UNTUK SAHABAT LAMANYA, SIMON PETRUS

(FOR HIS OLD FRIEND, SIMON PETER)

 

Dr. W. A. Criswell

 

09-03-89

 

Yohanes 21

 

Kami mengucapkan terima kasih bagi ribuan orang dari anda yang telah menjadi mitra kami di dalam Gereja First Baptist Dallas ini. Saya adalah Pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Untuk Sahabat lamanya, Simon Petrus.

Di dalam seri khotbah kita melalui Injil Yohanes, kita telah sampai di pasal yang terakhir. Ini adalah sebuah tambahan yang tidak biasa. Injil Yohanes, jelas-jelas ditutup dalam pasal dua puluh. Injil itu ditutup secara dramatikal, dan klimaks. Kemudian, hal yang mengejutkan bagi setiap orang yang membacanya, adalah tentang adanya sebuah tambahan. Ada sebuah apendiks. Ada sebuah pasal tambahan, yaitu pasal 21. 

Dan apa yang terjadi tampak sangat jelas. Simon Petrus mati martir sekitar tahun 64 atau 67 A.D. Dan Yohanes menulis injilnya sekitar tahun 100 A.D. Pada tahun itu dia masih hidup dan dia adalah Rasul yang menjadi gembala di Efesus.

Dan Injil Yohanes itu mengalami peredaran, Perjanjian Baru seperti yang kita miliki sekarang ini, belum dikumpulkan setelah beberapa tahun penulisannya. Injil yang diedarkan itu memiliki sebuah gambaran klimaks tentang Simon Petrus yang dianggap tidak baik dan buruk. Dia yang mengutuk dan menyangkal bahwa dia tidak mengenal Tuhan.  

Bahkan Yohanes juga mencatat tentang hal itu, sehingga Yohanes berusaha menulis sebuah kenangan terhadap sahabat lamanya itu. Dan kenangan itu adalah tambahan ini yang ditambahkan ke dalam injilnya.

Saya berpikir bahwa Yohanes menulis Injilnya jauh sebelum dia menambahkan pasal dua puluh satu ini. Saya memiliki pikiran seperti itu karena ayat sebelumnya adalah sebuah keotentikan, sebuah penegasan, oleh Penatua jemaat Efesus. Mereka menambahkan sebuah kalimat: “Dialah murid—berbicara tentang Yohanes—“yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu, bahwa kesaksiannya itu benar”—penghargaan dan penegasan bagian ini dari Penatua jemaat di Efesus.

Lalu, dalam sebuah penghormatan kepada sahabat lamanya, dia menulis kata-kata ini:

“Kemudian Yesus menampakkan diri lagi kepada murid-muridNya di pantai Danau Tiberias….” Anda lihat, danau itu tidak dikenal sebagai Galilea lagi. Ini adalah tahun 100 A.D. Sehingga mereka menyebutnya dengan “Danau Tiberias”—yang dahulunya adalah Danau Galilea.

Inilah kisah dalam bagian ini. Di pantai itu berkumpullah Simon Petrus dengan enam orang murid lainnya. Dan Simon Petrus berkata, “Tuhan kita telah mati. Dan mereka mengatakan bahwa Dia telah bangkit. Tetapi, saya tidak tahu maksudnya. Belum ada amanat yang diberikan.” Kemudian Simon Petrus berkata, “Aku akan kembali ke pekerjaan yang dulu. Aku pergi menangkap ikan.” 

Kata mereka kepadanya: "Kami pergi juga dengan engkau." Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.

Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

Kata Yesus kepada mereka: "Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?" Jawab mereka: "Tidak ada."

Maka kata Yesus kepada mereka: "Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh." Lalu mereka menebarkannya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan.

Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: "Itu Tuhan." Ketika Petrus mendengar, bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau.

Murid-murid yang lain datang dengan perahu karena mereka tidak jauh dari darat, hanya kira-kira dua ratus hasta saja dan mereka menghela jala yang penuh ikan itu.

