TANDA-TANDA/LUKA MILIK TUHAN

(SCARS FOR THE LORD)

 

 Oleh Dr. W. A. Criswell

Diadaptasi Dr. Eddy Peter Purwanto

 

Khotbah ini dikhotbahkan pada kebaktian Minggu Pagi, 11 Maret 1973

di First Baptist Church in Dallas

Teks: Galatia 6:17

 

Pendengar radio dan pemirsa televisi terkasih, saat ini anda sedang bergabung mengikuti kebaktian di First Baptist Church di Dallas. Dan ini adalah gembala kami yang akan menyampaikan Firman Tuhan dengan tema, TANDA-TANDA/LUKA MILIK TUHAN. Beberapa bulan ini saya menyampaikan khotbah seri dari kitab Galatia, dan khotbah ini adalah khotbah terakhir yang merupakan kesimpulan dari khotbah-khotbah seri tersebut. Mungkin khotbah-khotbah ini akan diterbitkan pada musim dingin, dan kita dapat membaca khotbah-khotbah ini kembali. Ayat yang kita jadikan dasar khotbah pagi ini adalah dari Galatia 6:17. Dan untuk konteks ayat ini kita akan membaca mulai ayat 16,

 

“Lihatlah, bagaimana besarnya huruf-huruf yang kutulis kepadamu dengan tanganku sendiri. Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Sebab mereka yang menyunatkan dirinyapun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki, supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah. Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah” (Galtia 6:11-16)

 

Dan kemudian baca teks yang kita jadikan dasar khotbah kita ini,

 

Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus. Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara-saudara! Amin” (Galatia 6:17-18)

 

“Karena pada tubuhku ada ta stigmata” – jika saya boleh menerjemahkan dengan lebih jelas, ini dapat diterjemahkan, “karena pada tubuhku ada stempel milik Tuhan Yesus.” Di dataran sebelah barat Texas, daerah di mana saya bertumbuh sebagai anak, setiap pemilik peternakan, atau setiap bos masing-masing memiliki stempel. Dan di musim semi dan gugur mereka akan men-stempel sapi-sapi betinanya. Dan stempel atau cap itu membakar/menembus daging sapi tersebut sehingga stempel atau cap tersebut menyatu dengan daging sapi dan tidak dapat dihapus. Ketika saya pergi keliling Afrika beberapa tahun yang lalu, kecuali bila itu adalah orang-orang Kristen generasi kedua, pada setiap orang Afrika asli, saya melihat suatu goresan di wajah mereka atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya. Itu adalah tanda bahwa mereka adalah anggota suku atau kaum tertentu. Itu sama halnya dengan yang dapat anda temukan pada zaman Imperium Romawi. Dan jika saya dapat menjelaskan Imperium Romawi, berhubungan dengan orang-orang yang yang memiliki tanda atau cap atau stempel pada tubuhnya, saya akan menyebutnya sebagai mesin perbudakan. Dari seratus juta populasi, enam puluh persennya adalah budak. Budak-budak itu adalah harta atau properti bagi mereka. Jika anda berjalan di jalanan Antiokhia atau Atena atau Korintus atau Roma pada zaman ketika Paulus menyusuri jalanan ini, setiap tiga orang dari lima orang yang anda temui di jalan adalah budak. Pada zaman perbudakan manusia yang luar biasa itu, pemilik budak menggores pada tubuh budak itu sebagai tanda, agar ia mudah untuk mengenali dan menangkap kembali bila budak itu melarikan diri. Tanda itu biasanya ada pada daun telinga budak itu. Kadang-kadang tanda itu terletak pada wajah, atau tangan, atau lengan atau bagian tubuh lainnya. Dan orang-orang Yunani menamakan tanda atau cap untuk budak itu sebagai “stigma,” -- bentuk jamaknya, “stigmata.”  Kita mengambil kata ini untuk kata bahasa dalam bahasa Inggris “a stigma” atau tanda. Namun pada zaman Rasul Paulus, kata “stigma” itu adalah kata untuk goresan atau tanda pada tubuh seorang budak. Dan Paulus menggunakan kata itu untuk menjelaskan dirinya sendiri sebagai milik Kristus, “Karena pada tubuhku ada ta stigmata – tanda-tanda, goresan-goresan – milik Yesus.”

