RUMAH DI SORGA

(THE LIGHTS OF HOME)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Yohanes 14:3

07-10-88

 

            Ini adalah Gereja First Baptist Dallas. Dan saya Pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul Rumah di Sorga. Ini adalah sebuah khotbah tentang sorga. Di dalam seri khotbah kita melalui Injil Yohanes, yaitu Injil yang keempat, kita telah sampai di dalam pasal empat belas.

            Dan pasal itu dimulai dengan kalimat ini: “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah (kita percaya), percayalah juga kepada-Ku (Dan kita harus percaya).

Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”—topon, sebuah tempat.  Sorga bukanlah sebuah busa yang jauh dari mimpi. Itu adalah sebuah tempat yang nyata : topon, sorga adalah sebuah tempat. Rumah kita adalah sebuah tempat.             

“Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

            Ketika kita sampai ke pasal 14, 15, 16 dan 17, kita sampai ke bagian yang paling kudus di dalam kehidupan Tuhan kita. Ini adalah dasar kemenangan bagi iman kita, dan kita akan berkhotbah dari bagian pasal itu. 

            Anda lihat, ini adalah malam dimana Tuhan kita ditangkap dan dianiaya, dan pada keesokan harinya pada pukul sembilan pagi, Dia dipakukan di atas kayu salib. Dan Dia telah berbicara kepada murid-muridNya, yaitu perkataan ini, mereka berbicara tentang penderitaan dan kematian. 

            Di dalam pasal enam belas ayat enam, Tuhan kita berkata kepada murid-muridNya, “Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita.” Kita semua pasti menghadapi kekecewaan dan kekalahan dan keputusasaan tanpa dapat dihindarkan.

Jika anda belum mengalaminya, maka pasti anda akan mengalaminya. Tidak ada sebuah rumah, sebuah keluarga, dan sebuah kehidupan yang tidak akan masuk ke dalam awan gelap yang menurunkan hujan keputusasaan yang berat. Bagaimana anda menghadapai masa yang tidak dapat dielakkan dan tidak dapat ditawar itu?

Saya telah memilih dari dunia tiga penjelasan dari manusia di dalam apa yang mereka katakan saat mereka bertemu dengan keputusasaan dan kekecewanan serta kematian di dalam hidup. Yang pertama adalah seorang filsuf. Dia adalah Jean Paul Richter, seorang skeptis. Dia lahir dalam sebuah rumah yatim piatu. Dia belajar teologi. Tetapi dia menjadi seorang kritikus yang mengerikan.

Dengarkanlah apa yang dia sampaikan ketika dia melihat urgensi kehidupan, “Aku telah melintasi dunia. Aku telah bangkit bagi matahari. Aku telah menekan garis melintang, tempat yang besar di langit. Aku telah turun ke tempat dimana bayangan telah kehilangan keberadaannya, mati dan berakhir. Kita semua yatim piatu, anda dan saya. Semua jiwa di dalam mayat yang luas ini seperti parit dari alam semesta yang sungguh-sungguh kesepian.”

Saya telah memilih dari dunia politik, negarawan dunia, sebuah kalimat dari Benjamin Disraeli. Dia adalah Perdana Menteri Inggris dibawah pemerintahan Ratu Viktoria, dan seseorang yang dihormati. Ada yang sangat memuja Benjamin Disraeli. Ini adalah kalimat dari Benjamin Disraeli itu, “Masa muda adalah kesalahan. Masa dewasa adalah sebuah perjuangan. Dan masa tua adalah sebuah penyesalan.”  

Dan saya telah memilih dari dunia literatur, sebuah kutipan dari Tolstoy, seorang penulis terkenal dari Rusia. Di dalam karyanya yang berjudul My Confessions and My Religion, dia berkata, “Berbagai sikap manusia dapat diambil untuk menjalani kehidupan:

‘Yang pertama : semua kehidupan buruk, mabuk dan melupakannya. Kedua : semua kehidupan buruk, berjuanglah melawannya. Ketiga : semua kehidupan buruk, gerakkan dirimu untuk keluar darinya—seperti bunuh diri. Keempat : semua kehidupan buruk, tetapi hiduplah dengan menerima hal itu sebagaimana hal itu datang.” 

