BELAS KASIHAN KRISTUS
(THE COMPASSIONATE CHRIST)
Oleh Dr. W. A. Criswell
Khotbah ini dikhotbahkan di First Baptist Church of Dallas
Pada tanggal 10 Januari 1988
01‑10‑88
Yohanes 11:26
Anda sekarang menjadi bagian dari ibadah Gereja First Baptis Dallas. Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul: Belas Kasihan Kristus. Ini adalah sebuah eksposisi dari Injil Yohanes pasal sebelas.
Di dalam seri khotbah kita melalui Kitab Yohanes kita telah sampai pada salah satu pasal yang terbesar, sebuah pasal yang paling mengesankan dan penuh makna di dalam Firman Allah. Ini adalah kisah dari penyakit dan kematian Lazarus, sahabat Tuhan kita dan kebangkitannya dari kematian.
Saya akan membaca ayat pertama terlebih dahulu sebagai latar belakang. Yohanes 1:1:
Ada seorang yang sedang sakit, namanya Lazarus.
—itu adalah sebuah kata Yunani dari kata Eliezer—
Ia tinggal di Betania, kampung Maria dan adiknya Marta.
Maria ialah perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya.
Dan Lazarus yang sakit itu adalah saudaranya. Kedua perempuan itu mengirim kabar kepada Yesus: "Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit."
Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: "Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan."
Yesus memang mengasihi Marta dan kakaknya dan Lazarus.
Sebagai permulaan dari khotbah ini, bolehkan saya bertanya tentang penilaian anda terhadap sesuatu? Tidakkah anda berpikir bahwa ini merupakan rumah yang terakhir di bumi ini yang akan dimasuki oleh penyakit dan kematian? Ini adalah rumah yang ditinggali Yesus ketika Dia pergi dari rumah. Ketika Dia berada di Yudea, ketika Dia berada di Yerusalem, Dia tinggal di sana di Bethani, di sebuah rumah dimana Maria, Martha dan Lazarus tinggal. Dan Alkitab sendiri di sini menunjukkan bahwa Yesus mengasihi ketiga orang ini, dua orang saudara perempuan dan satu orang laki-laki. Dan dengan memiliki Yesus sebagai seorang tamu di rumah dan Tuhan hadir sebagai sahabat yang setia dan kasih yang tercurah penuh bagi ketiga orang ini, saya bertanya kepada anda, “Tidakkah anda berpikir bahwa rumah ini akan menjadi rumah yang terakhir di mana kematian dan penyakit dapat masuk?”
Hal itu memberikan saya satu kesempatan untuk memberikan sebuah penilaian terhadap khotbah-khotbah modern pada hari ini. Saya tidak tahu hal lain yang paling mengalami penyimpangan yang keliru dari pada khotbah modern yang mengajarkan bahwa ketika anda menerima Tuhan sebagai Juruselamat anda, anda akan menjadi orang Kristen dan menjadi kaya. Anda akan menjadi makmur dan sehat. Anda tidak akan mengalami penderitaan dan masalah.
Keseluruhan sejarah Kristen menentang semua hal itu. Ketika anda menggunakan kata “martir”—martyr. Martyr adalah sebuah kata Yunani untuk “bersaksi.” Martir: Ketika anda menggunakan kata martir, anda sedang berbicara tentang orang-orang Kristen yang menyerahkan nyawanya. Mereka digergaji hingga remuk. Mereka dianiaya. Mereka mengenakan kulit domba atau kulit kambing, telanjang, kesakitan, dan menderita. Mereka dipenjarakan. Mereka dibakar di atas tumpukan kayu api karena mereka adalah murid-murid Tuhan.
Dan kemudian, itu merupakan sebuah hal yang sering diulang-ulang yang anda dengar melalui siaran radio dan siaran televisi, yang berkata: “Anda akan menjadi orang Kristen dan anda akan dilepaskan dari segala rasa sakit dan penderitaan serta pencobaan-pencobaan di dalam hidup.” Sesungguhnya tidak ada hal seperti itu yang disebutkan di dalam Firman Allah maupun dalam pengalaman hidup orang Kristen.
