DIKENAL OLEH LUKA-LUKANYA

(KNOWN BY HIS SCARS)

 

Dr. W. A. Criswell

 

07-09-89

 

Yohanes 20:24-29

 

Khotbah ini berjudul,  Dikenal Oleh Luka-LukaNya. Seperti yang disebutkan oleh Dr. McLaughlin beberapa waktu yang lalu, ini adalah sebuah khotbah dalam menghadapi keputusasaan dan kehacuran serta kehilangan dari kematian. 

Di dalam seri khotbah kita melalui Injil Yohanes—Tunggu sebentar. Tunggu sebentar. Saya hampir lupa terhadap tugas mulia yang saya miliki.        

Kita memiliki sebuah kesempatan untuk menyambut ke dalam persekutuan kita, seorang wanita yang terkasih, yaitu Nyonya Earlene Brown. Dia menonton ibadah ini secara tetap dan teratur melalui Channel 11, yang memiliki makna yang dalam bagi dia dan menjadi sebuah berkat. 

Dia telah diselamatkan dan dibaptiskan pada usia sembilan tahun di Whitney Texas. Dia lahir pada tahun 1908.

Nyonya Earlene Brown, saya bersyukur kepada Allah atas anda. Saya lahir pada tahun 1909. Anda lebih tua satu tahun dari pada saya. Dan saya sangat berterima kasih kepada anda. Sangat jarang bagi saya untuk bertemu dengan seseorang yang lebih tua dari saya. Terberkatilah hati anda.

Dan jika anda merasa senang untuk menyambut orang kudus ini ke dalam persekutuan dari gereja kita, dia sedang menyaksikan melalui siaran televisi, biarkan dia melihat kita. Mari kita mengakat tangan kita sebagai sambutan bagi dia.  

Terima kasih! Sekarang anda telah menjadi bagian dari kami. Dan saya juga dapat menyampaikan bahwa ribuan orang lainnya yang sedang menyaksikan ibadah ini melalui siaran televisi, dan anda tidak memiliki sebuah gereja, kami senang untuk menyertakan anda di dalan komuni kami serta persekutuan kami. 

Seperti yang telah saya sampaikan, di dalam seri khotbah kita melalui Injil Yohanes, kita telah berada di bagian ayat yang terakhir dan merupakan sebuah klimaks. Dan itu terdapat di dalam pasal dua puluh dari injil yang keempat ini, dimulai dari ayat 19:

Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!"

Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan.

Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.

Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: "Kami telah melihat Tuhan!" Tetapi Tomas berkata kepada mereka: "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya."

Keputusan yang salah dari banyak orang yang berada di dunia yang luas ini: “Aku tidak akan percaya.”

Dan pada hari Minggu berikutnya, murid-muridNya sedang berkumpul bersama-sama. Dan kali ini, Tomas bersama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan berdiri di tengah-tengah mereka, dan berkata, “Shalom.” 

Kemudian Ia berkata kepada Tomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."

Tomas menjawab Dia: "Ya Tuhanku dan Allahku!"

Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."

Tomas, salah satu dari kedua belas murid “yang disebut Didimus.” Itu adalah sebuah kata untuk “kembar.” Tomas Didimus, Tomas kembar—Dan dia memiliki kembaran. Dia memiliki duplikat, sepanjang abad, demikian juga pada hari ini, di dalam masa hidup kita, sikap seperti Tomas berada di mana-mana: “Aku tidak akan percaya.”

Ini adalah sebuah hal yang tragis dan menyedihkan di dalam kehidupan dari seseorang Didimus ini. Dia begitu taat dan saleh serta memberikan komitmennya kedalam pemuridan Tuhan kita.

Apakah anda ingat, di dalam Injil Yohanes pasal sebelas, ketika Tuhan berkata, “Lazarus sudah mati dan kita kembali ke Yudea untuk menghibur saudari-saudarinya, Maria dan Marta.”

Murid-murid berkata kepada Tuhan, “Tuhan, mereka sudah berusaha membunuhmu. Dan Engkau akan kembali?”

Dan ketika mereka melihat Tuhan bersikukuh untuk kembali, adalah Tomas yang berkata kepada murid-murid yang lain, “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia.” Itulah Tomas. 

Lagi, di dalam pasal empat belas dari Injil Yohanes yang sama, Tuhan berbicara tentang sorga dan Dia pergi untuk menyediakan sebuah tempat bagi kita. Dan Tomaslah yang menunjukkan sebuah ketulusan dan ketertarikan yang sederhana di terhadap apa yang disampaikan oleh Tuhan. Dia berkata, “Tuhan kemana Engkau akan pergi? Dimanakah sorga? Dan bagaimana kami mengetahui jalan ke situ?” Itulah Tomas.

Dan inilah mrid yang sama, yang sekarang di dalam keberatan dan keputusasaan yang sukar untuk dilukiskan berkata, “Aku tidak akan percaya.”

Tomas adalah sebuah bagian sejumlah mulut, yang mengungkapan kata-kata keputusasaan dari perasaan dunia di hadapan kematian. Ketika kunci batu hancur, maka rumah-rumah besar rutuh ke dalam tanah. Ketika pusat rantai digerakkan dari roda, jari-jari jeruji berada di dalam kekacauan. Hal yang sama ketika nafas diambil dari tubuh: Di sana terbaring di hadapan kita kehancuran, keruntuhan dan kebusukan.

Apakah anda mengingat di dalam kehidupan Abraham, ketika dia sedang bernegosiasi dengan anak-anak Het sehubungan dengan gua Makapela di Hebron? Dia berkata, “Meraka mungkin menggerakkan kematianku dari pandanganku.” Tentang siapakah dia berbicara? Dia sedang berbicara tentang sara yang dia kasihi. “Sehingga aku dapat menghantarkan dia—sehingga aku dapat menyembunyikan dia dari pandanganku.”

Keputusasaan terhadap kematian, ketika kawat perak hilang dan simpul emas hancur, ketika roda patah pada sumbernya dan mangkuk hancur pada bagian bawahnya, ketika tubuh kembali ke dalam debu tanah. Oh, Allah, lalu bagaimana selanjutnya?