Dan dia berkata, “Saya menjadi bagian yang keempat.” Keempatnya menyatakan semua kehidupan buruk. Dan jalan keluarnya adalah menerimanya dengan teguh, pandai dalam mengendalikannya.

Betapa berbedanya menghadapi keadaan darurat dan kemungkinan serta peristiwa hidup di dalam bagian orang Kristen.

Di dalam bagian yang luar biasa ini, yang sedang saya khotbahkan ini, lihatlah di bagian awalnya. Lihatlah di bagian akhirnya. Lihatlah di tengah-tengahnya. Hal itu dimulai dengan kalimat, “Janganlah gelisah hatimu.” Kita percaya kepada Allah. Kita percaya kepada Yesus, Tuhan kita.

Lihatlah bagian akhirnya, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan.” Jangan berpikir bahwa anda dapat melarikan diri dari hal itu! “Di dalam dunia kamu menderita penganiayaan. Tetapi, inilah iman orang Kristen, “Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”

Dan di tengah-tengah bagian itu tidak berbeda. Dia berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.” Dan lagi, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.”

“Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”

Ini adalah respon orang Kristen terhadap semua masalah dan kesakitan serta kekecewaan dalam hidup umat manusia. Matahari terbenam untuk terbit kembali. Dan Yesus dikuburkan untuk mengalahkan maut dan kuburan. Dan itu adalah roh kemenangan dan optimisme di dalam hidup yang pernah dijelaskan, apa pun rasa sakit itu.

Dengarkanlah perkataan ini. Di dalam Kitab Ibrani pasal sebelas, “Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan dipenjarakan.  Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan.”

Dunia ini tidak layak bagi mereka….

“Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi mereka.”

Itu adalah kemenangan yang terletak di dalam hati setiap anak-anak Allah. Bagaimanapun penderitaan itu atau bagaimanapun rasa sakit itu atau bagaimanapun kekecewaan itu, Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita. 

Apakah hal yang lebih baik itu? Di dalam pasal yang sama yaitu pasal sebelas dari Kitab Ibrani, penulis menjelaskannya seperti hati Abraham, bapa leluhur kita yang memandang melalui hal itu.

“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing … Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.”

Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.

Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ. 

“Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Dia tidak akan mengecewakan anda.

“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.” Di sini kita tidak memiliki rumah yang tetap. Karena itu, Allah telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.

Di dalam Kitab Filip, Filipi 3 : 20, Paulus berkata, “Karena politeuma kita, kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia,” yang kekal, mulia, dan dibangkitkan. O, Tuhan, betapa merupakan sebuah janji yang mulia. 

 

Aku merupakan seorang asing disini

Sorga adalah rumahku

Dunia hanyalah sebuah padang yang suram

Sorga adalah rumahku

Dukacita dan bahaya berdiri mengancam

Mengitariku dalam setiap sisi

Sorga adalah tanah airku

Sorga adalah rumahku

 

Dan di dalam keyakinan kita yang mulia itu, kita menghadapi setiap masalah dan perubahan dan kedaruratan hidup. Allah bersama dengan kita, yang telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita.

            Sekarang, khotbah ini akan dibagi menjadi tiga bagian. 

            Yang pertama. Cahaya dari rumah kita, rumah sorgawi kita. Dan alasan yang saya gunakan untuk menandakan dan memberitahukan rumah sorgawi yang telah disediakan Allah bagi kita karena Dia berkata, “Kota itu tidak memerlukan matahari dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah meneranginya. Dan Anak Domba itu adalah lampunya…

Dan pintu-pintu gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana.”

            Kemudian Dia mengulang hal itu di dalam Wahyu 22 : 5, “Dan malam tidak akan ada lagi di sana, dan mereka tidak memerlukan cahaya lampu dan cahaya matahari, sebab Tuhan Allah akan menerangi mereka, dan mereka akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya.”