Jika saya berpaling kembali ke dalam Kitab Yohanes pasal sembilan, yang telah saya khotbahkan, Tuhan dan murid-muridNya sedang lewat. Dan mereka melihat seorang yang buta sejak lahir. Dan murid-murid bertanya kepada Tuhan, “Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?”
Dan Tuhan menjawab, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam Dia.” Sebuah tujuan besar ada di belakang kedukaan dan rasa sakit serta penderitaan orang buta itu.
Hal yang sama juga terdapat di dalam kisah Ayub. Dan mengapa firman Tuhan, tidak dapat meresap ke dalam hati kita untuk melihat makna yang seperti itu, tidak dapat saya mengerti. Sahabat-sahabat Ayub, yang menghiburkan Ayub, datang dan berkata, “Engkau pastilah seorang pendosa besar. Karena penderitaan besar yang engkau alami ini.” Dan Alkitab menunjukkan bahwa bapa leluhur itu tidak berdosa. Dia justru merupakan seseorang yang paling saleh di muka bumi ini. Firman Tuhan menggambarkan keseluruhan kisah yang dramatis itu. Ayub, adalah seseorang yang penderitaaannya jauh melampaui penderitaan dari bapa-bapa leluhur yang dijelaskan dalam Alkitab, dan penderitaannya itu terjadi agar kemuliaan Allah, kebaikan Allah, dapat disingkapkan kepadanya.
Dari penderitaan dan rasa sakit yang kita alami, dari pencobaan dan kesengsaraan yang menimpa kita, akan datang berkat Allah yang luar biasa. Seseorang yang tidak pernah menderita dan mengalami kedukaan, seseorang yang tidak pernah menangis, tidak akan mengetahui betapa lebarnya dan dalamnya serta tingginya kasih Allah dan kehadiran Yesus yang memberi penghiburan. Di dalam hal itu justru tersimpan berkat kita yang luar biasa.
Seperti yang diketahui oleh banyak orang dari anda, saya telah menjadi seorang pendeta di Muskogee, Oklahoma sebelum saya datang kemari untuk menggembalakan jemaat di Dallas ini. Di Muskogee, satu-satunya tempat yang memiliki Akademi Indian di daratan Amerika Utara, dan saya pikir mungkin juga satu-satunya tempat di dunia. Sekolah itu bernama Bacone College, yang dibangun di sana oleh Northern Baptist Fellowships.
Di atas fondasi dari Bacone Colege itu, ada sebuah kalimat dari Charles Johnnycake, Kepala suku Indian Delawares, terukir di atas sebuah batu yang ada di kapel gedung itu. Saya sangat terkejut ketika sahabat saya yang luar biasa yang berasal dari Conway berkata kepada saya bahwa Charles Johnnycake merupakan kakek dari istrinya yang terkasih.
Anda dengarkanlah apa yang disampaikan oleh Kepala Suku Indian itu, yang terukir di atas fondasi itu: “Kami telah dibubarkan dan pindah sebanyak enam kali. Kami telah kehilangan harta kami. Kami berpikir ketika kami menyeberangi Sungai Misouri dan membangun rumah kami di Kansas, kami akan aman. Tetapi dalam beberapa tahun, orang-orang kulit putih menginginkan wilayah kami. Kami memiliki pertanian yang baik, membangun rumah-rumah yang menyenangkan dan lumbung-lumbung yang besar. Kami memiliki sekolah-sekolah bagi anak-anak kami, dan memiliki gereja untuk mendengarkan injil sama seperti yang didengarkan oleh orang kulit putih juga. Orang-orang kulit putih datang ke wilayah kami dari Misouri dan mengusai serta membawa ternak dan kuda kami pergi. Dan jika rakyat kami mengikutinya, mereka akan dibunuh.