Ketika mereka tiba di darat, mereka melihat api arang dan di atasnya ikan dan roti.

Kata Yesus kepada mereka: "Bawalah beberapa ikan, yang baru kamu tangkap itu."

Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar : seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.

Kata Yesus kepada mereka: "Marilah dan sarapanlah." Tidak ada di antara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya: "Siapakah Engkau?" Sebab mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan.

Yesus maju ke depan, mengambil roti dan memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.

Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang mati.

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Beri makan anak  domba-domba-Ku—arnia-Ku."—bukan domba-dombaKu, tetapi anak-anak domba, domba-domba yang kecil.

Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku."

Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.

Aku berkata kepadamu : “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki."

Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." Simon Petrus mati dengan disalibkan secara terbalik.

Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"

Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?"

--Aku akan mengikut Engkau sampai mati, tetapi bagaimana dengan Yohanes?

Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau : Ikutlah Aku."

Maka tersebarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Tetapi Yesus tidak mengatakan kepada Petrus, bahwa murid itu tidak akan mati, melainkan: "Jikalau Aku menghendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu."

Kalimat yang terakhir ini merupakan gambaran yang terakhir yang kita miliki tentang Simon Petrus yang mengikut Tuhan sampai mati. 

Itu merupakan sebuah penghormatan yang luar biasa. Mereka telah bersahabat selama bertahun-tahun. Di dalam bagian yang baru saja anda baca, mereka merupakan rekan sebagai nelayan : Yohanes dan Simon Petrus. 

Dan di dalam pasal pertama Injil Yohanes, di bagian awalnya, Yohanes dan Andreas memenangkan Simon Petrus kepada Tuhan. Dan di dalam Kitab Lukas pasal lima, ketika mereka sedang menangkap ikan, mereka telah menjala selama sehari semalam dan tidak mendapat apa-apa. Dan, ketika mujizat terjadi, Simon Petrus bertobat atas hidupnya yang berdosa tersungkur di depan Yesus, dan berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” 

Anda memiliki sebuah contoh saat Tuhan mendapat dakwaan dari pengadilan tertinggi Yahudi, ketika Simon Petrus sedang menghangatkan dirinya. Kemudian datanglah seorang hamba perempuan, dan berkata kepadanya, “Juga orang ini bersama-sama dengan Dia.”

Dan ketika Simon Petrus menyangkalnya, dia berkata, “Engkau berbicara sama seperti Dia. Engkau adalah salah seorang dari muridNya.”

Dan Simon Petrus berkata, “Engkau pikir, aku berbicara seperti Dia, maka dengarkanlah ini.” Maka ia mulai mengutuk dan bersumpah. Itulah yang pernah dia lakukan dalam hidupnya.

Simon Petrus, tersungkur di depan Yesus: “Tuhan tahu bahwa aku adalah seorang pendosa.” Saya pikir bahwa hal itu benar, demikian juga dengan kita semua. Kita semua mungkin tidak mengutuk atau bersumpah. Akan tetapi kita semua tidak kudus dan tidak sempurna di hadapan Allah. Kita semua telah kehilangan kemuliaan Allah. 

Simon juga seperti itu. Dia tersungkur di bawah kaki Tuhan. Dan Tuhan berkata, “Berdirilah dan jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Dan dia pun kemudian meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Tuhan. 

Kemudian di dalam kisah Injil selanjutnya, Yohanes dan Petrus selalu bersama-sama. Ketika Tuhan membangkitkan anak perempuan Yairus dari kematian, Dia membawa Yohanes dan Petrus serta Yakobus bersamaNya. Ketika Tuhan mengutus mereka untuk memberitakan injil, Yohanes dan Petrus berjalan bersama-sama. Ketika Tuhan mengalami transfigurasi di sebuah gunung di bagian utara Galilea, Petrus dan Yohanes juga menyertaiNya. Dan ketika Tuhan  memberi pengajaran tentang akhir zaman, di sana ada Yohanes dan Petrus. Dan ketika Tuhan disalibkan, peristiwa itu dimulai dengan sebuah perintah kepada Petrus dan Yohanes untuk mempersiapkan makan Paskah. 