            Cahaya rumah, kemuliaan sorga, dibagi menjadi tiga bagian. Yang pertama,  bahwa di sana ada orang-orang yang melihatnya dengan cemerlang, jelas dan bersukacita di dalam harapannya.

            Yang kedua, ada orang-orang dimana cahaya itu tampak buram. Berkelap kelip, dan mereka bimbang terhadap hal itu. Ada orang-orang yang tidak memiliki pengharapan sama sekali. Mereka tidak percaya kepada Allah. Mereka tidak percaya kepada Kristus. Dan mereka mati dalam menghadapi kegelapan keputusasaan dari kematian.

            Yang pertama, ada orang-orang yang melihat cahaya sorga begitu indah, sangat cemerlang. Saya ingat ketika menjadi mahasiswa di seminari, di gereja pedesaan yang saya gembalakan. Di dalam asosiasi yang ada di sana, ada seorang wanita yang berpengaruh. Dia memiliki tiga orang anak.

            Dan ketiga anaknya itu berada dalam sebuah mobil untuk pergi ke sekolah. Dan ketika mereka melintasi jalur kereta api, Pan American Passenger Train secara mengerikan jatuh menimpa mereka. 

            Saya berpikir bahwa pemuda itu, anak laki-laki yang tertua yang mengemudikan mobil, sedang berbicara dengan kedua saudaranya, dan seperti anda tahu, tidak sedang berpikir. Dan di dalam sebuah momen, terjadi kecelakaan yang mengerikan dan ketiga anak itu meninggal dengan segera.

            Anda berpikir tentang penderitaan yang datang kedalam jiwa wanita yang mulia itu, ketika mereka menyampaikan peristiwa yang terjadi. Ketiga orang anak anda telah meninggal! 

            Kemudian, dalam sebuah pertemuan asosiasi, saya mendengarkan kesaksiannya ketika dia berbicara tentang sorga dan rumah. Hal itu sangat menggerakkan hati saya. Saya menghampiri dia setelah pertemuan itu selesai dan saya berkata, “Ibu yang terkasih, saya tidak pernah digerakkan begitu dalam dari pada mendengar ungkapan anda tentang iman dan jaminan.”

 

Ada sebuah rumah dari  bangunan-bangunan yang besar

Di dalam rumah Bapa di atas sana

Yang telah disiapkan oleh Juruselamat kita

Untuk anak-anak dari kasihNya

Lalu, hatiku tahu dan tidak berputus asa,

Sekalipun berada dalam kedukaan yang aku jelajahi,

Pancaran sinar dari banyak rumah-rumah besar

Aku dapat melihat cahaya rumah itu

Ketika badai hidup sedang menggoda

Keraguan dan ketakutan mengarungi jiwaku,

Aku dapat mendengar melampaui angin yang ribut,

“Janganlah gentar hatimu.’

Jadi, dengan wajah yang berpaling ke rumah kekal

Memancar dari rumah-rumah besar

Aku dapat melihat cahaya rumah.

Ketika bayangan malam jatuh menyelimuti

Dan yang kukasihi telah berlalu,

Dan aku menanti dengan kelegaan, harapan,

Menunggu sorga yang turun ke bumi,

Bersinar terang, bersinar sangat terang

Hingga malaikat datang untukku

Memancar dari rumah-rumah besar

Aku dapat melihat cahaya rumah.

 

            Ini adalah kesaksian dari pengembaraan orang Kristen. Dan apa yang dapat saya sampaikan tentang orang-orang kudus yang sekarat? Saya telah melihat dan mendengar tentang orang-orang sekarat, anak-anak kudus Allah, ketika mereka menggambarkan pintu yang terbuka ke dalam sorga. Mereka mendengar nyanyian malaikat. Mereka akan menggambarkan ke saya tentang wajah Yesus.

