PENDERITAAN TUHAN KITA
(Our Lord’s Entrance Into Suffering)
Oleh Dr. W.A. Criswell
Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto
“Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan…. Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut” (Ibrani 2:9, 10, 14, 15).
Ayat-ayat ini mendeskripsikan Tuhan kita berhubungan dengan penderitaan-Nya. Ia dibuat sedikit lebih rendah dari para malaikat, menjadi manusia, menjadi seperti kita agar oleh anugerah Allah Ia dapat mengalami kematian bagi setiap manusia. Untuk membawa manusia kepada keselamatan. Panglima keselamatan kita dibuat sempurna melalui penderitaan.
“Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya” (Ibrani 5:7-8).
Oleh anugerah Allah Panglima keselamatan kita dibuat “sempurna” melalui penderitaan. Walaupun Ia adalah Anak, namun Ia belajar taat dalam menghadapi penderitaan dan menjadi “sempurna.” Ia menjadi perencana keselamatan kekal kita semua yang mau menerima Dia. Bagi kita kata “sempurna” berarti kesempurnaan moral yang tanpa dosa. Tetapi yang dimaksudkan di sini bukan berkonotasi seperti itu. Kata yang diterjemahkan “sempurna” di sini adalah teleios.
Kata teleios berhubungan dengan sesuatu yang digenapi sesuai dengan apa yang sebelumnya telah direncanakan. Sebagai contoh pohon Ek adalah teleios dari biji buah pohon Ek. Biji buah pohon Ek ditabur dan tumbuh menjadi pohon, jadi pohon adalah teleios dari biji yang ditabur atau merupakan tujuan mengapa biji itu ditanam. Laki-laki dewasa adalah teleos dari anak-anak. Jika seorang anak tidak bisa tumbuh dewasa itu adalah sesuatu yang sungguh tragis, ia tidak akan mencapai gol yang telah Allah rencanakan bagi dirinya.
Kata teleios diaplikasikan untuk Tuhan kita Yesus Kristus: Allah membuat Kapten keselamatan kita menjadi “sempurna” melalui penderitaan. Walaupun Ia adalah Anak, namun Ia belajar taat dalam penderitaan. Ia dibuat teleios atau memenuhi tujuan Allah yang telah direncanakan bagi Dia. Ia datang ke dalam dunia untuk menderita dan mati. Ia datang untuk memenuhi tujuan atau rencana atau teleios. Ia mau menjadi pemrakarsa keselamatan kekal bagi kita yang menerima kasih karunia dan pengampunan-Nya atas dosa-dosa kita di dalam Dia.
PENDERITAAN YESUS
Di dalam Ibrani 10 ada diskusi yang agung tentang tujuan (teleios) yang Tuhan kita peruntukkan bagi kita.
“Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa” (Ibrani 10:4).
Menurut penulis Kitab Ibrani setiap kali korban dipersembahkan, kita diingatkan akan dosa-dosa kita. Korban-korban itu harus dibuat berulang kali karena korban itu tidak dapat menyucikan dosa-dosa. Tetapi Tuhan kita dikorbankan sekali untuk selama-lamanya. Ada kuasa di dalam darah-Nya.
“Karena itu ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: "Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki--tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku….Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku” (Ibrani 10:5, 7).
Ia datang ke dalam dunia untuk menggenapkan tujuan Allah, untuk menderita dan mati agar kita diselamatkan.
Dengan pedih Injil menjelaskan penderitaan jiwa Tuhan kita ketika menghadapi hari-hari yang harus Ia jalani sesuai rencana untuk apa Ia datang. Ketika Ia berdiri di ambang pintu tujuan (teleios) yang sudah hampir tiba, yaitu yang ditandai dengan penderitaan-Nya.
Di dalam Injil Lukas Tuhan kita berkata,
“Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!” (Lukas 12:50).
Ketika orang-orang Yunani datang melihat Dia, seperti yang dicatat dalam Yohanes, itu membuat pikiran-Nya tertekan dan membawa Dia ke dalam penderitaan karena dosa seluruh dunia.
“Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini? Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini” (Yohanes 12:27).
Di dalam Matius 26, ketika murid-murid mencoba membela Dia, Ia berkata kepada Simon Petrus:
“Maka kata Yesus kepadanya: "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” (Matius 26:52-54).
Ia dapat memanggil 72.000 malaikat berdiri di samping-Nya. Namun demikian bagaimana tujuan Allah dapat direalisasikan? Bagaimana dengan pengumuman Alkitab tentang kedatangan-Nya ke dalam dunia yaitu untuk mati bagi dosa bisa digenapi?
“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi." Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Lukas 22:42-44).
Ketika Tuihan kita masuk ke dalam penderitaan-Nya oleh karena dosa-dosa kita, Ia begitu menderita dan jiwa-Nya begitu tertekan.
Dalam nubuatan Yesaya 53, yang mungkin adalah nubuatan teragung dalam Perjanjian Lama. Sang Nabi berkata.
“Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah…. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas” (Yesaya 53:10a dan 11a).
Allah mau menerima korban-Nya, sebagai korban yang cukup untuk menghapus seluruh dosa-dosa kita.
Nubuatan ini mengatakan “sesudah kesusahan jiwa-Nya, Ia akan melihat terang dan menjadi puas.” Perkataan ini melampaui pemahaman kita. Kesusahan jiwa Yesus-- Allah akan membuat jiwa-Nya sebagai persembahan dosa -- ini sulit untuk dipahami. Saya dapat memahami dengan membaca dan membayangkan, tetapi saya tidak dapat memahami sepenuhnya bagaimana Ia dapat masuk dalam kesusahan jiwa yang mendalam itu. Ketika Tuhan menghadapi penderitaan-Nya, Ia begitu menderita di dalam Roh-Nya dan itu melampaui pemahaman kita.
Ia hidup di Sorga di mana terang kesucian-Nya bersinar. Tetapi di bumi dipenuhi dengan kematian, keputus-asaan, kesedihan, penyakit dan air mata. Tentu itu adalah pilihan yang sangat menyedihkan untuk meninggalkan Kerajaan yang begitu indah dan masuk ke dalam dunia yang begitu gelap. Ia melakukan itu karena kita yang ada di sini, kita yang ada di dalam dunia kematian yang penuh dengan penderitaan dan air mata ini.
Bayangkan Yesus sebagai Pangeran kemuliaan. Pertimbangan Dia sebagai objek yang disembah oleh seluruh malaikat di Sorga.
“Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: "Semua malaikat Allah harus menyembah Dia” (Ibrani 1:6).
Yesus begitu dimuliakan dan disembah di Sorga, bahkan Setan akhirnya menjadi iri ketika melihat Yesus sebagai satu-satunya yang disembah oleh seluruh penghuni Sorga. Sehingga dosa kesombongan muncul di dalam hatinya dan memimpin kepada penghancuran alam semesta yang Allah ciptakan.
Di sisi lain, dapatkah kita membayangkan penderitaan Roh-Nya ketika mereka (ciptaan-Nya yang dikasihi dan ingin ditebus) menanggalkan pakaian-Nya, mengenakan jubah ungu kepada-Nya, mereka mengenyam mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya lalu memberikan Dia sebatang buluh di tangan kanan-Nya kemudian mereka berlutut di hadapan-Nya dan mengolok-olok Dia katanya: “Salam hai Raja orang Yahudi!” Ia yang adalah objek penyembahan dan pemulihan seluruh penghuni Sorga, namun Ia sekarang dicemooh dan diolok-olok! Betapa dalamnya penderitaan jiwa-Nya! Saya tidak dapat membayangkan itu.
