PENCOBAAN, KESENGSARAAN DAN UCAPAN SYUKUR
(TRIALS, TRIBULATIONS AND THANKSGIVING)
Dr. W. A. Criswell
2 Korintus 12:7-10
11-22-81
Semoga Tuhan memberkati anda semua, ribuan orang dari anda yang tidak terhitung banyaknya, yang pada saat ini sedang bergabung bersama dengan Gereja First Baptist Dallas melalui siaran radio KCBI dan radio Sonshine dari Pusat Studi Alkitab serta serta stasiun radio KRLD di bagian barat daya. Ini adalah pendeta dari Gereja First Baptist Dallas, yang sedang menyampaikan sebuah khotbah yang berhubungan dengan Hari Pengucapan Syukur. Khotbah yang berjudul: PENCOBAAN, KESENGSARAAN DAN UCAPAN SYUKUR. Dan sebagai pendahuluan dan pokok isi dari khotbah ini yaitu agar Allah menyediakan bagi kita, berkatNya yang terbaik dalam kedukaan dan air mata yang kita alami di dalam hidup kita. Sekarang, untuk pasal yang akan kita baca secara bersama-sama, kita akan membuka Alkitab kita di dalam Dua Korintus pasal dua belas, dan kita akan membaca mulai dari ayat tujuh hingga ayat sepuluh. Jika kita memiliki kesempatan, kita akan membaca keseluruhan bagian pertama dari pasal itu, akan tetapi ini adalah bagian yang paling berkaitan dengan khotbah kita pada hari ini, yaitu Dua Korintus pasal dua belas, dari ayat tujuh hingga ayat sepuluh. Jika anda semua sudah menemukannya, mari kita baca bersama-sama dengan suara yang nyaring,
Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.
Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.
Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat (2 Korintus 12:7-10).
Dan saya dapat memberikan komentar di hadapan semua kesukaran yang ada di dunia ini bahwa tidak ada kata-kata yang lebih mulia di dalam pemikiran manusia, yang penuh dengan dedikasi serta sebuah pengalaman yang dialami manusia dari pada kata-kata yang baru saja kita baca, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12:9-10).
Kita memiliki banyak hal di dalam musim Pengucapan Syukur tahun ini, yang telah membuat hati kita melimpah dengan ucapan syukur di hadapan Allah. Setahun yang lalu, sama seperti pada waktu ini, saya telah dihimpit oleh sebuah beban yang luar biasa. Hutang kita sepertinya telah mencapai sepuluh juta, empat ratus ribu dolar. Dan laju pertumbuhan suku bunga melambung dengan tinggi melampaui apa yang pernah terjadi di dalam sejarah Amerika. Kita harus membayar di atas tingkat dasar, yang berarti kita harus membayar dua puluh lima persen. Dari persembahan yang kita bawa kepada Allah setiap tahun yang berjumlah satu juta empat ratus ribu dolar telah diambil hanya untuk membayar suku bunganya, bukan atas hutangnya, tetapi bunga dari pinjaman itu. Itu merupakan sebuah hal yang suram dan beban yang berat bagi masa depan yang terlihat jelas, yang kita hadapi pada masa seperti ini di tahun yang lalu. Namun lihatlah betapa berlimpahnya kebaikan yang telah diberikan Allah kepada kita. Pada hari senin yang lalu, kita telah mengirim dua juta dolar ke bank. Dan dalam minggu-minggu ini, kita akan mengirim lima setengah juta dolar lagi ke bank. Dan dengan hal-hal lain yang telah kita lakukan di dalam membebaskan permohonan kita, gereja kita akan benar-benar bebas dari beban hutang dalam hitungan waktu yang tidak akan lama lagi. Hal itu tampaknya sangat baik untuk menjadi nyata. Ketika saya berpikir saat seperti ini pada tahun yang lalu dan membandingkannya kepada kemuliaan yang telah dilakukan Allah kepada kita pada saat ini, hati saya melimpah dengan ucapan syukur.