“Kami berusaha untuk melupakan hal-hal ini. Tetapi, kami tidak akan lupa bahwa orang kulit putih membawa kepada kami injil Kristus yang mulia, pengharapan orang Kristen. Hal ini merupakan bayaran yang lebih dari semua penderitaan kami”—Charles Journeycake, kepala suku Delawares, April 1886.”
Itulah iman Kristen: Bahwa dari semua masalah dan kedukaan, rasa sakit dan penderitaan dalam hidup akan datang kepada kita berkat-berkat yang luar biasa.
Di dalam kisah ini dari kehidupan Tuhan kita: Ketika Lazarus sakit, mereka menyampaikan kabar itu kepada Yesus. Dan dari situlah kisah ini dimulai. Dan bukankah itu merupakan sebuah contoh dari hubungan dan respon yang dibuat oleh murid-murid Tuhan kepada Juruselamat kita? Ketika Yohanes Pembaptis dipenggal, Kitab Suci menyatakan bahwa murid-muridnya datang dan memberitahukan hal itu kepada Yesus. Dan ketika anak dari seorang pegawai istana di Kapernaum sakit dan hampir mati, dia pergi dan memberitahukannya kepada Yesus.
Bukankah begitu mengesankan lagu dari injil yang sekarang kita nyanyikan?
Aku harus memberitahukan Yesus, seluruh kesulitanku
Dia seorang yang baik, Sahabat yang penuh belas kasihan
Di dalam semua bebanku, Dia akan menolongku dengan penuh kemurahan
Dia akan membawa seluruh kesulitanku, selalu hingga akhir
Aku harus memberitahukan Yesus
Aku tidak dapat menanggung beban ini sendirian
[Elisha A. Hoffman, “Aku Harus Memberitahukan Yesus”]
Dan di dalam kisah yang mengharukan ini, siapapun yang telah menerjemahkannya, dia membuat sebuah kaitan yang luar biasa ketika dia menempatkan respon dari Tuhan kita di dalam sebuah ayat yang singkat. Bukankah itu sangat luar biasa: “Maka menangislah Yesus.” Sebuah ayat yang dibuat terpisah sendiri. Yohanes 11:35: Belas kasihan dari hati Tuhan kita. Dia menangis. Dalam bahasa Yunani kata itu adalah, “Dia mencucurkan air mata,” sekalipun diterjemahkan dengan kata: “Maka menangislah Yesus,” maknanya tetap sama.
Tiga kali disebutkan di dalam Alkitab bahwa Tuhan menangis. Yang pertama adalah di depan kuburan Lazarus ini. Yang kedua adalah pada Minggu Palem. Pada saat Yesus memasuki Yerusalem, ketika Dia naik ke atas Bukit Zaitun dan memandang Yerusalem yang terbentang di hadapanNya. Dan di dalam pandanganNya, Dia mengetahui kehancuran kota itu pada tahun 70 A.D., dan Alkitab berkata bahwa Tuhan menangisi kota itu. Dan yang ketiga dijelaskan dalam Kitab Ibrani. Di Taman Getsemani “Dengan air mata yang mengucur deras, Dia mengadakan permohonan kepada Dia yang dapat menyelamatkan Dia dari kematian.” Belas kasihan dan kelembutan hati dari Juruselamat kita.
Terlihat jelas bagi saya bawa ada sebuah pengalaman yang dalam di dalam kehidupan orang Kristen yang hanya dapat diekspresikan oleh air mata. Untuk mengungkapkannya tanpa harus menyatakannya. Mungkin hal itu terjadi dalam pengalaman saat saya diselamatkan. Mungkin pada saat dilepaskan dalam sebuah pencobaan. Mungkin karena sebuah jawaban yang berasal dari sorga. Tetapi, bagaimanapun, hal itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, hanya dengan air mata.