Ketika Rasul Tomas berkata, “Aku tidak percaya bahwa Dia telah bangkit dari kematian. Orang-orang mati tidak akan bangkit.” Dia berbicara tentang keputusaaan dan kesedihan yang mendalam dari dunia yang luas ini, yang di dalamnya kita tinggal.

Di akhir abad sembilan belas, ada seorang pengacara kafir yang sangat terkenal, juri, yang bernama Robert G. Ingarsoll. Dia pergi ke seluruh negeri, berbicara tentang apa yang dia sebuah sebagai kesalahan Musa, ketidakakuratan yang terdapat di dalam Alkitab, dan merendahkan orang-orang yang percaya kepada Firman Allah.

Lalu, orang kafir ini menulis sebuah surat:

 

Peoria, Illinois

 

24, September 1859. 

 

Sahabatku yang terkasih:

Bagiku, hidup hanyalah sekedar sebuah peristiwa yang suram. Terlebih-lebih sejak kematian ayahku. Kelihatan bahwa yang sekarang tersisa di sana hanyalah sebuah jalan kecil untuk saya ikuti. Jarak antara masa muda hingga usia tua sangat pendek, dari usia tua hingga kematian hanya selangkah, langkah yang pendek. Hanya beberapa hari, dan kamu serta saya akan menjadi tua atau mati. Bagian kecil kita dalam drama kehidupan akan segera dipentaskan dan segera sesudahnya tirai akan diturunkan. Kemudian aktor yang lain akan mengambil tempat kita dan permainan akan berlanjut sama seperti kegembiraan ketika kita berpikir bahwa kita masih berjalan di panggung. Getaran yang lain akan berdetak ketika milik kita masih tetap; hati yang lain akan mengasihi ketika milik kita sudah menjadi dingin. Suara yang lain akan berbicara tentang kasih dan kebahagiaan ketika milik kita diam selamanya. Matahari akan tetap bersinar terang dan bintang-buntang yang abadi tetap berkelap kelip di atas kuburan kita sama seperti di atas buaian kita.  

 

Robert G. Ingersoll 

 

Keputusasaan terhadap kematian. 

Pada Maret 1943, saya menggunting sebuah artikel berita—Di hadapan suaminya, Harry Houdini, pesulap dunia yang terkenal, meninggal pada tahun 19326, dia membuat sebuah perjanjian di akhir hidupnya dengan Nyonya Houdini yang terakhir; bahwa dia akan berusaha meraih dia dari dunia lain. Selama 10 tahun, dia membuat sebuah kuil yang bercahaya pada gambarnya di dalam rumahnya yang terdapat di Hollywood. Dan setiap tahun, di dalam peringatan kematiannya, istrinya mengadakan pertemuan untuk berhubungan dengan dia. 

Tidak berhasil dengan hal itu. Dan pada tahun 1936, istrinya memadamkan api yang dinyalakan bagi suaminya itu. Dia menolak sahabat-sahabat pesulapnya yang mengakui bahwa mereka telah berkomunikasi dengan Houdini.

Kemudian, sebelum kematiannya, dia berkata, “Jika medium spiritual mengklaim bahwa mereka telah mendengar dari saya ketika saya meninggal, saya katakan bahwa  mereka adalah pendusta.”

Sekarang, contoh yang kedua: Sebuah kejadian yang dihubungkan dengan Clarence Darrow, seorang pengacara penjahat nasional. Pada tahun 1932, Clarence Darrow dan Howard Thurston, yang belakangan menjadi pesulap terkenal, membuat persetujuan dengan Claude Noble—sisa-sisa tentang mereka telah saya dengar sepanjang hidup saya. Saya tidak mengenal Claude Noble. Tetapi mereka telah membuat sebuah perjanjian dengan dia, seorang pesulap tetap hidup, bahwa ketika mereka mati, mereka akan berhubungan dengan dia.

Media komunikasi harus berdiri di atas kuburan pada saat perayaan kematiannya dan memegang sebuah objek yang familiar bagi ketiganya. Orang yang telah mati akan datang dengan mengetuk benda yang dipegang oleh mediatornyanya itu. 

Kemudian, beberapa tahun yang lalu, Claude Noble berlutut pada pukul 12:30 siang di Jackson Park Bridge Chicago, dimana debu jenazah Darrow disebarkan. Noble memegang sebuah plakat perunggu dari Thurston di dalam tangannya. Dan dia memanggil Darrow dan memohon kepada roh pengacara itu untuk mengetuk plakat yang ada di tangannya. Dan di dalam kesempatan itu, tidak ada yang terjadi.

Lalu, tidak ada kehidupan setelah kematian, menurut orang-orang yang tidak percaya tersebut, jika tidak ada ketukan terhadap plakat yang dipegang di tangan tersebut, maka di sana tidak ada komunikasi dari roh yang telah pergi. Mengapa, karena ketika anda meninggal, itu adalah akhir dari seluruh keberadaan anda. 

Sekarang, Tomas seperti itu. Dia duduk dengan sedih, tak berdaya, putus asa, menatap ke dalam kegelapan malam. Dia tidak bersama dengan murid-murid. Dia tidak berada di sana.

Mereka bertemu—salah satu dari perintah Tuhan kita adalah agar kita tidak meninggalkan pertemuan kita bersama-sama. Kita harus datang ke gereja. Kita harus mendorong satu sama lain dalam iman.

Tidak demikian dengan Tomas. Di telah terjatuh ke dalam keputusasaan yang sukar untuk dilukiskan. Dia duduk sendirian, sedih dan tidak berpengharapan di depan kematian.

Lalu, ketika murid-murid datang kepadanya dan berkata, “Kami telah melihat Tuhan. Dia hidup. Kami telah bertemu dengan Dia dan kami telah melihat Dia,” Tomas menjawab, “Hal itu mugkin baik bagi kamu Simon Petrus. Dan semua itu mungkin benar bagi kamu Yakobus dan Yohanes. Tetapi saya tidak memiliki kecendrungan terhadap khayalan. Saya tidak percaya kepada orang-orang yang berkata bahwa mereka bangkit dari kematian. Orang mati tidak bangkit.”