Sebuah bukti dari berkat yang luar biasa dari Tuhan kita terhadap gereja kita, kemarin malam, pada saat tengah malam, mereka telah menutup program “Berbagi Bersama” untuk stasiun radio KCBI kita, yang sedang didengarkan oleh banyak orang dari anda. Kita tidak lagi membuka ruang iklan di radio kita. Stasiun radio itu, sekarang ini sepenuhnya didukung oleh orang-orang yang memiliki karunia. Dan di dalam program “Berbagi Bersama” itu, mereka telah menetapkan sebuah tujuan untuk memperoleh seratus lima puluh ribu dolar untuk pekerjaan selama satu tahun. Dan ketika dana itu dihitung, ternyata kita telah memperoleh dana dari kita semua yang berbagi di dalamnya yang melampaui seratus enam puluh ribu dolar. Allah kembali begitu baik bagi kita. Dan seperti yang anda tahu, di dalam permohonan penatalayanan kita, atau janji iman kita, kita pada akhirnya memperoleh tambahan satu juta dolar dari orang-orang untuk membantu permintaan dari para pendeta untuk misi dunia, yang memberitakan tentang Tuhan kita. Jumlah yang telah kita raih totalnya sebanyak tujuh juta empat ratus lima puluh ribu dolar, suatu jumlah yang tidak pernah didengar di dalam umat Kristen. Dan minggu yang lalu, ketika kita memberikan jumlah total dari apa yang telah dilakukan oleh jemaat kita, kita telah melampaui tujuan kita. Allah telah melakukan kebaikan yang sangat berlimpah-limpah terhadap kita. Dan di dalam surat gereja yang telah kita kirim ke asosiasi kita, kita memberi laporan bahwa kita telah membaptiskan lebih dari seribu orang. Kita memiliki begitu banyak sebab untuk mengucap syukur atas kebaikan Allah yang telah dicurahkan bagi kita sebagai sebuah jemaat.
Kita juga mengucap syukur kepada Allah atas negara dan bangsa kita. Allah telah memberkati kita melampaui apa yang pernah kita baca di dalam sejarah umat manusia. Kita memiliki sebuah kelimpahan atas makanan. Ada begitu banyak area yang luas di dunia ini yang menghadapi kelaparan setiap hari. Kita memiliki negeri yang paling produktif di dalam ciptaan Allah. Kita memiliki standar kehidupan yang tinggi yang pernah dikenal oleh dunia. Jika anda berpikir bahwa anda miskin, ada jutaan orang dari bangsa-bangsa di bumi ini yang hidup dalam penghasilan yang kurang dari seratus dolar setahun. Sekarang, anda dapat membandingkannya dengan orang yang paling miskin di negara kita. Mereka hidup dengan penghasilan yang kurang dari seratus dolar dalam setahun. Kita adalah sebuah masyarakat yang kaya. Kita tidak hanya telah diberkati Allah dalam materi yang berlimpah, tetapi tidak juga tidak pernah mengalami sebuah kerusakan karena perang di atas tanah kita pada masa modern ini. Ada bencana yang mengerikan yang bermandikan darah di negara-negara lain yang tidak pernah menjangkau kita. Betapa banyak kita berhutang kepada Allah atas karunia yang kita miliki di tanah kelahiran kita ini? Dan, selanjutnya lagi, bukankan Allah telah memberikan kebaikan yang sukar untuk dilukiskan dan sukar untuk dinilai kepada kita secara pribadi? Kebanyakan dari kita, mungkin semua kita yang hadir di sini pada malam hari ini, dan secara praktis bagi anda semua yang sedang mendengarkan siaran radio memiliki dua tangan. Kita memiliki kaki sehingga kita dapat berjalan. Betapa berkat yang melimpah dari surga atas kaki kita. Kita masih bernafas. Betapa berkat yang luar biasa yang diberikan atas hidup kita. Kita memiliki mata untuk melihat. Apa yang dapat anda katakan, “Tuhan, aku bersyukur kepadaMu bahwa aku dapat melihat dengan mataku?” Kekayaan pribadi yang melimpah dalam hari-hari yang kita lalui. Sangat melimpah dan tidak terbatas. Dan semua itu merupakan sebuah karunia dari Allah. Saya tidak pernah bekerja untuk kedua tangan saya; mereka diberikan kepada saya. Saya tidak pernah bekerja untuk mata saya, mereka telah diberikan kepada saya. Kaki saya bukan karena upah atas pekerjaan saya, Allah memberikannya kepada saya. Saya adalah seseorang yang berhutang atas kebaikan yang agung dan kemurahan yang luar biasa dari Allah melampaui segala sesuatu yang dapat saya ungkapkan.