            Saya adalah sahabat dari seorang pendeta yang sudah tua, yang dalam tahun-tahun yang lampau telah pergi, ketika saya memulai pengembalaan saya. Dia tinggal di seberang jalan. Dan ketika saya pergi untuk menjenguknya, ketika dia berbaring sekarat, manusia Allah itu berkata kepada saya, “Siapakah yang pernah berpikir bahwa kematian akan seperti ini?”

            Dan dia menjelaskan bahwa dia telah melihat Yesus. Dan dia menjelaskan bagaimana malaikat bernyanyi. Dan dia menjelaskan bagaimana sorga itu terlihat. Dan dia berkata kepada saya, “Siapakah yang pernah berpikir bahwa kematian merupakan sukacita, kedamaian, kemuliaan dan kemenangan.”

            Melihat cahaya rumah.  

            Kemudian ada orang-orang yang bagi mereka janji itu sangat redup, kelap-kelip dan samar-samar. Mereka memiliki sebuah keyakinan dan sebuah kepercayaan yaitu, “Saya berharap begitu, atau saya duga begitu atau mungkin begitu.” Itu sangat berbeda dari iman dari anak Allah. 

            Paulus berkata, “Karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakanNya kepadaku hingga pada hari Tuhan.”  

            Ayub berkata, “Tetapi aku tahu : Penebusku hidup, dan akhirnya ia akan bangkit dari dalam debu, dan mataku akan melihat dia menang dan mulia.”

            Kitab Yohanes ini, diluar dari apa yang sedang saya khotbahkan, memiliki begitu banyak pengulangan dari sebuah iman yang tidak tergoyahkan, yang berdiri teguh di atas batu karang Kristus.            

            Dia memulai dalam pasal pertama, “Dia datang kepada milik kepunyaanNya—Tuhan kita datang kepada milikNya sendiri—“dan milik kepunyaanNya itu tidak menerimaNya.

“Tetapi semua orang yang menerimaNya, diberiNya exousian”—bagaimanakah anda mengucapkan exousian, otoritas, keistimewaan, jaminan? Exousia, diberiNya  exousia—“kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya kepadaNya.” 

            Ayat Alkitab yang paling terkenal, yaitu Yohanes 3 : 16, “Supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.” 

            Atau Yohanes 10 : 27 -29 :  “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.

Dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.

“Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.

Aku dan Bapa adalah satu.”

Jaminan. Sebuah pengetahuan, pengetahuan keyakinan. Saya tahu bahwa Allah telah menyelamatkan saya. Dan Tuhan Allah yang sama akan selalu memelihara saya.

Saudara yang terkasih, jika saya mendasarkan pengharapan saya untuk sorga, cahaya rumah disana, jika saya mendasarkan untuk sorga di atas pekerjaan baik saya, bagaimanakah saya mengetahui bahwa saya cukup baik atau tidak? Tidak peduli seberapa saya berusaha, saya tetap dapat jatuh dari  kekudusan dan harapan serta kebaikan Allah.

Bagaimana saya mengetahui selamanya jika saya mendasarkan keselamatan saya atas diri saya sendiri? Bagaimana seandainya saya mendasarkan keselamatan saya atas gereja, keanggotaan saya di dalam gereja.            

Ketika saya muda, untuk pertama kalinya saya pergi ke sebuah gereja. Pelayannya memakai jubah dan dia berkata, “Engkau berada di Ibu gereja. Engkau menjadi miliki Ibu gereja. Dan Ibu gereja akan membawa engkau ke sorga.”

Bukankah itu merupakan hal yang sangat sederhana? Anda hanya perlu bergabung ke gereja dan anda akan pergi ke sorga. Saya takut akan hal  itu. Gereja sangat dapat berbuat kekeliruan.

           Jadi, apakah yang menjadi dasar bagi harapan dan jaminan saya? Biarlah saya mendasarkan pengharapan saya, bukan di dalam saya maupun gereja. Tetapi biarlah saya mendasarkan pengharapan saya dan jaminan saya di dalam Yesus, Tuhan saya. Memandang kepada Yesus. Dia tidak akan gagal. Hanya memandang kepada Tuhan Yesus.  