 

Kadang-kadang terjemahan dalam King James Version [begitu juga dalam terjemahan Alkitab bahasa Indonesia/ TB-LAI] menggunakan kata yang lebih halus, sehingga menyembunyikan keistimewaan kata yang digunakan oleh Rasul Paulus. Misalnya dalam Roma 1:1 dan Filipi dan Titus, dalam King James Version anda akan membaca kalimat berikut ini – “Paul, a servant of Jesus Christ” [atau dalam TB-LAI, “Dari Paulus, hamba Kristus Yesus”]. Apa yang sesungguhnya Paulus tuliskan di sini adalah, “Paulos doulos Iesou Christou,” “Paul, a slave of Jesus Christ” atau “Paulus, budak Yesus Kristus.” Hidupnya hanya untuk Tuhan. Tidak ada kehendak lain, tidak ada berita lain, tidak ada visi lain, tidak ada pengharapan lain, tidak ada hari esok yang lain, selain yang ia temukan di dalam Kristus – itulah maksudnya menempatkan diri sebagai budak Yesus Kristus. Dan sebagai budak, ia menunjukkan ta stigmata – tanda-tanda, cap, goresean-goresan – sebagai tanda dan symbol dari budak. Ia adalah milik Yesus – tanda-tanda itu menunjukkan bahwa ia adalah milik Tuhan. Saya ingin sekali dapat melihat tubuh Rasul Paulus. Tanda-tanda goresan yang memenuhi wajahnya. Dan saya ingin dapat bertanya kepadanya, “Paulus, dari mana tanda-tanda itu anda peroleh?” Dan ia dapat menjawab, “Suatu kali saya dilempari batu di Listra dan diseret keluar kota itu dan pikir mereka saya waktu itu sudah mati.” Saya ingin dapat melihat punggungnya dan melihat goresan-goresan panjang di seluruh punggungnya dan bertanya, “Paulus, dari mana datangnya bekas-bekas luka ini?” Dan ia dapat menjawab, “Dari orang-orang Yahudi, lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera dengan cambuk orang Romawi” (band II Kor. 11:24-25). Semua itu adalah goresan-goresan, atau cap atau tanda-tanda milik Tuhan. Saya ingin melihat pergelangan tangannya dan pergelangan kakinya, dan bertanya, “Paulus, dari mana kaudapatkan luka-luka ini?” Dan ia dapat menjawab, “Di penjara-penjara yang melampaui batas kewajaran.” Ini sungguh berat atau mengerikan bagi kita untuk membayangkan bahwa kebanyakan pelayanan Paulus ia habiskan di penjara bawah tanah, dan dibelenggu. Semua itu adalah tanda-tanda, goresan-goresan, ta stigmata milik Tuhan Yesus.

 

Paulus, bukankah ini berarti kamu sedang membual? Bukankah kamu sedang menyombongkan dirimu sendiri? Bukankah kamu meninggikan dirimu sendiri oleh karena penderitaanmu bagi Tuhan? Tidak, karena ia menulis dalam ayat sebelumnya demikian, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” atau dalam KJV, “Allah melarangku untuk bermegah.” Baiklah, lalu jika kamu tidak menyombongkan diri dan bermegah pada kesetiaanmu dan pengorbananmu yang besar, lalu mengapa kamu berbicara tentang dirimu sendiri dan mengapa kamu menunjukkan luka-lukamu? Jawabannya ditemukan di dalam keseluruhan Kitab Galatia ini. Kitab Galatia ditulis kepada jemaat-jemaat yang ia rintis pada perjalanan misi pertamanya. Dan ketika  Paulus memberitakan Injil di sana, ia selalu diikuti oleh orang-orang Yahudi, yang berkata bahwa ia adalah rasul palsu. Mereka berkata “Paulus adalah rasul palsu. Rasul yang asli adalah kedua belas rasul – misalnya Petrus, Yakobus dan Yohanes. Namun Paulus ini, Saulus ini, kita bahkan tidak tahu bagaimana ia memperoleh jabatan kerasulannya itu. Dan ia bukanlah utusan sejati dari sorga. Dan berita yang ia beritakan bukan berita/Injil sejati dari Kristus. Ini adalah penyesat. Berita Injil yang diberitakannya bukanlah wahyu asli dari karunia Allah.” Dan mereka menolak pekerjaan Paulus dan merendahkan pelayananya serta mengecilkan usahanya. Dan untuk menjawab intimidasi ini Paulus menulis surat Galatia ini yang disebut, “Surat Paulus kepada jemaat-jemaat di Galatia.” Dan di dalam pembelaan kerasulannya, ia menulis ayat ini, “karena pada tubuhku ada tanda-tanda (stigmata) milik Yesus.”  