Dan selama perayaan Paskah di Ruang Atas, yang telah disiapkan oleh kedua orang itu, Yohanes seorang yang sangat sensitif bersandar di dekat Yesus. Cara makan mereka adalah mereka bersandar di atas tangan kiri mereka dan makan dengan tangan kanan mereka. Jadi Yohanes menyandarkan tangan mereka di dada Tuhan kita. Dan saat itu Simon Petrus berkata kepada Yohanes, “Tanyalah siapakah yang dimaksudkanNya ketika Dia berkata bahwa salah satu dari kita akan mengkhianatiNya.” Dan apakah anda mengingatnya : Tuhan mencelupkan roti dan memberikannya kepada Yudas Iskariot.   

Setelah makan Paskah, pelaksanaan Perjamuan Tuhan, yang akan kita adakan pada Minggu malam berikutnya, sesuai dengan perintah Tuhan—setelah mereka selesai melaksanakan Perjamuan Tuhan, mereka pergi ke Getsemani. Dan lagi, Tuhan menyertakan Yohanes, Petrus dan Yakobus, saudara Yohanes. 

Dan ketika Yesus ditangkap dan didakwa di hadapan imam besar, Yohanes berada di sana, demikian juga dengan sahabatnya Petrus. Kedua orang itu berada di tempat itu—dan Simon Petrus menghangatkan dirinya dengan duduk di dekat api unggun.

Dan setelah penyaliban Juruselamat kita, dan setelah Dia dikuburkan, para wanita melihat ke dalam kuburan yang kosong. Dan di sana ada seorang malaikat Allah. Dan dia berkata kepada para wanita itu, “Katakanlah kepada Petrus dan kepada murid-muridNya bahwa Dia telah bangkit dari antara orang mati.”

“Katakanlah kepada Petrus.” Dia telah menyangkal Tuhan, tetapi Tuhan sangat bermurah hati kepada kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan mengasihi kita, tidak masalah seberapa besar kelalaian yang telah kita lakukan.”

“Katakanlah kepada Petrus.” Maria Magdalena menemui Petrus dan Yohanes serta berkata, “Kuburan telah kosong.” Dan mereka berlari bersama-sama, Petrus dan Yohanes. Dan Yohanes yang lebih muda, lari mendahului Simon Petrus. Dan ketika dia sampai di kuburan, dia berhenti dan hanya melongok ke dalam. Tetapi, ketika Petrus menyusul dia, dia juga masuk ke dalam kuburan itu.

Di dalam pesan perkembangan injil Kristus: “Dia telah dibebaskan untuk kejahatan kita. Dia telah dibangkitkan untuk pembenaran kita. 

Di dalam pemberitaan injil, di dalam Kisah Rasul, suatu ketika, Petrus dan Yohanes berdoa di bait Allah bersama-sama, mereka pergi ke sana bersama-sama. Mereka menyembuhkan orang yang lumpuh sejak dalam kandungan. Dan dengan memegang tangan Petrus dan Yohanes, orang lumpuh itu disembuhkan, dan memuji Allah. Dan seluruh dunia diperkenalkan kepada pesan keselamatan dan kesembuhan dari Tuhan kita.

Di dalam pasal berikutnya, Kisah Rasul pasal 4: “Sidang tua-tua dan imam besar, melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus.”

Ketika Roh kudus membuka injil bagi orang-orang yang dibenci oleh Yahudi, orang-orang Samaria yang dikucilkan, jemaat Yerusalem mengutus Petrus dan Yohanes untuk memberikan sebuah laporan tentang anugerah Allah kepada orang-orang Samaria itu.