            Bergantung atas Dia, percaya kepadaNya, menyerahkan seluruh masa depan saya kepadaNya. Berdiri di samping saya di waktu kematian kita dan membuka pintu sorga bagi kita, itulah Tuhan Yesus. 

            Apakah anda mengingat kisah Simon Petrus ketika angin sakal mengamuk di laut? Tuhan kita sedang berjalan di atas air, lalu Petrus berseru dan menjawab Dia : "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air."

            Dan Tuhan kita berkata, “Datanglah setiap waktu.” Anda ingin menunjukkan iman yang besar kepada Kristus, Dia akan menghormati hal itu.

Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. Selama dia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan, dia dapat berjalan di atas air.

Tetapi ketika dia mulai melihat dirinya sendiri. Apa yang dia lakukan, dan ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam.

            Selama kita mengarahkan mata kita kepada Yesus, semua kesakitan dan penderitaan serta keputusasaan dalam hidup tidak berarti apa-apa. Berjalan dengan wajah kita mengarah kepada kehendak sorga, memandang kepada Tuhan kita, percaya kepadaNya, yakin kepadaNya.

 

Palingkan matamu ke arah Yesus

Melihat penuh ke dalam wajahNya yang mulia

Semua hal-hal dari dunia ini (apapun itu)

Akan menjadi redup

Di dalam cahaya dari kemuliaan dan anugerahNya

Ada sebuah kehidupan dalam pribadi yang tersalib

Ada sebuah kehidupan dalam momen ini untuk engkau

Lalu, pandanglah, orang-orang berdosa, pandanglah kepadaNya dan selamatlah,

Bagi Dia Yang telah dipaku di atas salib.

 

Adalah Yesus yang menyelamatkan kita. Adalah Yesus yang akan menjaga kita. Dan adalah Yesus yang akan membuka pintu masuk ke dalam sorga bagi kita. Percaya kepada Yesus.

            Yang terakhir, ada orang-orang yang tidak menemukan perlindungan dan kenyamanan serta tidak percaya, dan tidak memiliki keyakinan di dalam Tuhan kita sama sekali. Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya. Mereka atheis. Mereka adalah orang kafir. Mereka agnostik. 

            Saya menyalin beberapa literatur raksasa-raksasa dari dunia ini, ketika mereka berbicara tentang orang-orang yang menolak iman. Yang pertama, “Tidak seorang pun yang cukup sendirian di dunia ini sebagai seorang yang menyangkal Allah.” 

Yang lainnya, Robert Ingersoll.  Dia adalah seorang kafir yang mengajar di seluruh Amerika. “Ateisme tidak akan pernah menjadi sebuah institusi, itu tidak akan menjadi sesuatu yang lebih selain dari pada sebuah kemiskinan.” 

            Lagi: “Sedikit philosophi mencenderungkan pikiran manusia kepada ateisme, tetapi pendalaman di dalam filsafat membawa pikiran manusia kepada agama.”

            Francis Bacon berkata bahwa, “Merupakan sebuah observasi yang sangat baik sekali dari Plato di dalam karyanya Laws bahwa ‘ateisme adalah sebuah penyakit bagi jiwa sebelum hal itu menjadi sebuah kesalahan pemahaman.”’

            Lagi: “Ketika seorang ateisme dapat meyakinkan seseorang bahwa mereka mati seperti binatang, mereka akan segera dibawa ke dalam kehidupan seperti binatang.”

            Lagi: “Mereka yang mengangkal Allah menghancurkan kehormatan seorang manusia; karena memang manusia adalah sanak dari binatang oleh tubuhnya; dan jika dia bukan sanak Allah oleh rohnya, dia adalah sebuah dasar dan ciptaan yang rendah.”      

            Lagi: “Tuliskanlah semua kekaburan dari kekafiran dan anda akan menemukan bahwa hal itu membutuhkan iman yang lebih untuk percaya sebagai seorang kafir dari pada sebagai seorang Kristen.”