 

Bagaimanapun juga, terlalu sulit untuk meremehkan dan merendahkan kesetiaan riil yang telah menyerahkan hidup sampai mati. Mungkin anda pernah melihat di halaman depan Dallas Morning News terpampang gambar seorang menteri dari pemerintahan Inggris ketika ia berdiri di depan sekelompok mahasiswa Universitas Glasgow. Ia direndahkan dan dipandang sebagai badut, karena para mahasiswa itu sangat tidak menyukai pemerintah Inggris pada waktu itu, dan khususnya kepada jurubicara pemerintah itu. Para mahasiswa telah mempersiapkan sesuatu untuk menteri itu. Dan ketika ia sedang diwawancari dan berdiri di  platform di depan mereka, para mahasiswa itu melempari dia dengan telor busuk dan sayur-sayuran busuk. Dan kemudian mereka melempari tepung ke sekujur tubuhnya. Dan gambar yang saya gunting ini adalah gambar dari menteri Inggris yang terhormat yang berdiri di depan sekelompok mahasiswa di Universitas Glasgow, yang sekujur tubuhnya penuh dengan telor busuk dan sayuran busuk dan kemudian tertutup tepung yang dilemparkan oleh para mahasiswa itu ke sekujur tubuhnya.  Saya bertanya kepada Lance Burks tentang hal itu pagi ini. Dan ia menjawab, “Bukan, itu adalah orang Skotlandia; itu bukan orang Inggris.” Namun anda tahu, ketika saya melihat gambar penghinaan yang mereka telah rencanakan untuk mempermalukan menteri dari pemerintah Inggris itu, pikiran saya kembali mengingat peristiwa di masa lampau di universitas yang sama ada seseorang yang diperkenalkan kepada sekelompok mahasiswa di sana. Chancellor universitas pada waktu itu memperkenalkan seorang anak muda tamatan Universitas Glasgow yang menjadi misionaris Tuhan, yaitu David Livingstone. Dan dalam buku sejarah yang saya pernah baca, buku itu menjelaskan bahwa ketika David Livingstone berdiri dan mondar-mandir di depan mereka dan berbicara kepada para mahasiswa di sana, para mahasiswa itu memandang dia – rambutnya merah keriting karena terbakar terik matahari tropis; badannya kurus dan tidak terurus yang baru keluar dari hutan rimba; tangan kanannya digantung dengan kain penyangga karena lengan itu hancur oleh karena serangan singa Afrika. Dan buku itu menjelaskan, ketika para mahasiswa memandang dia yang berdiri di hadapan mereka itu, mereka sangat kagum dan terdiam di depan misionaris Tuhan itu.  

