ABRAHAM DAN JANJI ALLAH
(ABRAHAM AND THE PROMISES OF GOD)
Dr. W. A. Criswell
07-25-54
Roma 4:13-25
Malam ini kita akan memulai dari ayat tiga belas dan menyelesaikan pasal 4 dari seri khotbah kita melalui Kitab Roma. Roma pasal 4 merupakan sebuah ilustrasi dari apa yang Paulus sampaikan tentang pembenaran. Kita telah dibenarkan. Kita telah dinyatakan benar. Kita diterima oleh Allah bukan karena pekerjaan baik kita, karena tidak ada hidup manusia yang dapat diterima Allah karena pekerjaan baik kita. Unsur dosa selalu berada dalam setiap hal yang kita lakukan. “Tidak ada satu orangpun yang benar”—saleh, sempurna, dapat diterima—tidak seorangpun.” “Kita semua telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”
Jika kita dibenarkan maka tidak akan pernah ada hal dari dalam diri kita yang menjadi dasar kebenaran kita itu. Jika kita menghadap Allah kebenaran kita itu harus berasal dari luar. Ia harus dihitungkan. Hal itu harus diberikan kepada kita melalui kelayakan dan keunggulan seseorang yang lain. Dan seseorang itu adalah Tuhan Yesus.
Sekarang di dalam mengkhotbahkan dan menuliskan hal itu, Paulus di dalam pasal 4 Kitab Roma menggunakan sebuah ilustrasi. Dia berbicara tentang Abraham, Bapa kita berdasarkan daging, menjadi orang Ibrani, dia menjadi orang Yahudi. Dan Paulus berkata, jika Abraham dibenarkan karena perbuatannya maka ia dapat beroleh dasar untuk bermegah dan berkata lihat apa yang saya lakukan atau lihatlah kepadaku. Tetapi Abraham tidak dapat melakukan hal itu di hadapan Allah, karena Allah sangat mengenal baik apa yang telah dia lakukan.
Dan Abraham sama seperti kita, seorang ciptaan yang telah jatuh. Dia bukan orang kudus dan bukan orang yang saleh.
Tetapi apa yang dikatakan oleh Kitab Suci? “Abraham percaya kepada Allah.” Dia yakin kepada Allah. Sekalipun dia seorang yang berdosa, seperti kita semua yang orang berdosa, dia lalu menyerahkan dirinya kepada kemurahan Allah. Dia yakin kepada Allah. Abraham percaya kepada Allah dan imannya diperhitungkan sebagai kebenaran. Dia diselamatkan karena percaya kepada Allah, yakin kepada Allah. Dan itu merupakan khotbah kita tadi pagi: iman yang menyelamatkan, mempercayakan jiwa kita kepada Yesus.
Sekarang, malam ini kita akan berbicara, membaca, dinasehati tentang contoh dari iman Abraham. Dan Paulus membicarakan hal itu sebagimana kita bisa membacanya dimulai dari pasal empat ayat tiga belas dari Kitab Roma:
Sebab bukan karena hukum Taurat telah diberikan janji kepada Abraham dan keturunannya, bahwa ia akan memiliki dunia, tetapi karena kebenaran, berdasarkan iman.
Sebab jika mereka yang mengharapkannya dari hukum Taurat, menerima bagian yang dijanjikan Allah, maka sia-sialah iman dan batallah janji itu.
Karena hukum Taurat membangkitkan murka, tetapi dimana tidak ada hukum Taurat, di situ juga tidak ada pelanggaran.
Jika Abraham patut untuk memperoleh upah dari Allah, maka hal itu akan menjadi sebuah hutang yang dibayar oleh Allah kepada dia. Tetapi hal itu bukan karena hukum atau kesalehan atau perbuatan baik. Itu adalah kemurahan dan anugerah Allah. sebuah karunia.
Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham, sebab Abraham adalah bapa kita semua.
Setiap orang yang percaya kepada Allah merupakan keturunan Abraham.
Seperti ada tertulis: Engkau telah kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa—termasuk kita. Di hadapan Allah yang kepadaNya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikannya dengan firmanNya apa yang tidak ada menjadi ada.
Sekarang kembali kepada Abraham:
Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu."
Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah,
Dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Kata-kata ini, yaitu "hal ini diperhitungkan kepadanya," tidak ditulis untuk Abraham saja,
Tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati,
Yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.
Sekarang jika saya dapat mengambil keluar dari sebuah teks dari bagian ini yaitu Roma 4:20-21:
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.
“Dia tidak bimbang terhadap janji Allah.” Saya ingin anda mengetahui bahwa kadang-kadang Allah menundukkan kita. Jika kita percaya kepada Allah dan apa yang telah Dia janjikan, maka hal itu kadang-kadang menjadi sebuah hal yang menundukkan kita.
Ketika di sini dikatakan bahwa Abraham, “Tidak bimbang terhadap janji Allah”—dalam sesaat, kita dapat melihat bagaimana dia dapat memiliki kebimbangan terhadap hal itu. Tetapi saya katakan sebagaimana kita memulai pembicaraan malam ini, kadang-kadang Allah menundukkan kita. Dengan kesederhanaan kita. Kita terhanyut dengan apa yang telah Allah janjikan dan kadang-kadang hal itu dapat menjadi sebuah hal yang sulit bagi kita untuk menerimanya atau untuk mengertinya.
Dapatkah saya katakan—apakah anda mengingatnya, ketika Tuhan Yesus berkata kepada orang-orang yang berkumpul di sekitar kuburan Lazarus—yang telah meninggal selama empat hari. Dan di negri itu merupakan negri yang panas sama seperti negri ini. Dan mereka tidak membalsem tubuhnya. Dan dalam waktu yang singkat tubuhnya mulai rusak.
Lazarus telah meninggal selama empat hari, dan dalam waktu itu, tubuhnya mungkin telah rusak. Dalam sebuah wilayah yang panas, dengan tubuh yang tidak dibalsem, maka tubuh itu akan membengkak, tetapi Tuhan berkata: “Angkat batu itu.”
Dan ketika Dia mengatakan hal itu, itu merupakan hal yang sangat menyedihkan bagi Martha yang mungkin berkata: “Tuhan, jangan, jangan, saya tidak sanggup untuk melihat tubuh yang telah bengkak dari seseorang yang kami kasihi. Tuhan jangan lakukan itu.”
“Singkirkan batunya.”
“Tuhan, jangan. Tidak.”
Dan Tuhan berkata: “Martha, bukankah telah Kukatakan kepadamu jika engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?”
Lalu mereka menyingkirkan batunya.
Anda tahu, saya pikir saya akan memiliki keraguan terhadap hal itu juga. Bukankah anda juga begitu? Jika seseorang yang anda kasihi, dalam sebuah wilayah yang panas, tidak pernah dibalsem selama empat hari, meninggal dan seseorang akan berkata: “Tubuhnya tidak terlindungi,” saya pikir saya juga akan menjadi bimbang.
Tuhan, saya tidak percaya bahwa saya sanggup melihatnya. Saya tidak percaya saya dapat menghadapinya. Tuhan, ada banyak hal yang harus dipertanyakan.
Dapatkah saya memberikan ilustrasi lagi, bagaimana Allah kadang-kadang membuat kita tunduk? Yudea yang kecil, dan tentang Israel yang terdiri dari sepuluh suku telah dihancurkan. Sanherid dan Sargon telah datang, orang Asyur yang dingin dan jahat. Mereka telah datang untuk menghancurkan kerajaan Yehuda. Dan tidak akan ada sisa yang akan ditinggalkan.
Dan sekarang mereka sedang datang dan memegang Yudea dalam genggaman tangan mereka. Dan mereka telah mengepung Yerusalem. Dan seperti anda yang akan meremukkan sebutir telur, seperti itu yang terlihat sebagaimana tentera Asyur yang besar yang dapat meremukkan Yudea yang kecil.
Dan Yudea yang kecil melakukan hal yang paling alami dan yang paling normal sebagaimana orang-orang dunia melakukannya. Mereka datang ke Mesir dan membuat persekutuan dengan Mesir sehingga bantuan dan bala tentara Mesir dapat datang dan bertarung melawan Asyur.