Ketika Rasul Paulus kembali ke Yerusalem, dia membawa kabar tentang pesan anugerah Allah kepada orang-orang non Yahudi di seluruh dunia, Paulus menulis bahwa, ketika dia di Yerusalem, dia bertemu dengan Petrus dan Yohanes. 

Jadi, sepanjang Alkitab, kita melihat bahwa kedua orang ini selalu bersama-sama. Bolehkah saya menunjukkan tentang persahabatan kedua murid ini, yaitu Petrus dan Yohanes, yang kelihatan sangat beragam dan berbeda.

Yohanes adalah seorang yang sangat sensitif dan memiliki perasaan sama seperti seorang wanita. Anda dapat melihatnya ketika anda membaca firman Allah ini. Dia menulis injil  yang berbeda dengan injil sinoptis, ketiga injil yang lainnya, dia menulis dalam sebuah dunia yang berbeda. Ketika Yohanes sampai  ke dalam kubur, lalu setelah Petrus menyusulnya, dan masuk ke dalam kuburan, dia mengikutinya. Dan Dia melihat kain kafan Tuhan kita telah tergeletak di tanah serta sudah tergulung, dan kain peluh berada agak ke samping dan sudah tergulung. Dan ketika Yohanes melihatnya, dia percaya bahwa Yesus telah hidup, sebab tidak ada yang melipat kain peluh seperti itu kecuali Tuhan kita.

Itu adalah sebuah ciri khusus dari Juruselamat kita yang mulia. Dan ketika Yohanes melihat kain peluh yang sudah tergulung itu, dia percaya bahwa Tuhan telah bangkit dari antara orang mati. Dan seluruh pelayanan Yohanes memiliki sifat seperti itu, dia adalah pribadi yang sangat sensitif.

Petrus memiliki sifat yang justru sangat berbeda dengan Yohanes. Dia adalah seorang yang memiliki perawakan besar. Saya telah ditanya, “Pendeta, apa yang membuat anda seringkali berpikir bahwa Petrus memiliki perawakan besar, seorang yang berbadan besar yang mungkin sama dengan Goliat?”

Saya berkata, “Saya pikir, hal itu sangat jelas. Di sini, ketika anda membaca di pasal dua puluh satu ini, mereka menangkap ikan yang sangat banyak jumlahnya. Dan keenam murid yang lain berusaha keras untuk menghela jala itu ke darat. Dan di sini sebutkan bahwa Simon Petrus, naik ke perahu dan menghela perahu itu ke darat, yang penuh dengan ikan-ikan besar.

“Keenam murid itu berusaha keras untuk menghela jala itu, tetapi Simon Petrus melakukannya dengan sendiri. Itulah Simon Petrus.”

Sifat Yohanes yang sangat peka berlawanan dengan sifat Simon Petrus yang tidak sabaran. Ya, dia adalah orang yang tidak sabar. Anda memiliki contohnya di dalam Injil Yohanes ini. Ketika Yohanes tiba di kuburan Yesus, dia berhenti di depan dan hanya melihat ke dalam. Akan tetapi, ketika Petrus tiba, dia buru-buru langsung masuk ke dalam. Itulah Simon Petrus. Tetapi, sekalipun kedua orang itu sangat berbeda, mereka selalu bersama di dalam kasih Tuhan dan di dalam kesetiaan pelayanan mereka kepada Kristus.

Jadi, dari bagian yang saya khotbahkan pagi ini, anda memiliki panggilan Simon Petrus ke dalam pelayanan Kristus dan itu adalah panggilan yang kedua. Panggilan yang pertama juga berada di tempat itu, tempat yang sama : Tuhan memanggil Simon Petrus untuk menjadi penjala manusia. Selanjutnya dia meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus. Itu adalah panggilannya yang pertama.