 

Ada kuasa di dalam kesucian dan ketaatan yang memenangkan hati manusia, dan itu sulitlah orang untuk merendahkan dan mentertawakan orang yang begitu suci dan taat. Bukankah ini adalah kuasa Anak Allah – berita yang menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita? Bukankah ini adalah kisah tentang salib, berita tentang penderitaan-Nya; berita Injil, berita tentang kasih dan hidup-Nya yang dicurahkan bagi kita sampai Ia mati? Jika tidak ada Getsemani dan tidak ada salib tidak ada mahkota duri dan tidak ada darah yang tercurah, maka kita masih tetap tinggal dalam dosa-dosa kita. Kuasa Injil Kristus ditemukan dalam penderitaan dan salib-Nya. Kesimpulannya selalu demikian, tidak lebih dan tidak kurang, yaitu bahwa kuasa gereja selalu berada dalam kesucian dan kesetiaannya, di dalam darah kaum martir, dalam puji-pujian dari orang-orang yang memuji Allah ketika mereka sedang terikat di sebuah tiang dan dibakar hidup-hidup oleh karena imannya, dalam menyerahkan hidup untuk mati demi nama Kristus – dan itu adalah stigmata, tanda-tanda milik Tuhan. Dan kelemahan gereja ditemukan dalam ketidaktaatannya – ketiadaan beban hati kita untuk Tuhan, ketika gereja tidak lagi serius dan setia untuk berdoa, ketika kita tidak mau bersaksi lagi, ketika kita tidak peduli lagi dengan kebutuhan gereja dan pelayanan.  Kita memberikan sesuatu jika ada kelebihan, dan itu tidak ada artinya. Kita mau datang ke gereja ketika menyenangkan. Namun ketika kita harus menyerahkan nyawa kita untuk mati demi iman, ketika kita harus mencucurkan air mati oleh karena beban berat, dan ketika Tuhan menuntut kesetiaan kita yang Allah dapat gunakan semua itu untuk mendatangkan berkat, kita sulit untuk memahaminya dan kita tidak mau menerimanya.

 

Beberapa tahun yang lalu, seperti yang beberapa dari anda telah ketahui saya berada di Oberammergau, untuk menyaksikan Drama Penderitaan yang sangat terkenal. Dan saya pernah menceritakan sebelumnya bahwa di sana ada tourist Amerika dan istrinya yang menghadiri pertunjukkan itu di sana. Dan di tengah pertunjukkan istrinya meminta suaminya itu, “Sekarang, kamu ambil salib itu, dan aku akan mengambil gambarmu ketika memikul salib itu.” Ia berpikir bahwa itu adalah ide yang bagus, sehingga kemudian ia berjalan ke sana untuk mengambil salib itu sementara istrinya siap untuk memotret atau mengambil gambarnya. Ia tidak dapat mengangkat salib itu. Dan pada saat itu, Anthony Lang datang (ia adalah orang yang telah tiga puluh tahun memerankan tokoh Christos pada pertunjukkan drama itu. Dan orang Amerika itu bertanya kepadanya, bertanya kepada Anthony Lang, “Mengapa begitu berat? Bukankah ini hanya untuk suatu pertunjukkan saja. Ini hanyalah suatu acting. Mengapa salib ini begitu berat?” Dan Anthony Lang dengan rendah hati dan sederhana menjawab, “Tuan, ketika saya memikulnya, jika saya tidak meresapinya, saya tidak dapat memerankan peran saya. Jika itu tidak berharga sama sekali bagi saya, jika saya tidak merasakan itu, saya tidak dapat melakukannya.” Dan itu persis sebagai ukuran ketaatan dan kesetiaan kita kepada Tuhan. Jika itu tidak berharga bagi kita, maka itu tidak akan berarti apa-apa. Kuasa kesaksian dan realitas firman Tuhan ditunjukkan oleh air mata, keluh kesah, dan doa-doa kita, dan pengorbanan yang kita curahkan ke dalamnya. Dan jika tidak ada air mata dan tidak ada pengorbanan dan jika tidak ada harga yang harus dibayar, maka kesaksian itu lemah dan kosong dan sia-sia di dunia ini. Dimanakah tanda-tanda pengorbanan kita untuk Tuhan?