Hal itu yang juga kita lakukan hari ini. Di sebelah sana di Atlantik Utara, kita mempunyai NATO, kombinasi dari berbagai Negara untuk menghadapi Rusia. Dan hal itu yang kita lakukan sekarang. Kita sedang berusaha untuk membangun NATO yang lain di Pasifik untuk menghentikan Komunis di Asia Tenggara—hal yang paling alami yang dilakukan di dalam dunia.
Dan hal itu yang dilakukan oleh Yudea. Dikepung oleh Asyur yang memiliki tentara yang sangat besar, sehingga Yudea pergi ke Mesir dan membuat perjanjian dengan Mesir sehingga Mesir dapat datang dan bertempur dengan Yerusalem, dan dengan cara apapun untuk berusaha menahan pasukan asyur.
Mereka memiliki seorang pengkhotbah besar pada masa itu. Mereka memiliki seorang manusia Allah. dan namanya adalah Yesaya.
Dan Allah berbicara kepada Yesaya dan Yesaya datang ke hadapan raja Yudea dengan pesan ini: “Jangan tergantung kepada tentara Mesir. Jangan membuat sebuah perjanjian dengan Mesir. Dalam ketenangan, dalam keheningan dan percaya diri terhadap kekuatanmu. Hanya pandanglah pada Tuhan. Pandanglah pada Tuhan..”
Maukah anda melakukan hal itu? Maukah Amerika melakukan hal itu? Maukah anda berpegang terhadap hal itu? Maukah anda?
Allah berkata kepada orang-orang melalui Yesaya: “Aku akan melindungi engkau. Aku akan bertempur untuk engkau. Cukup aku saja. Engkau tidak memerlukan pasukan yang lainnya. Dan engkau tidak membutuhkan perjanjian yang lain. Engkau tidak perlu pergi ke Mesir. Aku akan melindungi engkau.”
Maukah anda melakukan hal itu? Maukah anda? Melipat tangan anda dan berdoa kepada Allah: “Tuhan, lindungi bangsa kami.”
Saya ingin menyelesaikan teori itu. Saya tidak menyukai hal itu—meninggalkan sebuah hal bersandar keatas udara seperti hal itu.
Yudea mempercayai Allah dan mereka bersandar kepada Allah dan percaya kepada janji Allah. Dan anda tahu apa yang terjadi?
Anda semua mengetahui kisahnya. Ketika Sanherib, kepala dari pasukan Asyur, berkumpul di Yudea diatas tembok Yerusalem, dan melihat bahwa Yudea mudah untuk ditaklukkan, anda ingat apa yang terjadi?
Pada malam hari malaikat Tuhan melewati perkemahan Asyur. Dan pagi harinya, ketika Sanherib bangun untuk memimpin balatentaranya untuk melawan umat Tuhan, dia mendapatkan bahwa tenteranya telah menjadi mayat.
Apakah anda mengingat hal itu? Dia mendapati pasukannya telah banyak mati. Sepanjang perkemahannya, banyak prajuritnya pada malam harinya telah mati. Mereka telah menjadi mayat. Itulah Tuhan.
Kita berbicara pada malam hari ini tentang hal ini: Tidak goyah terhadap janji Tuhan, terhadap perintah Tuhan. Paulus menggunakan Abraham di sini sebagai sebuah contoh dari orang yang diselamatkan oleh kepercayaannya dan oleh imannya, dengan percaya pada janji Allah.
Saya berpikir bahwa dia memilih Abraham karena Abraham hidup 400 tahun sebelum hukum Taurat diberlakukan. Dan Dia memilih Abraham karena Abraham hidup sebelum bangsa Yahudi ada, sebelum perjanjian sunat, sebelum ada sesuatu hal yang berhubungan dengan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah.
Kembali ke sini, kepada seorang manusia yang mempercayai Allah, dan imannya diperhitungkan sebagai kebenaran. Jadi kita akan kembali berpaling kepada hal yang penuh berkat ini, kisah dari kehidupan Abraham. Kita akan melihat kembali, dan melihat kepada hal yang disampaikan oleh Paulus, ketika dia berbicara bahwa Abraham tidak bimbang terhadap janji Allah sekalipun sulit untuk dipercayai.
Ada enam yang tercatat disini—satu demi satu dalam pasal ini, bahwa Allah berkata kepada Abraham. Setiap kali Abraham berbicara kepada Allah, Dia berbicara kepadanya dalam terminologi sebuah janji. Abraham, ini yang akan Aku lakukan. Ini yang akan Aku lakukan.