Sekarang, setelah menyampaikan hal itu, dan kita semua, di dalam sebuah roh yang sejati dalam mengucap syukur, mempersembahkan kepada Allah korban syukur dan pujian kita, lalu apa yang harus saya lakukan dan apa yang harus saya katakana tentang kedukaan dan air mata serta hati yang hancur dan masalah-masalah dan pencobaan-pencobaan serta kesukaran yang saya hadapi di dalam hidup ini? Kita semua mengalami hal itu. Air mata anak-anak sama yatanya dengan air mata orang-orang dewasa, dan kekecewaan para remaja sama nyatanya dengan kekecewaan pria dewasa maupun wanita dewasa. Tidak ada periode dalam kehidupan manusia yang tidak memiliki kedukaan dan tekanan, air mata dan tangisan. Apa yang harus saya lakukan? Bagaimanakah saya akan datang kepada Allah dengan kedukaan dan hati saya yang hancur? Bagi saya, hal-hal ini merupakan salah satu pusat yang penuh kuasa tentang interpretasi Kristen dari hidup kita. Dan sebuah contoh yang khas yang ditemukan dalam respon yang luar biasa ini dari Rasul Paulus terhadap tekanan dan penderitaan yang dia hadapi di dalam hidupnya.Kkebanyakan dari hari-harinya, khususnya di dalam pelayanannya dia habiskan di dalam penjara. Di dalam 1 Korintus pasal sebelas, dia menyebutkan satu demi satu resiko-resiko yang dia derita dan penganiayaan yang hebat yang telah dia jalani. Dan di dalam semua itu, dia berkata, Aku bersukacita karena “telah layak dianggap menderita penghinaan oleh karena nama Yesus.”
Baiklah, kita akan melihat untuk waktu yang singkat tentang hal-hal itu. Anda tidak akan melihatnya ketika anda melalui hal itu. Ketika anda berada di tengah-tengah badai lautan, atau anda sedang meratap karena penderitaan yang sukar untuk dilukiskan, atau hidup kelihatannya sangat frustasi dan penuh dengan kekecewaan dan kekosongan, anda tidak akan dapat melihatnya pada saat itu, tetapi Allah mungkin sedang mencocokkan hal itu atas berkatNya yang besar, melalui pencobaan dan kesukaran yang sedang anda alami; “kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samara-samar,” tulis Rasul Paulus dalam 1 Korintus pasal tiga belas. Kita tidak dapat memahaminya, akan tetapi Allah memiliki sebuah tujuan dalam setiap penderitaan dan pencobaan yang kita alami. Segala sesuatu turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Di dalam segala sesuatu, Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihiNya. Kita tidak dapat melihatnya ketika kita berada di dalamnya, tetapi di dalam sejarah dan di dalam pandangan Allah, hal itu sangat jelas, saya akan menunjukkannya kepada anda. Ketika Allah memanggil Abraham dari Ur Kasdim, Allah mengirim dia ke negeri yang tidak pernah dia lihat. Dia tidak tahu dimanakah negeri itu. Dan Dia meminta Abraham agar dia memisahkan dirinya dari keluarganya dan sanak familinya dan menjadi seorang pengembara di bumi ini. Dia berdiam di dalam kemah bersama dengan anak-anaknya serta cucu-cucunya, mengakui bahwa dia adalah orang asing di bumi ini. Sebab “ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan yang dibangun oleh Allah” (Ibrani 11:10). “Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka” (Ibrani 11:16). Saya dapat membayangkan tekanan yang ada di dalam hati Abraham ketika panggilan itu datang kepadanya, tetapi dia patuh dan itulah sebabnya dia disebut sebagai sahabat Allah. Pikirkanlah berkat yang diperoleh dari duka yang disebabkan oleh pemisahan itu.