 

Ada ribuan area di gereja kita yang saya ingin saya memiliki waktu untuk membicarakannya. Oh, panggilan bagi gereja kita adalah memberikan perhatian yang besar terhadap program-program kita. Apa yang harus kita lakukan untuk menghidupkan gereja ini, membayar hutang, ketika pada kenyataannya hidup kita adalah milik Tuhan, dan apa yang kita lakukan akan kita lakukan untuk kemuliaan Tuhan. Kita sedang membangun sekolah dasar kita. Oh, saya berdoa kiranya jemaat ini mau menolong kami dalam pembangunan sekolah ini. Untuk pembangunan Institut, oh, Tuhan berkatilah setiap usaha kami dalam membangun gedung yang akan dijadikan tempat pendidikan bagi pelayanan ini. Inilah keluarga yang sangat saya impikan, di masa tua kita, kiranya kita mengakhiri hidup ini dengan nyanyian dan sukacita, dan bukan dengan kesedihan dan dukacita. Namun terlepas dari semua itu yang saya dapat katakana adalah marilah kita curahkan hidup kita ke dalam pelayanan Kristus. Dan itu berarti kita harus memenangkan orang-orang yang terhilang kepada Yesus – mencari mereka, mendoakan mereka, bersaksi kepada mereka, dan membawa mereka kepada Tuhan. Itu adalah mandat kita dari sorga.

 

Anda tahu, kadang-kadang banyak hal yang terjadi ketika anda masih muda jauh lebih mengesankan bagi anda dari pada apa yang terjadi dalam hidup anda di masa tua. Misalnya adalah, sesuatu yang terjadi ketika saya masih remaja – di mana di usia yang masih sangat muda itu saya sudah mulai melayani menjadi hamba Tuhan – saya menghabiskan hari-hari saya untuk melayani Tuhan sepanjang tahun. Pada suatu kali, melalui seorang teman, saya menerima undangan untuk menyampaikan Firman Tuhan dalam acara kebaktian kebangunan rohani, kebaktian tersebut diadakan selama dua minggu di tempat yang belum pernah saya kunjungi, bersama dengan gereja yang belum saya kenal, siapa gembalanya saya juga belum kenal. Selama dua minggu, saya berkhotbah di gereja di desa itu. Gereja itu tidak ada beban, tidak ada doa dan kesedihan melihat jiwa-jiwa terhilang. Tidak ada usaha untuk memenangkan jiwa mereka. Dan selama dua minggu, setiap pagi dan malam, saya memimpin kebaktian kebangunan rohani itu. Pelayanan itu begitu tandus, gersang dan kosong. Pada kebaktian Jum’at pagi minggu kedua saya mengunjungi setiap jemaat di gereja itu dan bertanya kepada mereka satu-per-satu pada waktu itu, “Apakah anda memiliki beban untuk jiwa-jiwa terhilang? Adakah orang yang sedang anda doakan agar ia diselamatkan? Adakah orang yang anda mau bawa ke depan tahta anugerah yang menyelamatkan milik Tuhan? Adakah seseorang yang ada di hati anda?” Saya mengunjungi semua anggota jemaat, dan jawabannya adalah, “Tidak, tidak ada seorangpun.” Setelah saya telah siap untuk membubarkan pelayanan ini dalam keputusasaan, karena sepanjang pelayanan kebaktian kebangunan rohani itu seperti hari-hari di Getsemani bagi saya. Jiwa saya menderita dan hampir mati. Sebelum doa berkat pada kebaktian Jum’at pagi itu, seorang ibu yang duduk di baris kedua dari belakang mengangkat tangannya dan berkata, “Saudara Criswell, tunggu, tunggu. Suami saya meninggal beberapa tahun yang lalu. Saya adalah seorang janda, dan saya memiliki dua anak laki-laki, dan saya mencoba untuk menyadarkan kedua anak saya itu.” Dan ia melanjutkan perkataannya, “Kedua anakku masih terhilang.” Dan kemudian ia tersungkur dan menangis. Itu adalah pertama kalinya saya melihat beban hati bagi orang terhilang selama dua minggu itu. Ia tersungkur dan menangis, “Kedua anakku masih terhilang.” Ketika ia tenang kembali, ia menambahkan perkataannya, “Oh, adakah seseorang yang akan membantu saya untuk memenangkan kedua anak saya itu bagi Kristus.” Setelah kebaktian selesai, kami pergi ke rumah model Kentucky yang bagus, dan tentunya anda mungkin akan berpikir di rumah itu telah dipersiapkan sambutan makan malam oleh nyonya rumah itu. Mejanya penuh dengan makanan yang telah dimasak dan dipersiapkan di sana. Dan setelah kami semua makan, kemudian kami keluar rumah. Dan di sana terdapat halaman rumput yang indah di depan rumah itu, dan di bawah sebuah pohon rindang kami duduk mengobrol, dan hari mulai sore. Dan hati saya tidak tenang. Saya menggeser tempat duduk saya mendekati gembala gereja itu, dan saya bertanya kepadanya, “Apakah anda mendengar apa yang dikatakan wanita itu tadi pagi?”