Wajah Anak Allah adalah terang dan kemuliaan Sorgawi. Mereka tidak memerlukan matahari atau bulan, karena terang Anak Domba Allah begitu terang bersinar di Sorga. Wajah-Nya memancar seperti matahari mengeluarkan sinarnya. Dapatkah anda membayangkan penderitaan yang begitu dalam bagi jiwa-Nya ketika mereka menutupi wajah-Nya dan menampar wajah-Nya? Penderitaan yang teramat dalam bagi jiwa-Nya karena Dia yang bertahta di atas kemuliaan, Allah yang menciptakan dunia ini, namun sekarang dunia memakukan-Nya di atas kayu salib!
TUJUAN DARI PENDERITAAN-NYA
Penulis kitab Ibrani menuliskan tiga hal yang berhubungan dengan penderitaan Yesus. Pertama, Ia menderita agar dapat menjadi sama dengan kita dan menjadi salah satu di antara kita.
“Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara…. Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut… Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa. Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai” (Ibrani 2:11,14,16- 18)
Tujuan pertama kedatangan Tuhan kita ke dalam dunia untuk menderita adalah untuk mengidentifikasikan diri-Nya sendiri dengan kita. Ketika saya berpikir tentang itu, selama bertahun-tahun dari pengalaman pastoral saya, saya tidak tahu selain penderitaan, air mata, dan kesedihan yang umumnya mendominasi kehidupan manusia. Yang umumnya mendominasi kehidupan, bukanlah kekayaan karena kebanyakan dari kita adalah orang-orang susah. Itu bukanlah kekuatan dan kesehatan karena banyak di antara kita adalah orang-orang yang sedang sakit. Yesus datang untuk menjadi salah satu dari antara kita agar kita menjadi satu dengan Dia. Apakah ia datang ke dalam dunia sebagai Raja yang tinggal di Istana dengan mahkota emas dan tongkat yang terbuat dari intan permata? Berapa banyak dari antara kita yang mau merasakan kehadiran-Nya. Sudahkah Ia datang ke dunia sebagai pemimpin dari para malaikat? Berapa banyak dari antara kita yang merasakan Ia memahami kita? Tetapi Ia datang ke dalam dunia yang miskin ini dengan menjadi sahabat orang-orang berdosa, kesepian, kelaparan, kehausan. Ia datang untuk menjadi sama seperti kita.
Tentang ketaatan-Nya, Alkitab berkata walaupun Ia adalah Anak namun Ia belajar taat kepada kehendak Allah (Ibrani 5:8-9). Dalam banyak cara kita perlu diajar untuk menjadi taat di dalam penderitaan hidup kita. Di dalam penderitaan, Ayub berkata.
“Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN! (Ayub 1:21)
Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya” (Ayub 2:10b).
Kita melihat ketaatan dari Roh Juruselamat kita di dalam perkataan-Nya,
“Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?” (Yohanes 18:11b)
Di dalam penderitaan-Nya, Tuhan yang adalah Imam Besar kita yang sangat simpatik, yang turut merasa penderitaan kita, penulis kitab Ibrani mendeskripsikannya dengan menulis kata-kata dengan begitu indahnya,
“Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:15-16).
Ia mengetahui segala penderitaan, frustasi, kekecewaan, dan air mata dari kehidupan kita. Walaupun Ia adalah Allah Ia adalah saudara kita. Itu adalah tujuan pertama penulis kitab Ibrani berbicara tentang untuk apa Ia datang ke dalam dunia, yaitu Ia harus menjadi sama seperti kita, menjadi salah satu dari kita.
Alasan yang kedua, penulis berkata bahwa kedatangan-Nya ke dalam dunia dan tujuan atau teleios dalam hidup-Nya adalah untuk menyembuhkan kita atau menyelamatkan kita dari kesengsaraan maut.
“Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia…. dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut” (Ibrani 2:9, 15).
Kita semua takut terhadap maut dan ketakutan yang kita miliki juga dialami oleh semua binatang. Tidak ada ciptaan yang tidak berusaha lari dari kematian. Secara instinktif kita semua melihat kematian adalah sesuatu yang sangat mengerikan.