Sekarang jika anda melihat ke dalam Alkitab, anda dapat melihat ke dalam pasal dua belas dan kita akan memulai untuk melihatnya. Abraham yang tidak bimbang terhadap janji Allah—janji yang pertama ada di dalam ayat pertama dalam pasal dua belas Kitab Kejadian.
Berfirmanlah Tuhan kepada Abram: “Pergilah dari negrimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negri yang akan Kutunjukkan kepadamu
Dan aku akan memberikannya kepadamu, seluruh tanah itu. Dan Abraham pergi tanpa mengetahui ke mana dia harus pergi.
Maukah anda melakukan hal itu? Maukah anda melakukannya, hanya percaya saja kepada Tuhan? Dia meninggalkan rumah ayahnya, keluarga bapanya dan tanah kelahirannya dan meninggalkan orang-orangnya, dan dia pergi keluar, hanya percaya kepada Allah, dengan percaya saja kepada Tuhan. Dia tidak mengetahui kemana Allah memimpin dia atau membawa dia—hanya pergi saja keluar, percaya kepada Allah, percaya bahwa Allah akan memegang janjinya dan membawa dia kepada tanah perjanjian. Itu yang pertama.
Sekarang yang kedua. Lihat kedalam bagian ini:
Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat. Dan di dalam engkau—di dalam keturananmu akan maka semua bangsa akan diberkati.
Dan pada waktu itu, Abram belum memiliki anak. Dia tidak memiliki anak, tidak memiliki keturunan. Kemudian Allah berkata kepadanya: “Abram, Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar. Dan keturunanmu akan menjadi berkat bagi banyak orang.”
Dan Abraham percaya kepada hal itu. Dia belum memiliki seorang keturunan, belum memiliki seorang anak. Tetapi dia percaya kepada janji Allah.
Yesus berkata dalam Injil Yohanes: “Abraham bersukacita bahwa ia akan melihat hariKu dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” Dia tidak bimbang terhadap janji Allah. Dia melihat kehendak allah dan dia mendengar janji Allah dan dia percaya hal itu: dan melalui keturunannya, semua keluarga di bumi akan diberkati.
Sekarang lihat ke dalam pasal tiga belas dari Kitab Kejadian. Ini adala kisah antara Abraham dan Lot. Di tanah Kanaan, mereka telah melalui perjalanan itu dan allah telah memimpin mereka ke Tanah Perjanjian, ke tanah Kanaan.
Dan mereka juga mulai berkembang dan bertambah banyak—kawanan domba mereka, pengembalaan mereka dan pelayan-pelayan mereka. Dan tanah itu tidak dapat menampung mereka berdua, Lot dan Abram.
Dan kemudian Abraham berkata kepada Lot: “Bukankah seluruh negri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan maka aku ke kiri.”
Dan anda tahu apa yang Lot lakukan. Dia melayangkan matanya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh lembah Yordan banyak airnya, seperti taman Tuhan, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. Hal itu terjadi sebelum Tuhan memusnahkan Sodom dan Gomora. Tempat itu sama seperti firdaus. Dan Lot melihat tempat itu dan dia berkata, “Aku akan mengambil tempat di seluruh Lembah Yordan.”
Dan Abraham berkata: “Baiklah. Kemudian aku akan mengambil gunung ini, berbatu-batu, sukar untuk diolah, tidak dapat diusahakan dan tidak produktif. Saya akan mengambil bagian yang tersisa.
Dan dengan demikian Lot mendiami Lembah Yordan yang subur. Dan Abraham tetap tinggal di sana, di pegunungan yang berbatu-batu itu.
Dan Allah berkata kepada Abraham, setelah Lot berpisah dari dia: “Abram, pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan ke barat, utara dan selatan, sebab seluruh negri yang kaulihat itu akan kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negri itu sampai selama-lamanya”
Tanah bebatuan itu tidak menjadi miliknya sendiri pada waktu itu. Dia tidak memiliki satu hektarpun yang menjadi miliknya sendiri, bahkan sepotong tidak. Tetapi dia percaya kepada Allah. Dia yakin kepada Allah. Dan Allah berkata bahwa itu adalah miliknya. Dan Allah memberikannya kepadanya.
