BAGAIMANA ALLAH DAPAT BERSIMPATI DENGAN SAYA?
(HOW CAN GOD SYMPATHIZE WITH ME?)
Dr. W. A. Criswell
04-19-84
Yohanes 11:1-5
Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua, yang sedang bergabung dengan ibadah dari Gereja First Baptist Dallas. Di dalam khotbah Paskah pada tahun ini, kita mengambil tema-tema yang berasal kesaksian dari Yohanes, rasul yang kudus dari Tuhan kita Yesus, sebelumnya kita telah membahas Yohanes pasal sepuluh. Dan dalam pembelajaran ini, yaitu dari Yohanes pasal sepuluh akan memberkati saya selamanya. Hari ini, judul khotbah kita adalah: Bagaimana Allah Dapat Bersimpati Dengan Saya, yang kita ambil dari Yohanes 11. Dan besok, hari yang terakhir: “Bagaimana Allah Dapat Berjaya Atas Kematian dan Mati Bagiku,” membayar hutang kematian untuk dosa-dosa? Hari Jumat: “Hari Dia Disalibkan.” Dan, kemudian pada hari Minggu: “Bagaimana Allah dapat Membangkitkanku Dari Kematian?”
Hari ini: Bagaimana Allah Dapat Bersimpati Dengan Saya? Dan teks dari latar belakang khotbah ini diambil dari Yohanes pasal sebelas:
Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus. Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.
Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.
Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus.
Namun setelah didengar-Nya, bahwa Lazarus sakit, Ia sengaja tinggal dua hari lagi di tempat, di mana Ia berada;
Tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Mari kita kembali lagi ke Yudea."
Sekarang di sana ada beberapa hal di dalam cerita yang sederhana itu yang kebenarannya sangat melimpah bagi kita. Yang pertama; ini adalah rumah yang terakhir dimana di dalamnya saya diajarkan tentang penderitaan dan tangisan serta kematian masuk ke dalamnya. Ini adalah tempat di mana Yesus membuatnya menjadi rumahNya yang kedua. Dia suka untuk tinggal di rtumah Maria dan Martha dan Lazarus. Dia adalah seorang tamu yang datang dengan rutin. Dan jika begitu, bagaimanakah mungkin di dalam rumah itu ada air mata, penderitaan dan kematian?
Yang kedua: Sangat jelas bahwa apa yang diharapkan dunia secara umum berhubungan dengan penderitaan dan air mata tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Sebagai contoh, di dalam Injil Yohanes pasal sembilan saat Tuhan dan murid-murid melewati seorang yang buta sejak lahir, murid-murid berkata kepada Yesus, “Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”
Tentu saja, kebutaan dan penderitaan merupakan akibat dari dosa. Itu merupakan topik yang ada di dalam kisah Ayub. Sahabat-sahabatnya berkata, “Engkau pastilah seorang pendosa besar karena engkau telam mengalami penderitaan yang sangat besar ini.”
Akan tetapi, Firman Allah menyangkal hal itu dan selamanya seperti itu. Tuhan kita menjawab murid-muridNya berkenaan dengan orang buta itu, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam Dia.” Dari penderitaan itu timbul sebuah penghormatan yang besar kepada Tuhan.
Sekarang anda akan melihat hal yang sama di sini. Ketika Yesus mendengar tentang kesedihan terhadap penyakit dan kematian Lazaraus yang Dia kasihi, Dia berkata, “Penyakit itu adalah untuk memuliakan Allah.” dan di dalam ayat lima belas Dia berkata, “Hal itu terjadi supaya kamu dapat belajar percaya.”
Ada sebuah kekudusan dan tujuan yang baik dari penyakit dan rasa sakit dan penderitaan serta air mata yang kita alami di dalam hidup ini. Allah memiliki firman yang suci untuk disampaikan kepada kita. Setiap penyakit, setiap kekecewaan, setiap penderitaan, dan setiap air mata yang kita tumpahkan, Allah memiliki tujuan di dalamnya.
Allah sedang berkata sesuatu kepada kita. Allah berbicara kepada kita di dalam penderitaan dan penyakit dan air mata serta kematian. Dari penderitaan yang kita alami akan timbul berkat yang luar biasa yang datang kepada kita.
Seperti yang anda tahu, saya telah menjadi seorang pendeta di Muskogee, sebelum saya mengembalakan jemaat ini. Dan di Muskogee, terdapat satu-satunya akademi Indian di Amerika. itu adalah sebuah sekolah Baptis. Dan di atas sebuah batu fondasi yang besar dari Bacone College terdapat kata-kata yang berasal dari Charles Journeycake, Kepala Suku Delawares—Saya menyalin kata-kata itu dan kata-kata itu berbunyi seperti ini. Charles Journeycake berkata, “Kami telah dibubarkan dan pindah sebanyak enam kali. Kami telah kehilangan harta kami. Kami berpikir ketika kami menyeberangi Sungai Misouri dan membangun rumah kami di Kansas, kami akan aman. Tetapi dalam beberapa tahun, orang-orang kulit putih menginginkan wilayah kami. Kami memiliki pertanian yang baik, membangun rumah-rumah yang menyenangkan dan lumbung-lumbung yang besar. Kami memiliki sekolah-sekolah bagi anak-anak kami, dan memiliki gereja untuk mendengarkan injil sama seperti yang di dengarkan oleh orang kulit putih juga. Orang-orang kulit putih datang ke wilayah kami dari Misouri dan mengusai serta membawa ternak dan kuda kami pergi. Dan jika rakyat kami mengikutinya, mereka akan dibunuh.