Manusia memiliki ketakutan yang lain terhadap maut, karena ia tidak tahu dengan pasti apa sebenarnya yang ada di balik kematian. Juruselamat kita datang untuk menyelamatkan kita dari ketakutan ini, karena kemenangan-Nya atas maut dan kubur. Kita sekarang tidak lagi mengalami kematian, kita memahami kematian sebagai pintu masuk ke dalam Sorga. Itu adalah suara Allah yang menyambut kita ke dalam Firdaus-Nya, karena korban penebusan Yesus. Penebusan Yesus menjadikan kematian sebagai pintu masuk ke dalam kerajaan Sorga. Kematian adalah gerbang menuju Firdaus, pintu masuk ke dalam Kerajaan Sorga melalui penderitaan Yesus kita boleh masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Sepanjang kebangunan rohani terbesar di Texas, seorang pendeta mengajak saya ke sebuah kedai kopi. Setelah ia dan saya sama-sama masuk ke dalam kedai kopi itu, ada seorang buta yang masuk ke dalam kedai kopi itu. Ia masuk dan duduk dekat dengan kami dan pendeta itu berkata kepada saya, “Saya ingin anda memperhatikan orang buta itu ketika ia berdoa.” Sebelum orang ini makan terlebih dahulu ia berdoa mengucap syukur kepada Tuhan. Dan pendeta itu berkata kepada saya: “Setiap kali orang itu berdoa ia selalu mengucap syukur kepada Tuhan oleh karena kebutaannya.” Kemudian ia menjelaskan bahwa sebelum orang ini menjadi buta, ia adalah orang yang sangat jahat. Tetapi dalam kebutaannya akhirnya ia menemukan Tuhan.
Allah memiliki tujuan yang suci bagi setiap penderitaan yang mungkin kita alami dalam hidup kita. Allah memiliki tujuan yang begitu indah di dalam penderitaan yang kita alami. Daripada bersungut-sungut marilah kita menerima apapun yang Allah ijinkan terjadi dalam kehidupan kita dan dengan rendah hati kita belajar untuk menyerahkan hidup kita ke tangan Allah yang akan menguatkan kita. Seperti apakah Sorga itu, Sorga dideskripsikan sebagai suatu tempat dimana di sana tidak ada kematian, kesedihan dan air mata. Apa maksudnya bahwa di sana tidak ada air mata? Apa maksudnya bahwa tidak seorangpun yang menderita di sana? Apa maksudnya tak seorangpun yang mengalami patah hati di sana? Apa maksudnya bahwa tak seorangpun yang akan pernah mengalami kematian di sana? Oleh karena kita ada di dalam pemeliharaan Allah dan Juruselamat kita yang penuh dengan kasih yang senantiasa selalu bersama dengan kita. Itulah sebabnya mengapa Ia datang untuk menderita.
Alasan yang ketiga mengapa Ia harus menderita:
“Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia. Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah--yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan--,yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan” (Ibrani 2:9-10).
Apakah yang dapat anda bayangkan di dalam ayat ini? Allah membawa banyak orang kepada kemuliaan. Ia juga menyempurnakan Yesus yang memimpin mereka kepada keselamatan melalui penderitaan. Setiap musyafir harus memiliki “jiwa yang besar.” Setiap tentara harus memiliki seorang Jenderal atau Kapten yang memimpin umat Allah ke dalam Sorga. Kita memiliki Juruselamat yang Agung, Kapten dari keselamatan yang agung.
Dalam Efesus kita membaca tentang maksudnya Tuhan kita bersama umat-Nya ke dalam Sorga.
“Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia” (Efesus 4:8).
Oh Tuhan, betapa agungnya Allah yang telah mengirim bagi kita Anak-Nya yang tunggal yang sangat dikasihi-Nya! Yang mau menjadi sama seperti kita, ikut merasakan apa yang kita rasakan, mengambil ketakutan kita akan maut dan membukakan bagi kita pintu gerbang kemuliaan yang mana suatu hari nanti kita akan bersama dengan Dia menikmati sukacita di dalam Sorga!