Saya sering berpikir bahwa agama yang kering dan bodoh dan membosankan jauh dari hati dan pikiran Juruselamat kita yang mulia. Allah yang mulia, bagaimana seseorang dapat merespon terhadap kasih yang manis dan yang berharga dari kasih Yesus kepada kita, dan melakukan hal itu tanpa kesan bahkan tanpa air mata? Sebuah keyakinan yang tidak pantas untuk kita. Untuk melihat kota yang mistik yang dilihat oleh Abraham, melalui pengembaran yang kita jalani dalam hidup kita. Untuk melihat malaikat yang bernyanyi ketika Yakub tidur—dan bolehkah saya berbicara tentang sebuah hal yang cocok dan yang mewarnai pengakuan itu? Ketika kita kehilangan kepekaan dan belas kasihan kemanusiaan kita, kita juga kehilangan ketajaman moral kita.
Saya telah menjelajahi Dachau, berkeliling di sekitar Dachau, tidak lama setelah Perang Dunia Dua, di daerah Munich, dimana Hitler bangkit untuk berkuasa. Dan saya melihat-lihat sekitar tempat itu. Pada hari ini, kita menggunakan tikus, tikus putih, dan marmot dalam percobaan di laboratorium ilmiah, tetapi Hitler menggunakan manusia, dan kebanyakan orang Yahudi. Dan dia melakukan hal itu di Dachau dengan menggunakan manusia sebagai bahan percobaannya, yang diciptakan dalam rupa dan gambar Allah.
Dalam mencari sebuah jawaban terhadap jenis pakaian yang akan mereka gunakan ketika mereka menduduki Rusia, mereka menempatkan orang-orang Yahudi ini dalam temperatur yang rendah, hingga mereka mati membeku—semua jenis percobaan dilakukan dengan cara itu. Darimanakah rasa tidak peka itu berasal? Hal itu berasal dari bangsa yang paling memiliki intelektual yang tinggi yang pernah hidup di dalam kisah manusia? Dan tidak pernah ada dalam sejarah manusia dimana mereka memiliki kecakapan intelektual, pelatihan universitas dibangding dengan apa yang dimiliki oleh Jerman. Dan inilah hasilnya: Ketidakpekaan moral berasal dari kurangnya sebuah kasih dan hati yang berbelas kasihan.
Dan bolehkah saya menunjukkan hal yang sama pada hari ini? Saya telah berada di Hirosima. Dan saya mengunjungi sebuah rumah sakit yang terdiri dari orang-orang yang masih hidup pasca bom atom. Dan jika laporan ini benar pada hari ini, bom yang diledakkan di atas Hirosima adalah sebuah ledakan yang dapat dibandingkan dengan sebuah ledakan thermonuklir yang dapat dihasilkan oleh negara kita pada hari ini.
Ini adalah hasil dari eksperiman dan ilmu pengetahuan. Tetapi, betapa hal itu telah menjadi sebuah ketakutan yang mengerikan di tengah-tengah hati manusia terhadap sebuah konfrontasi atom? Saya hanya sedang menunjukkan bahwa kepekaan moral kita, sungguh –sungguh dapat dibutuhkan untuk membebaskan kita.
Untuk menjadi sama seperti Yesus, seperti Tuhan kita. Salah satu hal itu tertulis dalam Kitab Matius pasal sembilan yang menyebutkan bahwa ketika Yesus melihat orang banyak itu, Yesus tergerak oleh belas kasihan. “Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka” yang merupakan wujud kasih sayang Yesus. Ketika saya membaca Alkitab, ketika seseorang membaca tanpa sebuah penghakiman dalam membaca kisah kehidupan Tuhan kita, dia pasti akan berdiri dengan penuh kekaguman terhadap keindahan dari kehidupan Tuhan kita—di dalam pekerjaanNya, di dalam perbuatanNya yang saleh—atau terhadap pengajaranNya yang luar biasa seperti Khotbah Di Bukit: yang dipenuhi dengan hal-hal sorgawi. Tetapi di luar dari semua hal itu, dari karakteristik hidup Tuhan kita, dari keindahan pekerjaanNya dan pengajaranNya yang luar biasa, apa yang paling mengesankan bagi saya adalah RohNya yang penuh belas kasihan, responNya terhadap penderitaan dan kedukaan manusia.