Dan kemudian, dia memberi pengakuan yang kasar, test materi: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya. Aku melihat tubuhNya yang telah mati diturunkan dari kayu salib. Dan saya melihat Dia dikuburkan. Dan saya melihat batu besar yang digulingkan ke dalam pintu kuburanNya. Dan aku tidak percaya.”  

Di dalam peristiwa itu, tiba-tiba seseorang dari murid-murid membujuk dia untuk berkumpul bersama dengan mereka pada minggu berikutnya. Dan kesebelas orang itu berkumpul bersama-sama, Tomas berada di tengah. Dan di sana ada sebuah penampakan. Di sana ada sebuah kunjungan dari sorga. di sana ada sebuah kegembiraan yang luar biasa dan sebuah kesenangan melampaui apa yang dibayangkan oleh hati manusia. Yesus berdiri di tengah-tengah mereka. Yesus berada di sana.

Dan arus kegembiraan dan sukacita yang luar biasa meluap-luap: “Yesus ada di sini!” Kemudian, sukacita dan kegembiraan itu juga dialami di dalam hati Tomas yang ragu itu.

Dan Tuhan berpaling kepadanya. Dia telah menandai bahwa Tomas tidak hadir ketika murid-murid berkumpul bersama. Dia absen. Dan dia telah mendengar uji materi yang kasar itu. Dan betapa suara yang keluar dari mulut Yesus, ketika Dia mengulang apa yang telah Tomas sampaikan.

Saudara yang terkasih, bolehkah saya membuat sebuah penilaian? Ketidakpercayaan tidak pernah cocok dengan setiap bagian dari kitab ini—tidak akan pernah. Dan hal yang sama benar di dalam seluruh kehidupan manusia. Ketidakpercayaan tidak pernah cocok dalam sebuah keluarga atau sebuah rumah atau sebuah hati atau di dalam sebuh gereja. Hal itu tidak pernah cocok.

Dan ketika Tomas mendengar kata-kata ketidakpercayaan itu dari mulut Tuhan sendiri, hal itu meremukkannya. Hal itu menyakitinya. Dia malu. Dan pada saat itu juga dia bertobat dan memberi pengakuan, dia kembali kepada Yesus yang mulia.

 

Dia datang kepada milik kepunyaanNya, kepada orang-orang yang Dia kasihi,

Kepada domba-domba yang telah tersesat;

Tetapi mereka tidak mendengar suaraNya, menjadi sahabat umat manusia

Telah dibenci dan disingkirkan.

Mereka memahkotaiNya dengan mahkota duri, Dia telah disesah dengan bilah

Dia telah dipukul dan dipaku ke atas kayu

Tetapi rasa sakit di dalam hatinya merupakan hal terberat untuk dipikul

Hati yang telah remuk bagiku.

Aku tidak dapat menolak seorang Juruselamat seperti Dia

Tidak menghormati dan melukai Dia kembali

Aku akan pergi ke sisiNya dan bertobat atas dosa-dosaku.

Dan mengikuti Dia selamanya di dalam keretaNya

Aku akan mengambil salibku, aku akan berjalan di jalurNya.

Bagi jalan setapak dari tugas yang aku lihat

Aku akan mengikut Tuhanku dan tetap tinggal di dalam hatiNya

Hati yang telah hancur bagiku.

 

Itulah Tomas. Betapa malunya murid ini yang telah menyangkal dan menolak untuk menerima berita yang mulia bahwa Juruselamatnya, Tuhannya, telah bangkit dari kematian, telah mengalahkan kematian dan maut? 

Kemudian, pengakuan imannya merupakan puncak dari Injil. Ketika anda terus membacanya, ini adalah sebuah epilog. Ini adalah sebuah tambahan.

Saya membayangkan akhir dari Injil Yohanes, pasal dua puluh satu ini, akhir dari hal itu, ditulis bertahun-tahun setelah Yohanes menyelesaikan kisahnya tentang kehidupan Tuhan kita. Hal itu mencapai klimaks dalam pengakuan murid yang ragu ini.

Tomas menjawab Dia: "Ya Tuhanku dan Allahku!" itu adalah klimaks dari Injil Yohanes.

Dan itu adalah klimaks dari setiap kehidupan manusia. Dan itu adalah klimaks dari penyembahan setiap konggregasi: untuk bersujud di bawah kaki Juruselamat kita: “Tuhanku dan Allahku.” Gerakan dari Roh Allah di dalam kehidupan murid-murid adalah gerakan Roh Tuhan yang sama, yang memimpin kita kedalam sebuah pengakuan pada hari ini. 

Tomas, seperti yang anda tahu, menjadi seorang martir, menyerahkan hidupnya untuk Juruselamat kita. Itulah jemaat kita pada hari ini. Jika kita, memiliki sebuah kesukaan yang dipenuhi dari pemeliharaan Allah, anda memiliki seribu orang dari jemaat ini yang akan menyerahkan hidup mereka untuk tahun dan melakukannya dengan bahagia, dan penuh kemenangan, percaya kepada Juruselamat dan memberikan hati dan jiwa serta komitmen kepadanya.

Saya dapat memberikan penilaian bahwa kadang-kadang, keraguan kita memimpin kita ke dalam komitmen yang lebih besar kepada Tuhan dari pada yang pernah kita kenal.

Tadi saya menyebutkan tentang Robert G. Ingersoll. Apakah anda mengingat sahabatnya, Jendral Lew Wallace? Baik keduanya merupakan orang yang tidak percaya, orang kafir yang menyolok: Robert G. Ingersoll, Jendral Lew Wallace.

Jika anda pernah berada di Santa Fe, New Mexico, jika anda pernah duduk di sana, di mana Jendral Lew Wallace pada suatu kali merupakan Gubernur dari Territorial New Mexico. Kedua orang itu adalah orang yang tidak percaya. Dan ketika mereka sedang mengadakan kunjungan bersama-sama, berbincang-bincang bersama, Robert Ingersoll, sang pengacara berkata kepada Jendral Lew Wallace, pejabat pemerintah, “Mengapa anda tidak mempelajari Alkitab dan mengapa anda tidak secara hati-hati meneliti dengan cermat kehidupan Kristus dan menulis sebuah buku? Menulis sebuah buku, mencemoohkan ide bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juruselamat bagi jiwa manusia. Mengapa anda tidak melakukan itu?”