Dan ia menjawab, “Ya.”

“Kedua anaknya masih terhilang?”

Ia menjawab, “Ya.”

“Dan ia ingin ada seseorang yang mau membantu memenangkan mereka bagi Yesus?”

Ia menjawab, “Ya.”

Saya berkata, “Apa yang akan anda lakukan berhubungan dengan itu?”

Dan ia menjawab, “Tidak ada. Tidak ada. Jika Allah menginginkan anak itu disematkan, Ia akan menyelamatkan mereka, tanpa pertolongan kamu ataupun pertolongan saya.”

 

Akhirnya saya tahu bahwa semua orang di gereja itu seperti itu. “Jika Allah mau melakukannya, Ia akan melakukannya. Jika Allah tidak ingin melakukan, Ia tidak akan melakukannya, dan tanpa usaha kita – itu adalah kehendak Allah. Saya tidak akan melakukan apapun.”

 

Saya berkata kepadanya, “Maap, jika boleh adakah dari anggota jemaat terkasih ini yang mau  menemani saya pergi ke rumah ibu itu?”

Ia menjawab, “Ya, tentu saja, jika kamu ingin pergi.”

Saya berkata, “Saya ingin melakukan lebih banyak lagi di dunia ini.”

 

Kemudian saya pamit kepada perkumpulan itu dan masuk ke mobil dan seseorang mengantarkan saya ke rumah ibu itu dan ketika sampai di jalan setapak, orang itu berkata, “Tepat di ujung jalanan setapak ini ia tinggal.”

 

Saya keluar dari mobil, dan saya berkata, “Saya akan kembali ke gereja nanti malam.” Kemudian saya berjalan menyusuri jalan setapak itu dan mengetuk pintu rumah petani sederhana, rumah ibu itu, dan ibu itu membukakan pintu untuk saya. Saya berkata, “Ibu, saya mendengar apa yang anda katakan pagi ini. Kedua anak anda masih terhilang. Di manakah kedua anak anda itu?”

Ia menjawab, “Anak saya yang bungsu sedang ada di tempat pemerasan susu. Dan anak sulung saya belum pulang dari ladang.” 

 

Saya berkata, “Ibu, maukah anda berlutut dan berdoa dan meminta kepada Tuhan agar Ia menolong saya ketika saya mencoba untuk memenangkan kedua anak lelaki ibu kepada Yesus?”

 

Dan ia menjawab, “Saya bersedia.”

 