Apakah seseorang merasa lapar? Bukankah Dia pernah kelaparan di padang gurun? Apakah seseorang kelelahan? Tidakkah Dia kelelahan saat Dia duduk di tepi sumur? Apakah seseorang kehausan? Tidakkah Dia menderita kehausan di kayu salib? Apakah seseorang merasa remuk dan sakit hati?
Tidakkah Dia merasa sakit atas penolakan umatNya sendiri? “Seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan.” Sahabat yang setia, yang penuh belas kasihan.
Pada saat Dia hidup di dunia ini, Tuhan kita sangat peka terhadap orang-orang yang berada disekelilingnya. Apakah anda mengingat, pada suatu kali ketika Dia dikelilingi dan didesak oleh orang banyak dari berbagai sisi? Tuhan berkata, “Siapa yang telah menyentuhKu?”
Dan Simon Petrus berkata, “Tuhan mereka mendesak engkau dari berbagai sisi dan engkau berkata, Siapa yang telah menyentuhKu?”
Dan Tuhan berkata, “Tetapi seseorang telah menyentuhKu.”
Dan ketika dia tidak dapat bersembunyi, seorang perempuan yang telah mengalami sakit pendarahan selama dua belas tahun, tersungkur di kakiNya dan berkata, “Tuhan aku telah berkata di dalam hatiku, jika saja aku dapat menyentuh ujung jbahMu, maka aku pasti sembuh.” Betapa pekanya Tuhan kita: dikerumuni dari berbagai sisi, tetapi tetap peka terhadap orang yang malang itu, yang sakit, wanita yang mengalami penderitaan.
Jadi, saya memiliki sebuah pernyataan yang berasal dari Firman Allah: Dia tidak berubah. Dia yang ada di sorga masih tetap sama seperti ketika Dia berada di dunia ini. Kitab Suci dengan penuh empatik menjelaskan hal itu:
Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka….
Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan peirazō, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.
Lagi:
Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan kita pada waktunya.
Dia tetap merupakan Tuhan yang sama.
Kita bagaimanapun cendrung berpikir bahwa, untuk sementara dan untuk tujuan yang pasti, Tuhan kita mengenakan kemanusiaan kita, tetapi ketika tujuan itu telah dicapai maka sifat kemanusiaanNya akan lenyap. Dan dia kembali, naik ke sorga, RohNya akan bersatu dengan keilahian yang murni. Itulah yang cendrung kita pikirkan.
Akan tetapi Alkitab memberi pengakuan dan keyakinan yang sebaliknya. Sebagaimana ketika Dia berada di dunia ini, seseorang yang baik, sahabat yang penuh belas kasihan, yang tergerak oleh penderitaan kita, adalah Dia yang tetap sama yang berada di sorga pada hari ini. Dia tidak berubah. Dia adalah Tuhan yang sama ketika Dia berada di dunia ini.
Saya harus mempercepat khotbah ini. Biarkan saya mengambil waktu sejenak untuk menjelaskan hal itu. Bagaimana Kitab Suci menjelaskan penegasan dari kemanusiaan Yesus itu.
Di dalam kisah kebangkitan Tuhan kita, Dia berdiri dalam sebuah taman. Dan Maria Magdalena berpikir bahwa yang sedang berdiri itu adalah tukang kebun, padahal yang sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang telah bangkit. Dan Maria mengenali Dia dengan cara ketika Dia menyebut namanya: “Maria.”