Lihat lagi. Dapatkah anda bayangkan, hati yang hancur dan kedukaan yang terjadi kepada Yakub ketika sepuluh orang anaknya datang kepadanya dan berkata, “Apakah jubah ini milik anakmu Yusuf? Bukankah ini jubah yang maha indah? Lihatlah noda darah itu. Sesuatu yang mengerikan telah menimpa dia.” Mereka telah mencelupkan jubah itu ke dalam darah binatang. Dan mereka berkata, “Ini adalah darah anakmu.” Pikirkanlah kedukaan yang dialami Yakub ketika dia melihat darah yang ada di jubah yang maha indah itu, dan kedukaan Yusuf ketika dia dipisahkan dari keluarganya dan dijual oleh orang Ismael sebagai seorang budak di Mesir. Akan tetapi dari penderitaan itu datanglah pemeliharaan terhadap keluarganya dalam masa kelaparan yang hebat dan penuh tekanan. Atau contoh yang lain lagi. Pikirkanlah tentang bangsa Israel, umat Allah di Mesir, setelah mereka menikmati hal yang manis dan selanjutnya kerja yang keras dan kelaparan dan pekerjaan yang berat dari tugas yang berat di tanah Gosyen. Akhirnya Allah melepaskan mereka dan mempersiapkan mereka menjadi sebuah bangsa yang besar. Selanjutnya mereka menjadi masyarakat yang berpindah-pindah. Mereka berdiam di dalam kemah sama seperti bapa leluhur mereka. Kemudian mereka menjadi sebuah bangsa, masyarakat yang berdiam dalam kota-kota mereka dan hidup dalam budaya mereka sendiri sebagai sebuah bangsa. Dari tekanan yang hebat Allah memberikan berkat yang sangat besar. Selanjutnya, sulit bagi kita untuk masuk ke dalam penderitaan dari bangsa Yahudi, ketika orang-orang kasdim yang bengis, kasar dan kejam datang dan menghancurkan bangsa mereka, menghancurkan kota mereka yang suci, menghancurkan bait mereka dan membawa mereka ke dalam pembuangan. “Di tepi-tepi sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu, kita menggantungkan kecapi kita” (Mazmur 137:1-2). Tetapi setelah keluar dari pembuangan Babel, ada tiga berkat yang luar biasa yang selamanya diingat oleh dunia. Yang pertama, orang Yahudi menjadi bangsa yang monoteis. Mereka tidak lagi mendirikan kuil dan beribadah kepada berhala-berhala. Yang kedua, setelah keluat dari Babel, mereka mendirikan Sinagoge, rumah ibadah, sama seperti gereja. Yang ketiga, adanya pengkanonan Kitab Suci. Tiga berkat yang luar biasa yang selamanya diingat oleh dunia, yang keluar dari kedukaan dan penderitaan setelah pembuangan di Babel.
Saya memiliki waktu untuk memberikan tinjauan atas berkat yang sama dari Allah di dalam Perjanjian Baru. Apa yang dapat saya sampaikan dari salib Yesus Kristus? Betapa hal itu merupakan sumber anugerah yang besar, sebuah aliran kasih dan kemurahan yang melimpah yang keluar dari penderitaan Tuhan kita? Saya dapat berbicara tentang penganiayaan jemaat di Yerusalem. Yang membuat mereka terpencar ke setiap tempat di bumi ini, dan memberitakan firman. Dan ketika mereka merajam Stefanus dengan batu, dan dari hal itu menghasilkan pertobatan Rasul Paulus, Saulus dari Tarsus. Seringkali bahkan di dalam hal-hal yang kecil, Allah akan membuatnya menjadi berkat yang sangat besar. Sebagai contoh, di dalam Kisah Rasul 20;3, Paulus hendak berlayar ke Siria. Tetapi karena orang-orang Yahudi bermaksud membunuh dia, ia memutuskan untuk kembali melalui Makedonia. Dan ketika dia di Makedonia, dia memilih seorang rekan yang bernama Lukas, seorang dokter. Dan ketika Paulus dikurung di Kaisarea, Lukas, sebagai seorang sejarahwan yang baik, menghasilkan sumber iman Kristen dan menulis Injil Lukas, seorang dokter yang terkasih yang menuliskan firman Allah yang hidup, dan semua hal itu terjadi karena orang-orang Yahudi yang bermaksud untuk membunuh Rasul Paulus. Dan apa yang dapat saya lihat dalam sebuah waktu yang terbatas dari berkat yang telah datang kepada kita di dalam pembuangan dan pengasingan seorang gembala dari jemaat Efesus yaitu Rasul Yohanes? Sibuk dalam pelayanan jemaat di sebuah kota yang penuh dengan penyembah berhala, akhirnya Allah mengambil dia dan mengirimnya ke sebuah tempat yang sepi dan pulau yang penuh dengan batu karang, sehingga di sana dia dapat melihat penglihatan dari Allah tentang dunia yang akan datang.