            Lagi: “Bahwa alam semesta dibentuk oleh sebuah kumpulan atom-atom yang terjadi secara kebetulan, saya tidak akan lebih percaya bahwa kumpulan dari alphabet yang terjadi secara aksidential akan jatuh kedalam sebuah risalat yang sederhana dari filsafat.”

            Dan lagi: “Jejak kaki dari seorang yang biadab memiliki bekas di pasir adalah cukup untuk membuktikan kehadiran seseorang untuk seorang ateis; tetapi dia tidak akan mengenal Allah, yang tanganNya mempengaruhi atas seluruh alam semesta.”

            Lagi: Kepercayaan menjamin kita bahwa penderitaan kita akan berakhir; ia memberikan kenyamanan bagi kita, mengeringkan air mata kita; menjanjikan kehidupan yang lain bagi kita. Sebaliknya, di dalam penyembahan ateisme yang buruk sekali, kesengsaraan manusia adalah  dupa, kematian adalan iman, sebuah peti mayat adalah altar dan ketiadaan adanya Ilahi.”

            Dan lagi: “Untuk menghancurkan ide tentang kekekalan adalah untuk menambahkan kematian kepada kematian.” Dan lagi: “Ada sebuah fakta dimana kita dapat mengkonfrontasikan semua ide ateisme; yaitu, tidak seorangpun yang pernah menjadi orang Kristen di atas ranjang kematiannya.  Tidak akan pernah!”

            Dan yang terakhir: Ada seseorang yang bernama Athanasius Kircher.  Dia adalah seorang ahli matematika dan seorang astronom di Jerman dalam tahun-tahun belakangan ini, dan dia memiliki seorang sahabat karib yang merupakan seorang ateis.

            Dia mengundang sahabatnya itu, seorang kafir, seorang ateis, seorang yang tidak percaya, dia mengundangnya untuk datang ke rumahnya. Dan inilah yang dilakukan oleh Athanasius.

            Dia menyiapkan sebuah bola bumi yang indah dengan bintang-bintang di atasnya. Sebuah bagian yang indah. Dan dia menempatkannya di ruang tamu dimana teman ateisnya dapat melihatnya. Dan ketika sahabatnya itu datang dan berada di ruang tamu, dia melihat karya yang sangat indah itu.        

            Dan di dalam kekagumannya dia berkata kepada Athanasius, “Siapakah yang membuatnya? Siapakah yang menciptakannya? Siapakah penyusunnya? Darimanakah itu berasal?

            Dan sang astronom berkata, “Oh, tidak ada yang membuatnya. Tidak ada yang menyusunnya. Tidak ada yang menciptakannya. Tercipta dengan sendirinya. Terbentuk dengan sendirinya.”

            Dan sahabat ateisnya berkata, “Athanasius, engkau bercanda. Seseorang pasti membuatnya. Siapa yang melakukannya?”

            Dan Athanasius berkata, “Sahabatku, jika tiruan yang remang-remang ini dari ciptaan Allah yang berada di atas kita, jika tiruan yang yang sesedehana ini membawa seorang pencipta ke dalam pikiranmu, seseorang yang membuatnya dan membentuknya, bagaimana kamu dapat berpikir bahwa ini tidak mungkin tidak memiliki seorang pencipta? Dan kemudian, kamu lihatlah karya agung dari Allah yang berada di atas kita dan di sekitar kita dan menemukan bahwa semuanya tidak memiliki Pencipta dan tidak ada yang membuatnya”.

            Dan sahabat ateisnya berkata, “Athanasius, aku melihat kebodohanku. Aku melihat. Aku mengenali kebodohanku dan akan berpaling dari itu.”

            Itulah kehadiran Allah di sekeliling kita dan di atas kita. Setiap hari dan setiap malam Dia menuliskan namaNya di angkasa, di dunia, pada bintang-bintang, di dalam kehidupan manusia kita. Dan untuk menerima Dia dan percaya kepada Dia serta yakin kepadaNya dan memiliki sebuah jaminan. 

 

Pengharapanku tidak dibangun atas apapun

Selain darah Yesus dan kebenaranNya.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.