Allah. Itulah bagaimana kita diselamatkan, itulah bagaimana kita disambut. Itu adalah apa yang membuat kita bernafas. Tidak di bawah kuk perhambaan, namun oleh kasih-Nya saya diselamatkan. Saya disambut, dikasihi, dilahirkan kembali, diadopsi atau diterima menjadi anak-Nya, menjadi ahli waris dan mendapatkan peristirahatan damai bersama dengan Dia untuk selama-lamanya. Karena saya adalah anak dan karena saya telah diselamatkan. Saya mengasihi Tuhan dan ingin memuji Tuhan dengan lagu pujian yang mengatakan demikian,
Datanglah, engkau orang berdosa
Tersesat dan diperbudak Taurat,
Bila engkau menunggu menjadi lebih baik,
Engkau tak kan pernah mencapainya.
Ku dengar suara Yesus memanggil
Datanglah kepada-Ku dan beristirahatlah
Beristirahatlah dari jerih lelahmu
Senderkanlah kepalamu pada pundak-Ku.
Aku datang kepada Yesus sebagaimana adaku
Lelah dan kotor serta menyedihkan.
Ku temukan di dalam Dia tempat peristirahatan
Dan Ia telah membuatkan bahagia
[Pengarang dan sumber tidak diketahui].
“Pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Titus 3:5). Bagaimana saya tahu bahwa saya telah diselamatkan? Apakah karena saya telah memelihara hukum Taurat? Bukan. Apakah karena saya telah melakukan perbuatan-perbuatan baik? Bukan. Apakah karena saya telah memelihara dan melaksanakan semua bentuk ritual? Bukan. Kalau begitu bagaimana saya tahu saya telah diselamatkan? Karena Tuhan berjanji bahwa jika kita percaya kepada Kristus, Ia akan mengampuni dann menyelamatkan saya. Jika saya mau percaya kepada Dia, saya akan memiliki hidup kekal untuk selama-lamanya. Dan saya percaya Allah tidak dapat berdusta dan Ia pasti akan menetapi janji-Nya. Itulah caranya saya diselamatkan. Itulah caranya kita semua diselamatkan. Itu adalah di bawah kasih karunia dan kebaikan Allah. Anak-anak perjanjian Kalvari. Maukah anda menerima anugerah dan kasih dan rahmat serta pengampunan-Nya? Maukah anda menyerahkan hati dan hidup anda kepada Dia dan bergabung dengan persekutuan yang manis dalam jemaat ini? Pada waktu kita mengangkat pujian panggilan ini, bila anda mau menggambil keputuan yang paling penting bagi keselamatan anda hari ini, silahkan maju ke depan.