Dan bolehkah saya memberi komentar disini, sebelum kita melangkah ke pasal selanjutnya? Tanah Palestina, dengan perjanjian yang tidak bisa ditawar-tawar merupakan milik Israel. Tanah itu akan menjadi kediaman mereka. Allah telah memberikannya kepada mereka.
Ia akan menjadi sebuah pergolakan—Yerusalem akan tetap bergejolak, sampai jumlah dari bangsa-bangsa yang lain telah penuh, hingga waktu kedatangan Tuhan.
Tidakkah anda tahu bahwa tanah itu sekarang bukan lagi menjadi milik bangsa-bangsa lain, tanah Palestina sekarang ini seluruhnya hampir berada di tangan orang-orang Yahudi, dan mereka memperolehnya tanpa pertumpahan darah dan tanpa peperangan.
Mereka pergi ke sana dan mereka membeli tanah itu dengan uang. Mereka membeli ribuan hektar dan ratusan mil tanah itu, dan mereka membeli semua itu dengan resmi dan harga yang sesuai, tetapi bangsa-bangsa lain mengintervensi dan dunia muslim khususnya, dan di bawah perlindungan Inggris raya terjadi perang dan pertumpahan darah.
Dan tahukan anda di dalam perang dan pertumpahan darah tersebut, orang-orang Yahudi memenangkan kota Yerusalem? Tetapi entah bagaimana, di dalam perlindungan Allah, tentera Yahudi mundur dan mereka hanya berhasil memperthankan sebuah tempat kecil, bukan Zion, kota Daud—tetapi bagian kecil dari itu, hanya bagian kecil dari Yerusalem lama yang menjadi bagian bangas Israel sekarang. Sebuah bagian kecil dimana terdapat makam Daud.
Tidakkah anda tahu, ketika orang Yahudi memenangkan Yerusalem, Yesus akan datang? Kedatangan Tuhan akan terjadi. Tetapi, hal itu tidak terdapat dalam Firman Tuhan bagi orang Yahudi untuk memiliki Yerusalem hingga masa bagi orang non Yahudi tergenapi.
Dan ketika masa itu datang, dan saya tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Anda akan melihat Tuhan di angkasa. Anda akan melihat Tuhan di atas awan-awan kemuliaan. Anda akan melihat kedatangan Tuhan kembali bersama dengan orang kudusNya. Anda akan melihat langit dipenuhi dengan malaikat-malaikat Allah. Dan kita semua akan diubahkan dalam sekejap mata, ketika penghulu malaikat meniup sangkakala.
Tanah itu akan menjadi milik orang Yahudi. Hal itu akan menjadi pergolakan oleh bangsa-bangsa, hingga orang yahudi berkata: “Terberkatilah dia yang datang dalam nama Tuhan.”
Dan ketika Tuhan datang, bangsa itu akan menjadi lahir dalam satu hari. Mereka akan menerima Dia dan mereka akan diselamatkan. Dengan sebuah perjanjian yang tidak dapat diganggu gugat, saya katakan bahwa tanah itu telah diberikan kepada Abraham. Dan Abraham percaya kepada Allah, dan Allah memberikan tanah itu kepada dia.
Abraham percaya, dia tidak bimbang terhadap janji Allah.
Sekarang dalam pasal lima belas—dan ini adalah salah satu bagian yang juga menjadi acuan Paulus. Dalam pasal lima belas Kitab Kejadian.
Kemudian datanglah firman Tuhan kepada Abram dalam suatu penglihatan: “Janganlah takut Abram, Akulah perisaimu: upahmu akan sangat besar.”
Abraham menjawab: “Tuhan Allah, aku tidak melihat tentang janji yang Engkau berikan kepadaku tentang seorang keturunan, tentang seorang ahli waris di dalam rumahku. Saya tidak melihat hal itu. Aku berumur 70 tahun. Dan istriku berumur 60 tahun. Dan kami tidak memiliki seorang anak. Dan kemudian Engkau berkata bahwa, di dalam aku maka semua orang di bumi akan diberkati, dan aku akan menjadi sebuah bangsa yang besar. Padalah kami tidak memiliki anak. Kami tidak memiliki ahli waris. Tidak ada seorang putra. Tidak ada seorangpun yang lahir bagi kami. Aku berumur 70 tahun dan istriku 60 tahun.”