Dan itu merupakan seruan bagi Jendral Lew Wallace. Dan dia mengambil Alkitabnya dan mulai mempelajarinya dan menulis buku.

Apakah anda mengingat judul buku itu? Ben Hur, dibawahnya tertulis, “Kisah dari Kristus.” Dan di dalam buku itu, Ben Hur—salah satu novel terbaik yang pernah ditulis, Dia menyajikan Yesus sebagai tabib agung dan Juruselamat umat manusia.

Saya ulangi, kadang-kadang keraguan, kebimbangan dan penelitian yang cermat memimpin sebuah jiwa kepada sebuah komitmen yang lebih besar kepada Kristus. Hal itu terjadi di dalam kehidupan Tomas. Hal itu berlaku di dalam kehidupan Jendral Wallace. Dan hal itu terjadi di dalam beberapa kehidupan anda.

Keraguan di dalam dirinya sendiri, sebuah sikap yang keras dan dosa yang sukar untuk diampuni. Hal itu dibutuhkan untuk memimpin kita ke dalam sebuah komitmen dan kasih yang penuh bagi Juruselamat kita yang mulia.

Saya ingin menyampaikan hal lainnya sebelum ibadah ini selesai. Yesus berkata kepadanya, “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Itu adalah sebuah berkat pujian bagi kita: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Saya tidak pernah melihat Tuhan di dalam daging. Kita belum pernah melihat Yesus di dalam daging. Tetapi kita percaya bahwa Dia hidup, sama seperti kepercayaan Tomas ketika dia telah melihat Tuhan yang hidup berdiri di hadapan dia. Dan kita merasakan kehadiranNya. 

Seperti yang sering anda dengar apa yang saya sampaikan, dunia tanpa akhir, saya sangat merasakan kehadiran Yesus di dalam jemaat kita ini dan saya tidak dapat menahan air mata dari kasih dan ucapan syukur kepada Tuhan kita. Dia ada di sini. Dan Dia bersama dengan kita. jadi ini adalah sebuah pujian dan berkat: Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Di dalam pembelajaran saya dan di dalam pesiapan saya terhadap khotbah pada hari ini, saya melewati salah satu kisah yang sangat indah yang telah saya ketahui sejak lama. Ada seorang gadis yang sangat cantik, cantik luar dalam. Dia adalah seorang gadis yang ramah dan saleh.

Sepanjang hidupnya, dia memakai sebuah kalung emas tempat menyimpan potret di lehernya. Tidak ada yang pernah diizinkan untuk melihat bagian dalam kalung itu. Dia mengenakannya sepanjang hidupnya.

Dan masanya datang ketika wanita yang cantik ini sakit keras dan meninggal dunia. Dan mereka kemudian membuka bagian dalam dari kalung emas itu.

Anda tahu, apa yang mereka temukan di dalamnya? Dia memiliki sebuah tulisan di dalamnya yang berbunyi: “Aku mengasihi Dia, yang belum pernah kulihat.” Rahasia dari kehidupannya yang saleh: “Aku mengasihi Dia, yang belum pernah kulihat.”

“O Kristus Yesus, betapa indahnya pintu terbuka yang engkau siapkan di hadapan kami di dalam berkat yang mulia itu: “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”

Dia bersama dengan kita di dalam pengembaraan kita. Dia membimbing kita di dalam pemahaman Firman yang hidup. Dia mengundang kita untuk melayani di dalam namaNya yang mulia. Dia berdiri di samping kita dalam setiap pencobaan hidup.

Dan pada suatu hari, ketika saat yang tidak dapat dielakkan itu datang, ketika anda berkata, “Selamat tinggal Pendeta. Kami mengasihi engkau di dalam hari-hari pelayananmu. Tetapi sekarang, selamat tinggal.”

Ketika hari itu datang, akan ada seseorang yang akan berdiri di dalam masa yang gelap dan yang tidak dapat dielakkan itu. Dan Dia akan berkata, “Selamat datang. Selamat datang, hambaKu yang baik dan setia. Masuklah engkau ke dalam sukacita Tuhanmu.” Dan saya akan bertemu dengan Dia, muka dengan muka.

Hal itu akan terjadi di sorga. Di dalam kerajaan Allah. Dan jika saya telah berada di sana sebelum anda, saya akan berada di gerbang untuk menyambut anda. Saya akan melihat anda di dalam kemuliaan, pada suatu hari…. 

 

Alih basaha: Wisma Pandia, Th.M.

LAPORAN DARI ISRAEL (GUNUNG MUSA)

[REPORT FROM ISRAEL (THE MOUNT OF MOSES)]

Dr. W. A. Criswell

Yohanes 20:26-31

02-18-73

 

            Saya mengambil keuntungan dari sebuah kesempatan untuk membuat sebuah perjalanan yang saya pikir, saya tidak akan pernah mendapat sebuah keistimewaan untuk melakukannya. Saya pergi ke Gunung Sinai, tempat di mana Musa berdiri dan Elia berdiri, dan membayangkan kembali undangan yang luar biasa dari Allah di dalam sejarah manusia.

            Pesawat meninggalkan Tel Aviv, dan Archea Airlines, serta Internal airlines di Israel, dan di sana saya diperkenalkan dengan standar keselamatan seperti yang ada di Amerika Serikat ini. Saya tidak pernah melalui sebuah standar keselamatan seperti tindakan pencegahan keamanan seperti yang mereka miliki di Israel ini. Mereka mengambil kamera saya. Mereka menyuruh saya membukanya dan mengeluarkan filemnya. Mereka menyuruh saya menekan tombolnya dan mengambil sebuah gambar, kemudian mereka menyitanya, mengambilnya dari saya dan berkata, “Anda akan memperolehnya kembali ketika anda sampai di tujuan anda.”