Saya harus berhenti. Apa yang dapat saya sampaikan tentang penganiayaan di bawah James Stuart I, Raja Inggris yang telah mengirim Para Pengembara di atas kapal Mayflower ke pantai-pantai baru di Amerika? Apa yang dapat saya sampaikan tentang penganiayaan di bawah Charles II, ketika mereka memenjarakan John Bunyan, Pengkhotbah Baptis dari Inggris, dan dia dapat menulis The Pilgrim's Progress (Perjalanan Musafir)? Tuhan, Tuhan, saat saya melihat dan saat saya membaca, dan ketika saya berlutut di hadapanMu dalam doa untuk kebijaksanaan, saya mulai berpikir bahwa mungkin Allah memberikan berkatNya yang terbaik bagi kita bukan di dalam kelimpahan yang kita nikmati, tetapi mungkin di dalam kepentingan, di dalam pencobaan-pencobaan, di dalam kekecewaan dan di dalam hati yang hancur yang kita alami di dalam hidup kita. Dan kita juga patut mengucap syukur untuk hal-hal ini, di dalam segala hal. Sama seperti yang dituliskan oleh Rasul Paulus di dalam 1 Tesalonika, untuk mengucap syukur dalam segala hal.
Sekarang, untuk mengekspresikan hal itu kepada kita, tidak ada hal-hal yang terjadi di luar dari kendali Allah. Hal-hal ini mungkin sepertinya tidak bertalian dan tidak berarti bagi kita, tetapi semuanya itu berada di dalam tujuan pemilihan Allah, yang memimpin kita dan melatih kita serta membimbing kita untuk datang kepadaNya. Saya membaca tentang seorang pemabuk dan seorang gelandangan yang terbaring di sebuah tempat tidur murahan di sebuah rumah sakit amal. Di dalam ruangan besar yang terdiri dari kelompok pria di rumah sakit amal itu, mereka memiliki sebuah kebiasaan. Ketika seseorang sedang sekarat, perawat akan datang dan menempatkan sebuah tirai di sekeliling tempat tidurnya. Dan dia menangis, “O Allah, ini berarti bahwa aku akan meninggal. Oh, Allah, di dalam hidupku yang tidak berharga, bermurah hatilah kepadaku.” Dan pada saat dia menangis kepada Tuhan yang berada di sorga, Allah datang ke dalam jiwanya dan mempertobatkan dia. Kemudian perawat datang dan mengambil kain tirai dan meminta maaf kepadanya, serta berkata, “Oh, tuan, saya minta maaf. Saya meletakkan tirai dalam tempat tidur yang salah.” Dan pria itu berkata kepada sang perawat, “Tidak, perawat, terpujilah Allah. Terpujilah Allah. Itu adalah hal yang terbaik yang pernah terjadi di dalam hidup saya, karena ketika saya berpikir bahwa saya akan mati, saya berteriak kepada nama Tuhan untuk kedamaian dan kemurahan serta pengampunan, dan Dia telah menyelamatkan saya.” Itu adalah pemeliharaan hidup bagi kita, yang tampaknya sangat sepele. Tetapi, dari hal itu, mereka mengajarkan kita tentang cara Tuhan. Itu adalah sesuatu yang sukar untuk dipercayai. Seperti yang disampaikan Rasul Paulus ini, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12:9-10).