Dan Tuhan berkata: firman Tuhan datang: “Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu, anak dari Eliazer,” pelayan dalam rumah ini, kepala dari pelayan. Tidak. “Melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu.”
Lalu Tuhan membawa Abraham keluar dan berkata: “Coba lihat ke langit dan hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya. Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”
Itu merupakan bagian yang sangat terkenal: “Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Kejadian pasal 15:6: “Dan dia percaya kepada Tuhan; dan Tuhan memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran.” Dia percaya kepada Allah.
Sekarang kita lanjutkan ke dalam bagian berikutnya—kita harus agak cepat di sini. Kita kembali lagi ke pasal tujuh belas dan saya ingin supaya anda melihatnya—berbicara tentang keyakinan terhadap janji Allah. sekarang anda bisa melihat ke dalamnya untuk sesaat.
Apakah yang menjadi kalimat pertama di sini? “Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun”—99 tahun. Itu berrati 29 tahun kemudian, sekitar 30 tahun kemudian. Tiga puluh tahun sesudahnya, dari pasal lima belas, ketika dia mempertanyakan kepada allah bahwa dia tidak memiliki seorang putra, dan tidak ada seorangpun yang lahir di rumahnya untuk menjadi ahli warisnya. Dua puluh sembilan tahun telah berlalu. Tiga puluh tahun telah berlalu dan Abram berumur 99 tahun dan istrinya lebih muda sepuluh tahun darinya. Istrinya berumur 89 tahun. Dia telah berusia 89 tahun dan belum memiliki seorang anak. Mereka belum memiliki seorang anak.
Dan Abram berkata kepada Allah: “Tuhan bagaimana dapat mungkin? Bagaimana mungkin hal itu terjadi, janji bahwa darah akan memiliki seorang anak dan aku akan menjadi ayahnya? Dia berumur 90 tahun dan aku berumur 100 tahun—bagaimana hal itu dapat terjadi?”
Tetapi Allah menjawab, anda bisa lihat dalam ayat yang kelima, “Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.”
Dan lihat juga ke dalam ayat lima belas: “Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: ‘Tentang istrimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya.” Dan Sara berumur 90 tahun sementara Abraham berumur 100 tahun dan mereka tidak memiliki seorang anak—karena mandul.
Lalu tertunduklah Abraham serta berkata dalam hatinya: “Mungkinkah bagi seorang yang berusia seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?”
Anda dapat terus melihat kebagian selanjutnya. Dalam pasal delapan belas ayat yang kedua belas: “Jadi tertawalah Sara dalam hatinya, katanya: “Akan berahikah aku, setelah aku sudah layu, sedangkan tuanku sudah tua?”
Dan malaikat Tuhan yang datang untuk mengumumkan kelahiran anak itu berkata dalam ayat empat belas: “Adakah sesuatu yang mustahil bagi Tuhan? Abram berumur 100 tahun dan Sara, 90 tahun dan dia belum memiliki seorang anak.
Tuhan berfirman: “Pada waktu yang telah ditetapkan itu, tahun depan, engkau akan memiliki seorang anak.” Dan Abraham tertawa dan Sara tertawa. Dan itulah sebabnya, Ishak yang dalam bahasa Ibraninya memiliki arti “tertawa.”
Adakah sesuatu yang mustahil bagi Tuhan? Dia tidak bimbang terhadap janji Allah. Sara berumur 90 tahun dan dia, 100 tahun, dan anak itu lahir, sesuai dengan yang telah dijanjikan Allah.
Sekarang tentang salah satu janji Allah yang lain. Di dalam pasal dua puluh dua Kitab Kejadian: Hal itu terjadi setelah hal ini, setelah kelahiran dari Ishak—anda tahu saya berharap saya memiliki banyak waktu untuk melihat Alkitab bersama dengan anda.
Bagaimana mungkin dalam dunia ini seorang wanita berumur 90 tahun dapat memiliki anak? Dan bagaimana seorang laki-laki berumur seratus tahun dapat menjadi seorang ayah bagi seorang anak kecil? Saya tidak memiliki cukup banyak waktu untuk melihat dalam Alkitab bersama dengan anda karena kita tidak dapat bertahan di sini terlalu lama.