Panggilannya yang kedua juga terjadi di tempat yang sama. Dia menjala ikan di wilayah yang sama. Dan Tuhan kita berbicara kepada dia. Dan dia melakukannya dengan  api arang. Mereka melihat api arang di pinggir pantai. Dan Simon Petrus diundang ke dalam api arang itu, untuk datang dan menikmati sarapan. Anda tahu, itu merupakan sesuatu yang sangat menarik, anda tahu, hal itu mengekspresikan banyak hal tentang kehidupan manusia: “api arang.”

Kata untuk api arang itu adalah anthrakia dan digunakan sebanyak dua kali di dalam Alkitab : Yang pertama, “arang api” dimana Simon Petrus menghangatkan dirinya, ketika ia mengutuk dan menyangkal Tuhan; dan yang kedua kata anthrakia itu digunakan dalam pasal dua puluh satu ini, ketika Yesus memanggil dia kembali. Kata Yunani untuk arang adalah anthrax, anthrax, anthrakia: “sebuah arang untuk menyalakan api.”

 

Bukan celaan yang keras

Bukan juga cemoohan yang ngelantur

Yang dapat menempa

Begitu banyak kedukaan yang hebat

Yang dilihat oleh Petrus

Dalam arang api yang menyala

Rasa malu dan penyesalan yang dalam

Yang meratap atas jiwanya

Dan pemikiran menusuk dan membakar

Seperti pedang dan api

Ketika dia memandang atas

Anthrakia ini.

Karena dia melihat dirinya sendiri

Sekali lagi

Di halaman imam besar

Yang dianggap terkenal

Mengingat sumpah

Kutukan, kebohongan

Ketika dia melakukannya di sana

Menyangkal Tuhannya

Ketika manusia dan hamba perempuan

Memeriksa dia

Ketika dia berdiri

Bersama dengan orang banyak

Di anthrakia.

Kemudian dia melihat

Kasih luar biasa yang kembali

Oleh seseorang yang namaNya

Telah ditolaknya dengan angkuh

Tangan bekas paku itu

Dapat memiliki kesembuhan yang telah disiapkan

 Dan sebuah suara yang lembut

Memanggil dia di sana

Dan sebuah hati yang meluap-luap

Dengan kasih yang penuh hasrat

Yang telah dibunuh untuknya

Anthrakia ini.

Menyenangkan di dekatnya

Dunia yang dingin di sekitarnya

Dimana kesukaran dan perselisihan

Ditemukan di mana-mana

Ketika sahabat-sahabat mungkin menyangkal kita

Dan ditinggalkan oleh seseorang yang terkasih

Dan musuh memandang atas kita

Di dalam rasa cemburu dan kebencian

Untuk merefleksikan anugerah itu

Marilah kita semua memiliki cita-cita

Dengan kehangatan

Dari anthrakia Juruselamat kita.

 

—Panas dari arang api.. 

Kemudian ketika mereka berdiri di sana, Tuhan kita berpaling kepada Simon Petrus, dan memanggil dia, yang pertama ke dalam sebuah pelayanan, Dia berkata, “Apakah engkau mengasihi Aku?”

Jawab Petrus kepadaNya, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”

Kemudian Tuhan berkata, “Gembalakanlah arniaKu.”  Itu adalah sebuah kata untuk arnion, “domba-domba kecil”—bukan domba-domba, tetapi domba-domba kecil.

Bukankah itu sangat aneh? Memanggil murid yang besar dan kasar ini ke dalam pelayanan—panggilannya adalah untuk domba-domba kecil? 

Ketika saya memulai pelayanan di gereja ini, ketika saya datang sebagai gembala pada tahun 1944. Semua area di belakang gereja ini, semua yang ada di Gedung Truett yang berada di lantai bawah, di luar dari beberapa kantor yang berada di pojok sana—seluruh area itu terbuka.

Dan disanalah dulunya ruangan anak-anak kita. Dan di area yang luas itu, mereka memiliki bayi-bayi yang kecil. Dan ketika saya memulai hal itu, mereka berkata, “Anda tidak dapat mengharapkan bayi-bayi supaya dapat dibawa ke gereja yang ada di pusat kota.”