“Kami berusaha untuk melupakan hal-hal ini. Tetapi, kami tidak akan lupa bahwa orang kulit putih membawa kepada kami injil Kristus yang mulia, pengharapan orang Kristen. Hal ini merupakan bayaran yang lebih dari semua penderitaan kami”—Charles Journeycake, kepala suku Delawares, April 1886.
Dari penderitaan hidup kita akan datang berkat yang luar biasa. Di dalam kisah yang manis ini, di situ dikatakan bahwa Marta dan Maria pada saat Lazarus sakit, mereka mengirim pesan kepada Yesus: “Tuhan, datanglah.”
Untuk mengenal Tuhan adalah untuk melihat perharapan yang nyata, yang mereka miliki di dalam Dia. Rasa simpati, belas kasihan dari Tuhan kita yang menjangkau setiap orang dari kita.
Di dalam kisah dari pemenggalan kepala dari salah satu pengkotbah Baptis yang luar biasa yang bernama Yohanes, kisah itu menyebutkan bahwa murid-muridnya datang menguburkan tubuhnya yang tanpa kepala itu serta pergi memberitahukannnya kepada Yesus.
Kita menyanyikan sebuah lagu seperti itu:
Aku harus memberitahukan Yesus
Seluruh kesulitanku
Dia seorang yang baik
Sahabat yang penuh belas kasihan
Di dalam semua bebanku
Dia akan menolongku dengan penuh kemurahan
Dia akan membawa seluruh kesulitanku
Selalu hingga akhir
Aku harus memberitahukan Yesus
Kasih yang penuh kemurahan dari Tuhan kita merupakan sebuah hal yang sangat indah, karakter yang mulia di dalam hidupNya dan di dalam pelayananNya semasa Dia hidup di duni ini. Saya berpikir tentang keindahan dan ketepatan dari terjemahan dan susunan Alkkitab yang menempatkan kata yang pendek itu yaitu, “Maka menangislah Yesus,” dan ada sebuah pemisahan ayat dari kata itu. Yohanes 11:35: “Maka menangislah Yesus.”
Tiga kali di dalam Firman Allah disebutkan bahwa Yesus menangis; yang pertma adalah dalam bagian ini, ketika air mata mengalir di wajahNya atas penyakit dan kematian sahabatNya Lazarus; yang kedua adalah pada saat Minggu Palem, minggu terakhir pada saat kunjunganNya yang terakhir ke Yerusalem, ketika Dia naik ke atas bukit Zaitun dan memandang ke arah kota itu, Alkitab menyebutkan bahwa Dia menangis. Dia menangis atas kehilangan kota yang besar itu yang terletak di hadapanNya; dan yang ketiga tangisanNya di jelaskan oleh Kitab Ibrani, “Dengan air mata yang mengucur deras, Dia mengadakan permohonan kepada Dia yang dapat menyelamatkan Dia dari kematian.”
Seseorang yang tidak pernah menderita dan tidak pernah menangis tidak akan pernag melihat kota yang mistikal dari Abraham di dalam pengembaraan di bumi ini, atau dia tidak akan pernah melihat malaikat seperti yang dilihat oleh Yakub ketika dia tidur. Dari seluruh perkataan yang luar bisa dan pidato Tuhan kita, dan pelayan yang mulia dari Tuhan kita untuk kebaikan dan pertolongan di dalam tahun-tahun pelayananNya, bagi saya, tidak ada hal yang paling mengesankan seperti yang terdapat dalam kasihNya, dan responNya yang penuh belas kasihan kepada kebutuhan manusia.
Apakah seseorang merasa lapar? Bukankah Dia pernah kelaparan di padang gurun? Apakah seseorang kelelahan? Tidakkah Dia kelelahan saat Dia duduk di tepi sumur? Apakah seseorang kehausan? Tidakkah Dia menderita kehausan di kayu salib? Apakah seseorang merasa remuk dan sakit hati?
Tidakkah Dia merasa sakit atas penolakan umatNya sendiri? “Seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan.” Dan Tuhan yang sama, yang turut merasakan kelemahan kita pada masa Dia hidup di dunia ini, adalah Tuhan yang sama yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang menjadi pengantara bagi kita—kasih yang sama, kelembutan yang sama, pengertian dan belas kasihan yang sama dari Tuhan kita Yesus.