            Kemudian mereka mengambil setiap bagian kecil yang saya miliki dan memeriksanya dengan hati-hati. Dan saya bertanya kepada petugas mengapa mereka melakukan sebuah pemeriksaan keamanan yang tidak biasa itu, dia berkata kepada saya, “Hal itu bukan karena kami mencurigai anda.” (Saya terlihat sangat baik dan saya yakin saya terlihat sebagai orang yang jujur) “Itu bukan karena kami mencurigai anda, tetapi mungkin tanpa sepengetahuan anda seseorang mungkin menyelipkan sesuatu di dalam kantong anda, seperti sebuah pulpen kecil atau pin, yang jika berada di pesawat akan meledak dan menghancurkan anda serta penumpang yang lain.”

            Jadi mereka tidak hanya memeriksa barang-barang saya yang bagian luar tetapi juga barang-barang bagian dalam yang saya miliki. Mereka memeriksa saya dari atas hingga bawah, dan memastikan keamanannya sebelum kami masuk ke dalam pesawat yang kecil itu dan siap untuk terbang. Dan untuk pertama kalinya, saya melihat bagian dalam seluruh Paletina dari udara. Penerbangan dari Tel Aviv ke Yerusalem, kemudian menyusuri Laut Mati dan berakhir di Semenanjung Sinai, dan saya dapat melihat dengan jelas dan sangat berkesan bagi saya, yaitu daratan yang dikenal dengan Celah Besar. Dan sangat mendapatkan makna yang ganda saat melihatnya di Israel karena saya telah mengikutinya sejauh ribuan mil hingga bagian Timur Afrika.

            Suatu masa di geologi masa lalu, jutaan tahun yang lalu, ada sebuah retakan yang membelah bumi. Hal itu dimulai dari sini, di bagian utara di Siria dan Libanon. Pada suatu waktu, barisan Lebanon merupakan jajaran pegunungan yang besar, tetapi retakan yang besar telah membagi pegunungan Libanon itu menjadi Libanon dan Anti Libanon. Dan ada sebuah lembah yang besar di antara keduanya dan celah itu mengalir dan membentuk Laut Galilea. Dan selanjutnya turun dan membentuk Sungai Yordan. Dan hal itu terus berlanjut ke bawah dan membentuk Laut Mati. Dan terus ke bawah dan terus ke bawah, ke pegunungan Edom yang berada di satu sisi dan pegunungan Saudi Arabia berada di bagian lainnya dan tanah Negeb Israel serta semenanjung Sinai berada di sisi yang lainnya. Dan celah itu terus turun dan membentuk Laut Aqaba atau Laut Iran. Dan terus turun dan turun membentuk Laut Merah dan terus melintas turun sepanjang Afrika Barat, dan membentuk danau-danau yang luas di Afrika  seperti Danau Viktoria, Danau Tanganyika, Danau Albert atau Edward, celah itu terus turun dan berakhir di Afrika Selatan, yang sangat dalam, dan kepulauan Madagaskar yang terpisah dari daratan utama dan menjadi terisolasi pada hari ini.

            Celah itu atau retakan itu memiliki banyak kaki dan dan bermil-mil lebarnya dan hal itu mudah dilihat sepanjang jalan hingga ujung Afrika. Dan di dalam retakan itu terdapat Galilea, Yordan, Laut Mati, terus mengalir ke bawah hingga Laut Aqaba. Dan ketika kita tiba di Laut Aqaba, sebuah tangan dari laut Merah yang mengarah ke bagian utara, hal itu tiba-tiba berhenti.

            Seringkali sebuah samudera akan memiliki sebuah pinggir lekukan yang berasal dari dalam, tetapi tidak dengan Aqaba. Dia berhenti seolah-olah anda telah membendungnya, seakan-akan manusia telah membangun sebuah bendungan di bagian atasnya. Dan di sisi Aqaba ada sungai Yordan dan di sisi lainnya ada sungai Elat yang menjadi milik Israel, dan mereka tepat berada di sana secara bersama-sama. Dan anda tidak hanya melihat sebuah celah yang membelah bumi, tetapi anda juga dapat melihat dengan jelas di dalam hubungan manusia antara Arab dan Yahudi. 

            Aqaba berada di sebelah sini dan Elat berada di sebelah lainnya, dan perahu Yordan berada di bagian yang satu dan perahu Israel berada di sisi lain dan hampir berdampingan. Teluk itu sangat kecil, dan lebarnya hanya sekitar tiga mil. Kapal-kapal Israel dipenuhi dengan minyak. Tangker minyak yang besar datang dari Teluk Persia dan mengisi kargo mereka yang berat dan dipompa melintasi semenanjung Sinai ke Askelon ke bagian lain dari Mediterania.  

            Dan celah itu terlihat dalam dua bagian pararel yang dapat anda ikuti bermil-mil melalui padang gurun. Jalan ini berada di sebelah sini dan dari atas pesawat hal itu kelihatan sangat dekat. Jalan ini berasal dari Aqaba menuju Amman dan berada di Arab Yordania. Dan jalan ini berasal dari Elat ke Tel Aviv. Dan di Israel, dan di antara dua jalan ini, di padanga gurun yang membara, merupakan garis demarkasi antara bangsa Arab Yordania dan bangsa Yahudi Israel. 

            Kita mengikuti Aqaba hingga Laut Merah dan berakhir di Aqaba, laut Aqaba, lengan Aqaba yang merupakan bagian dari Laut Merah, di sana ada sebuah selat, sebuah pintu masuk dari Laut Merah ke Aqaba dan itu disebut dengan selat Teheran. Lebarnyanya hanya sekitar delapan ratus yard—seperti sebuah garis lurus dimana kapal dapat datang dari dunia hingga Elat atau Aqaba. Dan senjata-senjata ditempatkan di sana untuk mengontrol selat itu.

Itu adalah tempat di mana pada tahun 1956, Nasser memulai perang dengan Israel dengan memblokir selat itu. Dan pada tempat yang sama, pada tahun 1967, perang kedua Nasser dimulai lagi dengan memblokir selat itu. Saya mengambil gambar dari semua tempat ini dengan harapan bahwa saya akan dapat menunjukkannya kepada jemaat kita pada suatu waktu, dan saya juga mengambil gambar dari dua senjata itu.