Kemudian saya pergi ke kandang, tempat di mana anak bungsunya, yang kira-kira berumur tujuh belas tahun, sedang memeras susu. Saya mengambil sebuah kotak dan duduk di dekat si bungsu yang sedang memeras susu sapi-sapi itu. Dan saya berkata kepadanya, “Nak, ibunya ada di rumah dan sedang berlutut dan berdoa untuk kamu.” Dan saya membuka Alkitab kecil Perjanjian Baru dan berkata, “Nak, saya ingin membacakan untuk kamu dari Buku Allah ini bagaimana diselamatkan.” Dan kemudian saya membaca beberapa ayat dari Alkitab itu yang menjelaskan kepada kita bagaimana diselamatkan. Kemudian saya berkata, “Nak, maukah kamu berlutut di sini, di sisi saya dan berdoa bersama dengan saya?” Dan ia menghentikan pekerjaannya memeras susu dan berlutut di samping saya, dan saya meletakkan tangan saya dipundaknya, dan berdoa untuknya kiranya Tuhan menyelamatkan dia. Dan ketika saya selesai berdoa, saya mengulurkan tangan saya dan berkata, “Nak, jika kamu mau memberikan hatimu untuk Yesus, genggamlah tangan saya.” Dan ia menggenggam tangan saya dengan sangat keras. “Saya mau menerima Tuhan sebagai Juruselamat saya.” Dan pada waktu itu, si sulung, yang kira-kira berumur sembilan belas tahun, sudah pulang dari ladang dan ia sedang melepaskan pelana kuda. Ia menggantung pelana-pelana itu di kandang. Saya menghampiri dia dan berkata, “Nak, ibumu sedang ada di dalam rumah, berlutut berdoa untuk kamu. Dan saya ingin membacakan untuk kamu Buku Allah ini bagaimana seorang muda dapat diselamatkan.” Dan saya membacakan ayat-ayat emas untuknya, dan saya bertanya, “Nak, maukah kamu berlutut di samping saya?” Dan kemudian ia berlutut di samping saya, dan saya berdoa kiranya Tuhan mau menyelamatkan dia. Dan ketika saya selesai berdoa saya mengulurkan tangan saya sambil masih berlutut, dan saya berkata, “Nak, jika kamu mau menerima Tuhan sebagai Juruselamatmu, maukah kamu menggenggam tanganku?” Dan ia menggenggam tangan saya dengan sangat keras. Malam itu di gereja, ketika saya memberikan undangan, kedua anak laki-laki itu bergandengan tangan maju ke depan. Itu adalah suatu pemandangan yang begitu mulia. Dan ibu terkasih itu menangis dengan suara keras sekali. Ia menangis bahagia malam itu. Kedua anak lelaki itu, hanya mereka, yang diselamatkan dalam kebaktian kebangunan rohani itu. Ketika acara itu sudah selesai, saya pergi meninggalkan gereja itu. Dan saya berketetapan hati untuk melayani Tuhan dengan segenap hati sejak saat itu. Saya percaya bahwa doa dan usaha serta dedikasi seluruh anggota jemaat harus menjadi satu akhir yang suci dan surgawi; yaitu, agar orang-orang terhilang boleh datang mengenal Tuhan.

 

Jika kita sedang mengajar, kita mengajar menuju suatu goal. Jika kita sedang bekerja keras, kita sedang bekerja keras demi suatu tujuan. Jika kita hidup dan berbicara, kita hidup dan berbicara demi suatu tujuan. Bagaimanapun Allah akan memberkati setiap kata yang kita ucapkan dan hidup yang kita hidupi dan usaha yang kita lakukan sehingga jiwa-jiwa terhilang boleh diselamatkan. Baru minggu lalu ada seorang pengunjung berkata kepada saya, “Saya senang datang ke Dallas untuk menghadiri kebaktian di First Baptist Church ini, karena ketika saya duduk di sana dalam kebaktian, saya tahu bahwa ketika undangan diberikan, Allah akan memberikan tuaian.” Dan ia berkata, “Itu memberkati hati saya kebih dari apapun dalam kebaktian yaitu dengan melihat orang-orang maju ke depan, menerima Yesus sebagai Juruselamat.”

 

Saya berkata kepadanya, “Tuan, saya persis seperti anda. Sama bahagianya mendengarkan paduan suara menyanyikan pujian, dan dengan penuh semangatnya jemaat memuji Tuhan, dan saling mengasihi antara satu dengan yang lain dan bersama memuji Allah, dan yang paling indah dan paling penuh arti dari segala sesuatu adalah ketika kita menyaksikan orang-orang turun dari balkon dan maju ke depan untuk memberikan hati mereka bagi Yesus.”