Dan dia mengenali Tuhan. Bagaimanapun, tidak ada seorangpun yang memanggil nama “Maria” seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Dan Maria mengenali Tuhan dari cara Yesus menyebutkan namanya.
Atau contoh lain ketika Simon Petrus dan Yohanes berlari ke kuburan yang kosong. Petrus langsung masuk ke dalam, dan Yohanes mengikutinya kemudian. Dan ketika Yohanes melihat kain peluh yang ditempatkan secara hati-hati, Yohanes menulis bahwa dia percaya bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati, dan menempatkan kain peluh itu di situ.
Apa? Yesus memiliki sebuah cara dalam melipat sebuah kain peluh. Dan ketika Yohanes melihat kain peluh itu terlipat, dan itu merupakan bentuk dari lipatan Tuhan Yesus, lalu dia tahu bahwa Yesus telah bangkit dari kematian.
Atau dalam pasal yang indah yang kita baca bersama-sama, ketika Yesus duduk di meja, pada saat makan malam di Emaus, bersama dengan dua orang murid. Dan ketika Dia mengucap berkata, mereka mengenali Dia. Tidak ada seorang pun yang mengucap berkata seperti yang dilakukan oleh Tuhan. Dan dari cara Dia mengucap berkat, kedua murid itu mengenali Dia.
Atau contoh yang lain lagi, ketika Yesus menampakkan diri di hadapan murid-muridNya: Dia berkata kepada mereka, “Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku." Dan kemudian berkatalah Ia kepada mereka: "Adakah padamu makanan di sini?" Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.
Apa yang terjadi di sana, tentu saja itu merupakan tingkat yang kedua. Ketika anda makan—bagian yang pertama—hal itu akan masuk ke dalam daging yang hidup. Kemudian itu akan menempati bagian yang kedua. Akan masuk ke dalam tubuh rohani, Tuhan Yesus yang sama.
Atau contoh yang lain lagi: Di dalam Kitab wahyu pasal pertama, Yohanes di Pulau Patmos, melihat Tuhan. Tubuh kebangkitan yang mulia, yang agung dan luar biasa. Dia melihat Tuhan Yesus: “Aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring seperti bunyi sangkakala Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku…tampaklah kepadaku tujuh kaki dia dari emas”—tujuh jemaat di asia. Tuhan berada di dalam jemaatNya. Tuhan berada di sini.
Yohanes melihat kemuliaan Tuhan. Dan dengan diliputi oleh penglihatan yang mulia itu Yohanes berkata, “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati.” dan apakah anda mengingat ayat yang berikutnya: “Tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku.”
Saudara yang terkasih, saya berpikir, berapa kali Tuhan melakukan hal itu ketika Dia berada di dunia ini. Meletakkan tangan kananNya di atas Rasul Yohanes, dan mengajarkan kepadanya tentang jalan Tuhan. Ytuhan Yesus yang sama.
… Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati. Ia meletakkan tangan kanan-Nya—di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir,
Dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.
Tuhan Yesus yang sama, di dalam gerak tubuhNya, di dalam ciri khas yang Dia miliki, seperti yang anda miliki juga.
Dan “menyentuh kita serta turut merasakan kelemahan-kelemahan kita.” Tidak ada duka kita yang tidak Dia pahami. Tidak ada air mata kita yang tidak menjadi bagian dari air mataNya. Yang menyentuh kita dan merasakan kelemahan-kelemahan kita.
Tuhan, betapa Engkau menjadi Juruselamat yang luar biasa. Tabib Agung yang begitu dekat, Yesus yang penuh belas kasihan. Dia berbicara kepada hati yang patah untuk tersenyum.
Oh, dengarkanlah suara Yesus
Syair yang manis dalam nyanyian Serafim
Nama yang manis di atas lidah yang kekal
Nyanyian termanis yang pernah dilantunkan
Yesus, sahabat kita dan Juruselamat kita
Yesus yang mulia.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.