            Bukankah sangat luar biasa bahwa seluruh samudera dapat diblokir dengan dua senjata, saya telah mengambil foto dari dua senjata itu yang sekarang telah hancur, bahwa orang-orang Mesir memblokir teluk Teheran itu dan membuatnya mustahil untuk dilewati oleh kapal-kapal Israel. 

Dan setelah tahun 1956, sebuah komisi PBB ditempatkan di sana yaitu di Teheran. Tetapi dibawah perjanjian PBB dan sebuah komisi PBB diminta untuk meninggalkan tempat itu, mereka wajib meninggalkan tempat itu. Jadi, ketika Nasser meminta PBB untuk meninggalkan tempat itu pada tahun 1967, itu menjadi sebuah tanda bagi Nasser untuk memulai perang dengan memblokir tempat itu, yaitu di selat Teheran.

            Setelah pesawat yang kami tumpangi melintasi tempat itu dan melewati semenanjung Sinai, keluar dari pesawat. Saya minta maaf karena tidak dapat mengambil foto dari wilayah yang keras itu. Dan dari sana ada bus yang menempuh jarak sekitar empat puluh lima menit dari tanah yang datar itu menuju Gunung Sinai dan biara St. Catherine yang di bangun di kaki puncak timbunan yang bergerigi itu.

Dan ketika saya melihat wilayah itu, dan beberapa kali bus berhenti agar kami dapat berjalan di sekitarnya dan mengambil gambar—ketika saya melihat wilayah itu, saya pikir tempat itu hampir sama dengan permukaan bulan—timbunan besar yang bergerigi itu terbuat dari batu yang keras, dan lembah-lembahnya juga terdiri dari bebatuan yang keras serta batu-batu yang sangat besar bertebaran di mana-mana, dan tidak ada kehidupan yang terlihat. Tempat itu sangat tandus, kering, mengerikan dan menakutkan.

            Ketika saya melihat tanah itu, saya tidak dapat membayangkan kemustahilan dari sebuah keramaian dari pada ketika Musa dapat membawa orang Israel yang jumlahnya lebih dari dua juta orang—mungkin tiga juta orang Isreal—keluar dari Mesir dan selama empat puluh tahun dapat bertahan di tempat yang tandus itu. Dari mana mereka memperoleh makanan? Dari mana mereka memperoleh air? Sungguh itu merupakan sebuah pemeliharaan dari Allah yang mengirimkan manna dan perlindungan pemeliharaan Allah yang mengeluarkan air dari batu karang itu yang menyokong umat Allah dari tempat yang membara itu.  

           Seperti yang saya katakan, saya dapat membayangkan permukaan bulan persis sama seperti pegunungan di semenanjung Sinai itu. Lembah itu sangat tandus sehingga tubuh biarawan dari St. Catherine, sebuah biara yang terletak di kaki gunung itu selama 1. 500 tahun, tidak dikubur seperti yang kita lakukan—tempat itu sangat gundul dan tanahnya sangat keras sehingga seorang biarawan yang meninggal di kuburkan dalam sebuah tempat tertutup, dalam sebuah taman, dan setelah dua tahun, tubuh mereka akan digali dan kerangka mereka serta tulang-tulang mereka secara hati-hati ditempatkan dalam sebuah ruangan yang terdapat di dalam biara itu untuk memberikan tempat bagi biarawan lain yang meninggal dan dikuburkan di tempat yang sama. Dan ruangan kerangka itu dipenuhi dengan ribuan kerangka dan tulang belulang.  

            Dan saya bertanya kepada salah satu biarawan itu, “Mengapa anda tidak membiarkan tubuh orang yang telah meningggal tetap terkubur?” Dan jawabannya adalah, “Tidak ada tanah di sini sehingga kami dapat menguburkan orang yang telah meninggal, tetapi hanya bisa di dalam sebuah taman kecil yang tertutup itu. Dan kemudian setelah dua tahun, dia akan diambil kembali kerangkanya akan ditempatkan di rungan itu.”

            Sulit untuk saya bayangkan bahwa tidak ada tanah di tempat itu—tidak cukup untuk menguburkan orang-orang yang telah meninggal. Itu adalah tempat yang penuh batuan dan batu-batu besar yang bertebaran di mana-mana. Dan ketika saya berada di sana dan melihat batu-batu yang besar itu dan Gunung Sinai itu, bahwa suatu kali tempat itu bergemuruh dengan kehadiran Allah, dan terbakar dengan firman Tuhan:

            “Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Pergilah kepada bangsa itu; suruhlah mereka menguduskan diri pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya. Menjelang hari ketiga mereka harus bersiap, sebab pada hari ketiga Tuhan akan turun di depan mata seluruh bangsa itu di gunung Sinai. Sebab itu haruslah engkau memasang batas bagi bangsa itu berkeliling sambil berkata: Jagalah baik-baik, jangan kamu mendaki gunung itu atau kena kepada kakinya, sebab siapapun yang kena kepada gunung itu, pastilah ia dihukum mati. Tangan seorangpun tidak boleh merabanya, sebab pastilah ia dilempari dengan batu atau dipanah sampai mati; baik binatang baik manusia, ia tidak akan dibiarkan hidup. Hanya apabila sangkakala berbunyi panjang, barulah mereka boleh mendaki gunung itu." Lalu turunlah Musa dari gunung mendapatkan bangsa itu; disuruhnyalah bangsa itu menguduskan diri dan mereka pun mencuci pakaiannya. Maka kata Musa kepada bangsa itu: "Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan."

Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan. Lalu Musa membawa bangsa itu keluar dari perkemahan untuk menjumpai Allah dan berdirilah mereka pada kaki gunung. Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena Tuhan turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat. Bunyi sangkakala kian lama kian keras. Berbicaralah Musa, lalu Allah menjawabnya dalam guruh.”  Dan Musa naik ke atas gunung yang menakjubkan itu dan menerima dari tangan Allah sendiri dua lempeng batu.