Tetapi di dalam pasal yang sedang kita langkahi sekarang, untuk sampai ke pasal dua puluh dua, anda tahu apa yang Tuhan perbuat terhadap Sara? Dia membuatnya menjadi muda kembali?
Dan anda tahu apa yang dilakukan Allah terhadap Abraham? Dia membuatnya menjadi seorang yang kembali muda. Allah memperbaharui mereka kembali, yaitu mereka berdua.
Kita tidak memiliki cukup waktu untuk mengikuti alur kisah tersebut. Tetapi adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah? Adakah? Janji dari Allah.
Sekarang satu lagi hal lain dalam pasal dua puluh dua dari Kitab Kejadian: Bocah itu sekarang berusia antara 12 hingga 13 tahun. Dan Allah berkata kepada Abraham:
Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi yaitu Ishak, pergilah ke Tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.
Dan saya tidak memiliki cukup banyak waktu untuk menceritakan kisah itu pada malam hari ini, ketika Abraham berusia 113 tahun pada saat itu, ketika dia mengambil anak satu-satunya, Ishak dan menempuh tiga hari perjalanan ke Gunung Moria. Dan di sana di puncak gunung itu, dia mengikat anak itu pada sebuah mezbah batu. Dia membaringkan anaknya itu diatas tumpukan kayu, menghunus pisaunya untuk menyembelihnya.
Di dalam pasal sebelas kitab Ibrani pada ayat tujuh belas dan seterusnya di sana, yang berkata seperti ini:
Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, walaupun kepadanya telah dikatakan: "Keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu." Karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.
Apakah anda memiliki hal itu? Apakah anda melihat hal ? Ketika Tuhan berkata kepada Abraham, “Lakukanlah hal ini, ambillah anakmu satu-satunya, dan di puncak gunung Moria, ikat dia di sana dan hunuslah pisau untuk mengambil nyawanya, dan persembahkanlah dia kepada Allah sebagai korban bakaran,” Abraham taat kepada Allah dan mengambil anaknya. Dan di punacak gunung Moria, di atas mezbah batu, dia mengikat anaknya dan bersiap-siap untuk mengambil hidupnya, dan percaya bahwa Allah akan membangkitkan anaknya itu dari kematian. Dia tidak bimbang terhadap janji Allah.
Sekarang ini adalah kata terakhir bagi kita: Ketika Allah berbicara dan kita mendengarkan suaraNya, hanya satu hal yang harus dilakukan, hanya satu hal; percayalah, percayalah. Iman adalah kepercayaan terhadap firman Allah dan terhadap janji Allah bahwa dia akan memelihara firmanNya, bahwa dia akan menepati apa yang telah dia janjikan.
Tidak ada hal yang sukar bagi Allah. Dan iman itu, iman bukanlah harus ada alasan untuk itu. Iman bukanlah merasakan hal itu. Iman bukanlah emosi dan perasaan terhadap hal itu.
Itu merupakan kutukan bagi kepercayaan Kristen: “Pendeta, saya tidak akan menelusuri lorong itu. Saya tidak akan menerima firman itu. Saya tidak akan menjadi orang Kristen, tidak, hingga saya melihat cahaya menerangi saya atau tidak hingga saya merasakan hal itu atau tidak hingga saya merasakan sensasi tentangnya, atau sesuatu yang emosional menyelubungi saya. Tidak hingga saya melihat cahaya atau mendengar suara seorang malaikat, saya tidak akan datang.”
Itu merupakan kutukan bagi agama Kristen—hal-hal yang berhubungan dengan emosi ini. Kita tidak dapat menolong tetapi kita semua memiliki perasaan. Dan itu bukanlah hal yang menyelamatkan kita. Dan hal itu bukanlah iman yang sesungguhnya.
Iman bukanlah sesuatu yang harus diargumenkan, perasaan tentang sesuatu, merasakan tentang sesuatu, memiliki emosi tentangnya. Iman bukanlah sesuatu hal atau hal lain tentang sensasi kita terhadap hal itu. Iman adalah hal ini: Allah berkata tentang hal itu, dan saya mempercayainya, jadi tolonglah saya Tuhan. Hanya itu.
Alih bahasa: Wisma Pandia