Saya akan menutup khotbah ini. Penderitaan dan kekecewaan serta dukacita akan selalu menghasilkan satu dari dua hal bagi anda. Dan tidak ada pengecualian. Hal itu dapat menyakitkan hati anda. Seperti yang dilakukan istri Ayub. Ketika Ayub jatuh ke dalam penderitaan itu, istrinya berkata kepada dia, suaminya, “Kutukilah Allahmu dan matilah” (Ayub 2:10). Itu adalah salah satu respon yang dapat keluar dari dalam hati. Tetapi Ayub berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah namaNya” (Ayub 1:23). Kita juga sama seperti itu. Ketika penderitaan dan tekanan datang, saya dapat membenci Allah, membenci hidup, membenci hal-hal yang terjadi yang penuh ketidakberuntungan bagi saya, atau saya dapat berlutut dan berkata, “Tuhan, di dalam tekanan ini, Allah sedang menempatkan sesuatu yang lebih baik bagiku, dan aku meminta Engkau untuk memberi kekuatan di dalam menanggung hal ini.” Kemarin siang, saya duduk di samping salah seorang pelayan yang terkasih di gereja kita ini. Anda mengenal siapa dia. Dia bekerja di dalam salah satu bidang pendidikan untuk orang-orang khusus. Dokter berkata, bahwa dia tidak dapat lagi hidup. Kemudian saat saya duduk di samping tempat tidurnya, apa yang harus saya lakukan, apa yang harus saya sampaikan? Inilah yang saya lakukan dan inilah yang saya sampaikan. Saya berpaling kepada kata-kata yang luar biasa dari Rasul Paulus, seseorang yang di dalam kasih dan anugerah Yesus telah berjalan di jalan itu sebelum kita, dan dia menulis, “Sebab sama seperti kami mendapat bagian yang berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan yang berlimpah-limpah” (2 Korintus 1:5). Bahkan “kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati” (2 Korintus 1:9). Allah telah menempatkan sesuatu yang lebih baik bagi kita.
Sekarang, bolehkah kita berdiri bersama-sama? Juruselamat kami yang mulia, tidak ada langkah yang sulit di dalam jalan ini yang tidak kami jalani, tetapi Engkau mendahuli kami sebelumnya. Tidak ada air mata yang tidak pernah kami tumpahkan tetapi Kristus juga telah meratap seperti itu. Tidak ada dukacita yang tidak pernah tidak kami alami tetapi Juruselamat kami mengetahui semuanya itu; dicobai dari segala hal sama seperti kami sehingga Dia dapat menjadi Imam besar untuk memberi kekuatan dan kelegaan kepada kami pada waktu yang dibutuhkan. Oh, Tuhan, betapa muliaNya Engkau sebagai Juruselamat kami. Dan yang telah membuka pintu yang telah dirancang oleh Allah bagi kami, supaya kami dapat menghampiri takhta kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan tepat pada waktunya, memberi kekuatan di dalam kelemahan kami, memberi kemenangan di dalam kekalahan kami, dan memberikan kelegaan di dalam kedukaan kami, memberi hidup di dalam kematian kami, sebuah sorga bagi dunia kami saat ini, di mana di dalamnya penuh dengan kekecewaan. Akan tetapi Allah telah menyediakan sebuah tempat dimana di dalamnya tidak akan ada kekecewaan, yaitu di dalam sorga. Oh, Tuhan, semoga kami dapat memberikan hidup kami secara penuh di dalam iman kepadaMu. Sementara umat kami berdoa, ketika kami menunggu anda; sebuah keluarga, sebuah pasangan, atau seseorang dari anda, untuk datang pada malam hari ini. Malam ini, saya membuka hati saya terhadap kehendak Allah, terhadap kehendak sorga, serta kehendak Kristus. Saya menerima Tuhan sebagai Juruselamat saya, atau saya datang di dalam ketaatan terhadap firmanNya, untuk mengikuti Dia di dalam baptisan; atau saya datang untuk menempatkan hidup saya ke dalam persekutuan dari jemaatNya yang terkasih ini; atau saya datang untuk menjawab panggilan Roh di dalam hati saya. Para malaikat telah membuka jalan bagi anda, saat anda ketika anda datang.
Dan, kami bersyukur kepadaMu Tuhan kami, atas tuaian yang telah Engkau berikan ke pada kami di dalam namaMu yang menyelamatkan dan yang memelihara kami. Amin. Ketika kita bernyanyi, turunilah salah satu tangga ini dan telusurilah salah satu lorong ini dan katakan, “Pendeta, saya telah mengambil keputusan untuk menerima Tuhan, dan saya datang.” Terberkatilah anda, dan kami menyambut anda, saat kita bernyanyi dan menunggu kedatangan anda.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.