            Oh, betapa sebuah tempat yang menakutkan dan sebuah tanda yang menakutkan, Gunung Sinai! Kemudian sekali lagi, Gunung Sinai dikunjungi oleh nabi Elia setelah kemenangannya dan kejayaannya di Gunung Karmel. Dan setelah mendapat ancaman dari tangan Izebel, di dalam kekecewaan dan keputusasaan, Elia melarikan diri dari ratu Israel dan tiba ke tanah Negeb Bersyeba, dia duduk di bawah sebuah pohon arar dan ingin mati. Tetapi Tuhan menampakkan diri kepadanya melalui seorang malaikat dan berkata, “Bangunlah, makanlah! Sebab kalau tidak perjalananmu akan terlalu jauh bagimu.”

Dan oleh kekuatan makanan itu ia berjalan empat puluh hari empat puluh malam lamanya sampai ke gunung Allah, yakni gunung Horeb atau Gunung Sinai. Di sana masuklah ia ke dalam sebuah gua dan bermalam di situ, lalu Tuhan datang mengunjungi Elia.

Yang pertama, datanglah angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului Tuhan. Tetapi tidak ada Tuhan dalam angin itu. Dan sesudah angin itu datanglah gempa. Tetapi tidak ada Tuhan dalam gempa itu. Dan sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada Tuhan dalam api itu.

Dan sesudah  angina besar dan gempa yang kuat dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa. Segera sesudah Elia mendengarnya, ia menyelubungi mukanya dengan jubahnya, lalu pergi ke luar dan berdiri di pintu gua itu dan bersujud di hadapan hadirat Tuhan, sama seperti Musa sebelumnya, yang berdiri di hadirat semak menyala yang tidak terbakar setelah dia menanggalkan kasutnya dan mendengar suara Tuhan. Oh, betapa sebuah tempat yang mengagumkan, yang kudus dan bergerigi, gunung yang sangat mempesona!

           Lalu, apakah maksud dari hal itu bagi orang Kristen? Oh, sangat banyak! Satu hal, tempat itu adalah salah satu tempat dari penemuan arkeologi yang terbesar sepanjang masa yang dilakukan oleh  Count Tischendorf di dalam biara yang telah didirikan di dasar gunung yang hebat itu. Selama 1.500 tahun hingga hari ini, Gereja Ortodoks Yunani membangun sebuah biara di kaki Gunung Sinai.

Dan tempat itu sendiri merupakan sesuatu yang mengagumkan. Satu-satunya jalan untuk dapat masuk ke sana di tahun-tahun yang lampau hanya melalui sebuah lift, sebuah keranjang yang naik turun untuk menyambut kedatangan anda.

            Tidak ada jalan masuk ke biara itu. Hanya ada sebuah pondok tua yang dibangun di tempat itu. Tempat itu dibangun untuk para pengembara dan karena tempat itu juga menjadi sebuah tempat istirahat bagi orang-orang muslim yang berziarah ke Mekah, maka di perpustakaan biara yang luas itu terdapat surat dari Muhammad yang menjadikan tempat itu sebagai sebuah tempat suci.

            Di sana juga ada sebuah surat dari Napoleon Bonaparte, untuk menghindari penghancuran tempat itu. Dan di sana juga ada sebuah surat dari Perdana Menteri Israel yang pertama, yaitu Golda Meir, yang membuatnya menjadi sebuah tempat suci. Dan itulah sebabnya di dalam pertempuran yang hebat dengan pengikut Mumammad pada tahun 622 A.D., biara dan gereja yang ada di dalamnya ditiinggalkan tanpa mengalami kerusakan sedikit pun. Itu adalah sebuah tempat suci di dalam pandangan seluruh umat manusia.

           Tetapi tempat itu menjadi penting bagi kita karena  Tischendorf, Count Tischendorf, seorang sarjana kritik teks, mencari manuskrip dari Perjanjian Baru. Pada tahun 1844 dia datang ke biara itu yang berada di bawah kaki gunung Sinai, dia melihat sebuah keranjang sampah dimana para biara menggunakannya untuk menyalakan api. Dan dia mengambil lembaran yang berharga itu dan dia hanya memperoleh empat puluh tiga lembaran dari keranjang itu. Dan dia berbicara kepada para biarawan itu, mereka berkata bahwa itu adalah bagian dari banyak lembaran-lembaran lainnya, tetapi dia tidak dapat menemukan sisa kitab itu. Dan pada tahun 1859, dia kembali lagi bersama dengan sebuah komisi dari Tsar Rusia yang merupakan kepala gereja Ortodoks Yunani, dia memiliki akses yang mudah ke biara itu dan mencari manuskrip itu, akan tetapi dia tidak menemukannya.

            Dan di dalam keputusasaan, setelah ditinggalkan bersama dengan seorang biarawan, biarawan itu meminta dia untuk pergi ke ruangannya untuk istrirahat dan ketika mereka berada di sana, biarawan itu mengeluarkan dari ruangannya sebuah manuskrip yang dibungkus dalam sebuah kain merah. Dan ketika dia membukanya, Tiscendorf segera mengenali bahwa itu adalah sisa-sisa lembaran dari kitab yang pernah dia lihat pada tahun 1844, lembaran-lembaran yang digunakan untuk menyalakan api. Dia mengambil manuskrip itu. Itu adalah kodeks kuno, satu-satunya manuskrip kuno yang di dalamnya terdapat keseluruhan isi Perjanjian Baru.

            Dia membawanya kembali dan mempersembahkannya kepada Tsar. Dia menyebutnya Kodeks Aleph, surat pertama dalam alphabet Ibrani. Dan itu merupakan dasar dari kritik tekstual bagi kebenaran firman Perjanjian Baru.

            Pada tahun 1933, pemerintah Rusia menjual manuskrip itu kepada museum British seharga 500.000 dan saya telah melihatnya di museum Inggris itu. Harga termahal dari apa yang dimiliki oleh orang Kristen, manuskrip kuno yang memuat seluruh isi Perjanjian Baru.

            Ah, apa yang telah Allah lakukan! Dan itu terjadi di dalam biara itu. Saya telah pergi ke perpustakaan di mana Tiscendorf menemukan manuskrip itu. Dan di sana masih banyak manuskrip kuno, kitab-kitab kuno yang dijaga dan dirawat oleh biarawan Orthdoks Yunani itu.