Dia sangat sensitif terhadap kebutuhan manusia saat Dia berada di dunia ini. Apakah anda mengingat tentang perempuan malang yang mengalami sakit pendarahan selama dua belas tahun dan tidak ada seorang tabib pun yang dapat menyembuhkannya? Dan dia berkata: “Jika saya dapat menyentuh jubahNya maka saya akan selamat?
Dan di dalam kumpulan orang banyak itu, perempuan itu datang dalam kesederhanaan, dengan sembunyi-sembunyi, dengan mencuri-curi, secara rahasia dari belakangNya dan meraihnya serta menyentuh ujung jubahNya.
Dan Yesus berhenti serta berkata: Siapa yang telah menyentuhKu?”
Dan Simon Petrus yang seslalu siap untuk memberikan jawaban berkata, “Tuhan mereka mendesak engkau dari berbagai sisi dan engkau berkata, Siapa yang telah menyentuhKu?”
Dan Tuhan berkata, “Tetapi seseorang telah menyentuhKu. Aku merasakan ada kuasa, dunamis, yang keluar dari padaKu.”---Tuhan di dalam belas kasihanNya memiliki respon yang sensitif pada saat Dia menjadi manusia di bumi ini.
Dan dia tetap seperti itu. Bagian yang luar biasa dari Kitab Ibrani menggambarkan tentang Dia:
… Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan kita pada waktunya.
Saya tidak tahu mengapa kita bisa lemah di dalam pikiran kita dan pemahaman kita. Tetapi sering kali kita berpikir tentang hal itu, di dalam hidup, di dalam keberadaan, di dalam kisah Tuhan kita, untuk sementara waktu, Dia datang ke dalam dunia ini, Dia menghidupi kehidupan kita, bernafas dengan udara kita, berjalan di tengah-tengah kita dan menderita dengan semua pencobaan yang menimpa kita. kemudian setelah menggenapi tujuan kedatanganNya, RohNya kembali ke sorga, dan di sana, Dia telah bersatu dengan kemurnian keilahian Allah di dalam sorga.
Kita sering berpikir, bahwa ketika Dia berada di bawah sini, Dia adalah manusia dan sangat pengertian. Tetapi sekarang, Dia berada di sorga, jauh di atas kita, di dalam keilahian. Dan Dia tidak dapat mengerti. Dan Dia tidak memiliki simpati. Dan Dia bukan lagi seorang manusia.
Akan tetapi, Alkitab menjelaskan bahwa : Tuhan yang sama itu adalah tetap manusia di sorga sama seperti saat Dia berada di bumi ini. Dia tetap sama.
Tanda dari kemanusiaanNya tetap terlihat di dalam Dia pada saat ini, di dalam kemuliaan, sama seperti ketika Dia berada di dunia ini. Dia tetap dikenal sebagai manusia, Maria mengenali Dia ketika Dia memanggil namanya. Yohanes mengenal Dia dari cara Dia melipat kain peluh. Kedua orang murid yang berjalan ke Emaus mengenal Dia dari cara Dia mengucap berkat.
Dan, ketika Dia menampakkan diri kepada murid-murid, Dia berkata kepada mereka, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku."
Dan kemudian berkatalah Ia kepada mereka: "Adakah padamu makanan di sini?" Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.
Tuhan Yesus yang sama, yang kekal dengan tubuh kebangkitan yang mulia. Dan ciri khas yang Dia miliki masih tetap sama.
Saya berpikir tentang sebuah kalimat yang pendek, tetapi penuh makna yang terdapat di dalam Alkitab, yaitu di dalam Wahyu pasal yang pertama, ketika Yohanes berada di Pulau Patmos, melihat kemuliaan Tuhan. Dia melihat gambaran Tuhan seperti ini. Kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah. Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik. Dan di dalam penglihatan dari kemulian Tuhan itu, murid yang dikasihi itu berkata, “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati”—begitu luar biasa, pancaran kemuliaan dari tubuh kebangkitan Tuhan Yesus yang telah mengalami transfigurasi.
Sekarang apakah anda mengingat kalimat berikutnya, “Tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku.” Berapa kali dalam masa ketika Dia menjadi manusia, Yohanes merasakan sentuhan dari tangan itu di atas bahunya ketika Dia memberikan Amanat Agung kepadanya. “Ia meletakkan tangan kananNya di atasku”—kasih yang sama, kelembutan dan gerak tubuh, dan pemahaman yang sama yang dirasakan Yohanes ketika Dia hidup dalam daging. Dia masih tetap Tuhan yang sama seperti ketika Dia hidup di dunia ini.
“Karena itu, datanglah.” Tidak peduli siapa pun anda, atau apa yang telah anda lakukan, atau pergumulan hidup yang anda alami dan yang telah melemparkan anda, mari datanglah. Dia tahu semuanya tentang kita, dan Dia adalah sahabat kita yang penuh belas kasihan.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.