Tetapi, tidak ada hal yang dapat beranjak jauh dari kebenaran, biar saya menyampaikan kepada anda. Jika saya mendapat seorang bayi di sini, sesungguhnya sama seperti Tuhan yang hidup, saya juga akan memperoleh seseorang untuk berada di sini. Di dalam hidup saya, saya tidak pernah melihat bayi yang datang sendirian ke gereja. Jika ada seorang bayi di sini, maka pasti ada seseorang yang menyertainya.

Dan kita mulai dengan bayi-bayi itu. Dan saya membagi area yang besar itu dengan ruangan-ruangan untuk anak-anak yang berbeda-beda, seperti yang anda lihat di belakang sana pada saat ini. Dan kita memiliki bayi-bayi. Ini adalah sebuah gereja bayi.

Oh, tidak ada hal yang lebih memberkati hati saya, ketika kita menyerahkan bayi-bayi yang kecil itu di hadapan Tuhan. Ruth, Tuhan memberkati anda, untuk pelayanan yang paling manis di dunia ini. Itulah yang disebutkan dalam Alkitab.

Dan kata Yesus kepada Petrus, “Jika engkau mengasihi Aku, gembalakanlah domba-dombaKu.” Oh, saudara yang terkasih, saya telah sampaikan selama bertahun-tahun di dalam hidup saya, saya lebih baik melakukan sesuatu yang kelihatannya tidak apa-apa dibandingkan dengan melakukan sesuatu yang dibayar oleh manusia. Untuk menjadi pendeta, menjadi seorang gembala, adalah pelayanan yang paling manis di dunia ini. Memang di dalamnya ada rasa sakit hati. Ada kekecewaan yang pahit. Di dalamnya penuh dengan semua persoalan yang dihadapi oleh seluruh dunia—pendeta atau jemaatnya. Tetapi untuk dipanggil menjadi seorang gembala seperti Simon Petrus, bagi saya, itu merupakan hal termanis di dalam dunia ini. 

Dan bagian kedua dari panggilan Petrus yang kedua adalah Dia dipanggil untuk menjadi martir, untuk mati bagi Tuhan: “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki. Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.” Dia akan menjadi martir dengan disalibkan secara terbalik.  

Dan, gambaran terakhir yang anda miliki tentang Simon Petrus adalah Dia akan mengikut Yesus sampai mati dan menjadi martir. Itu juga merupakan panggilan Allah bagi kita : sebuah gambaran bagi kita dan ketaatan kita terhadap Tuhan, harus seperti itu.

Seorang kapten di Angkatan laut Inggris menerima sebuah pesan untuk menyelamatkan sebuah kapal yang telah masuk ke dalam hamparan batu karang di pantai Inggris dan telah hancur berkeping-keping karena hantaman badai dan angin yang sangat kencang. 

Dan ketika Kapten membaca pesan itu kepada anak buahnya, mereka berkata : “Kita akan membunuh diri kita. Angin yang kencang dan ombak yang besar akan memukul kapal ini hingga hancur, sehingga kita juga akan mati. Dan kita juga tidak akan pernah kembali.”

Dan sang Kapten menjawab, “Pesannya tidak pernah menyebutkan tentang kembali. Pesannya adalah ‘Pergi untuk menyelamatkan.’ Dan kita akan pergi.”  

Allah tidak pernah berbicara kepada kita tentang umur panjang, atau kekayaan atau ribuan hal lainnya yang memikat hari-hari kita. Apa yang Allah katakan adalah, “Setialah sampai mati. Dan Aku akan memberikan kepadamu mahkota kehidupan.”

Itu adalah panggilan Tuhan bagi kita, sama seperti panggilan yang telah diberikan kepada Simon Petrus. Kita harus mengikut Dia sampai mati.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, ThM