Tetapi apakah makna yang lain dari Gunung Sinai bagi orang Kristen? Sinai digunakan sebagai sebuah tipe untuk mengkontraskan antara penghukuman oleh Taurat dan anugerah yang kita temukan di dalam kasih karunia dan pengorbanan Kristus di atas Bukit Kalvari.

Saya mengambil dari dua tempat di Perjanjian Baru di mana Gunung Sinai dikontraskan dengan Gunung Kalvari. “Katakanlah kepadaku,” tulis Paulus kepada orang-orang Galatia di dalam surat Galatia pasal empat, "Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat,”—bahwa dengan menuruti hukum Taurat akan diselamatkan—“tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat? Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya (Hagar) dan seorang dari perempuan yang merdeka (Sarah)? Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji. Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar-- Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab--dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya. Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.”

            Sinai tiba di dalam pesan Kekristenan, untuk menyajikan hukum dan hukuman Allah bagi orang-orang yang tidak mematuhi perintah-perintahNya. Dan tidak seorang pun dari kita, kata sang rasul, yang sanggup mentaati perintah-perintah itu. Kita telah kehilangan kemuliaan Allah, tetapi anugerah yang kita miliki di dalam Kristus telah melepaskan kita dari perbudakan hukum. Dan kita menemukan pengampunan atas dosa-dosa kita di dalam darah tebusan Kristus. 

Inilah yang ditulis Paulus dalam Surat Galatia. Sekarang inilah yang ditulis oleh penulis Ibrani, kontras antara Sinai dan Bukit Kalvari: “Sebab kamu tidak datang kepada gunung yang dapat disentuh dan api yang menyala-nyala, kepada kekelaman, kegelapan dan angin badai, kepada bunyi sangkakala dan bunyi suara yang membuat mereka yang mendengarnya memohon, supaya jangan lagi berbicara kepada mereka.

Sebab mereka tidak tahan mendengar perintah ini: "Bahkan jika binatangpun yang menyentuh gunung, ia harus dilempari dengan batu." Dan sangat mengerikan pemandangan itu, sehingga Musa berkata: "Aku sangat ketakutan dan sangat gemetar.”

Inilah Gunung Sinai dan hukuman Allah yang mengerikan bagi orang yang tidak mentatati hukumNya. Akan dibakar dengan api. Hal itu sangat aneh bagi yang mendengarnya, karena suaranya yang mengerikan. Itu adalah hukuman kematian, Gunung Sinai, “Tetapi kita datang ke Bukit Sion. Dan, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah. Dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.”

            Sinai dalam kengeriannya, Sinai dalam kehebatannya, Sinai di dalam batu-batunya yang besar, yang sangat hebat—Sinai merepresentasikan tuntutan dari Allah yang Mahakuasa. “Lakukanlah hal ini maka kamu akan hidup. Jika engkau tidak mentaatinya maka kamu pasti akan mati.” Baik binatang atau pun manusia yang menyentuhnya, maka dia akan dilempari dengan batu atau dipanah hingga mati.

Sinai adalah hukum Allah dan penghukuman Allah atas kita. Dan hukum berkata, “terkutuklah setiap orang yang tidak taat terhadap segala hal yang tertulis di dalam hukum ini.” Jika saya melanggar satu bagian darinya, saya akan terhilang. Jiwa saya akan dihukum. Dan siapakah yang secara sempurna dapat menuruti hukum Allah?

Kita semua telah jatuh. Kita semua memberontak dalam entah dalam cara yang bagiamana. Tidak ada yang benar dan sempurna, satu orang pun tidak. Dan kegelapan, guntur dan kilat dari hukuman Sinai jatuh menimpa kita. Hukum Allah menghukum kita dan membuat kita mati.

            Dan di dalam kontras dari itu, Tuhan meninggalkan kita di hadapan kita, di dalam firman Suci dan di dalam wahyu, gunung yang disebut Kalvari. Oleh sebuah kota di mana kita tinggal. Yang dapat disentuh, anda dapat menyentuhnya. Dan gunung itu berbicara tentang kasih dan kemurahan serta pengampunan dari Allah. Hal itu terdapat di dalam sebuah salib. Dan Pribadi yang telah mati di salib itu adalah sahabat kita dan Juruselamat kita.

Matahari emas, dan bulan perak serta bintang-bintang yang bersinar telah diciptakan oleh tanganNya yang penuh kuasa dan Dia adalah sahabat saya. Ketika Dia akan datang, ketika sangkakala berbunyi, untuk memperhatikan hidup yang berkemenangan, kita akan bersujud di bawah kakiNya yang mulia, sebab Dia adalah sahabat saya.

Sebab kamu tidak datang kepada Gunung Sinai, menara hukuman yang mengerikan itu, sangat mengerikan pemandangan itu sehingga Musa berkata: "Aku sangat ketakutan dan sangat gemetar.” Tetapi kita datang ke Bukit Sion. Dan, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, Dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, Dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan yang tidak berbicara tentang penghukuman dan murka tetapi tentang kasig karunia dan pengampunan serta keselamatan.”

            Oh, betapa manis dan betapa penuh kasih Injil yang mulia dari Tuhan Yesus! Dan itu adalah undangan Allah bagi kita pada malam ini. Mari, datanglah!

Di dalam sebuah kesempatan, saat kita menyanyikan lagu permohonan kita, apakah Allah berbicara kepada anda? Buatlah keputusan untuk menjawabnya dengan seluruh hidup anda dan datanglah sekarang. Bagi anda yang berada di atas balkon, seseorang dari anda, atau sebuah keluarga, atau sebuah pasangan—juga bagi anda yang berada di lantai bawah, berjalanlah melalui salah satu lorong ini untuk maju ke depan, dan katakan: “Pendeta malam ini saya akan membuat keputusan dan saya datang sekarang.”

Lakukanlah sekarang, responlah sekarang, turunlah melalui salah satu tangga itu, ke dalam lorong bangku untuk maju ke depan, lakukanlah dan datanglah sekarang, ketika kita berdiri dan menyanyikan lagu permohonan kita.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, ThM