KEPADA KETUJUH JEMAAT DI ASIA

(TO THE SEVEN CHURCHES IN ASIA)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Wahyu 1:4 

01-29-61

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang mendengarkan ibadah ini melalui siaran radio atau yang menyaksikannya melalui siaran televisi, juga bagi anda semua yang sedang bergabung bersama dengan kami di dalam ibadah dari Gereja First Baptist Dallas. Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah pagi dalam rangkaian seri atas Kitab  Wahyu. Judul dari khotbah kita berasal dari teks Wahyu 1:4, Dari Yohanes, Kepada Ketujuh Jemaat Yang Di Asia Kecil. Ini adalah sebuah khotbah dengan latar belakang, penulis, tanggal penulisan dan masa penulisan Kitab Wahyu.

Lima kali dalam kitab ini penulisnya memberitahukan namanya adalah Yohanes. Wahyu 1:1: “Inilah wahyu Yesus Kristus, yang dikaruniakan Allah kepada-Nya, supaya ditunjukkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi. Dan oleh malaikat-Nya yang diutus-Nya, Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes.” Itu adalah pertama kalinya dia menyebutkan namanya. Yang kedua kalinya terdapat dalam ayat keempat: “Dari Yohanes kepada tujuh jemaat yang di Asia Kecil” (Wahyu 1:4). Yang ketiga kalinya dia menyebut namanya dalam pasal pertama ayat sembilan: “Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9). Keempat kalinya dia menyebutkan namanya adalah di dalam Wahyu pasal dua puluh satu ayat kedua: “Aku Yohanes, melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga” (Wahyu 21:2). Dan kelima kali dia menyebutkan namanya di dalam pasal terakhir, pasal dua puluh dua ayat delapan: “Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan melihat semuanya itu” (Wahyu 22:8). Penulis berkata bahwa namanya adalah Yohanes dan dia adalah hamba dari Yesus Kristus, dan di dalam pasal pertama ayat sembilan, dia adalah seorang saudara bagi orang-orang Kristen di Propinsi Asia Roma. Dan dia adalah seorang pengikut yang menderita bersama dengan mereka di dalam kesukaran dan di dalam penganiayaan yang telah timbul bagi orang-rang yang menyebut nama Tuhan dan agama Tuhan kita. Dan di dalam penyebutan namanya yang terakhir, dia berkata bawa dirinya sendirilah yang telah mendengar dan melihat semuanya yang tercatat dalam kitab ini.

Lalu siapakah orang ini yang menyebutkan bahwa namanya adalah Yohanes? Ada begitu banyak orang yang memiliki nama Yohanes, sama seperti ada banyak nama Yohanes pada hari ini. Itu adalah sebuah nama yang umum, sama umumnya seperti yang ada pada hari ini. Dan dari begitu banyak nama Yohanes, beberapa orang di antaranya adalah orang-orang terkemuka di jemaat mula-mula, jadi nama siapakah yang menyebut dirinya sebagai Yohanes? Sekitar tahun 260 A.D, ada seorang sarjana di sekolah teologi Aleksandria yang bernama Dionysius. Dia dipanggil dengan Dionysus Aghung karena pengetahuan skolastiknya yang luas. Dia adalah murid Origen yang paling terkemuka, pemimpin intelektual yang terbesar dari seluruh bapa-bapa jemaat mula-mula. Dan pada tahun 250 A.D., Dionysus menulis sebuah tesis yang menjadi sebuah karya yang agung bagi para sarjanawan pada masa sekarang ini. Di menolak bahwa Yohanes bukanlah penulis Kitab Wahyu. Dan dia mengambil posisi itu karena perbedaan di dalam bahasa Yunani, dan gaya, dan sintaksnya, dan tatabahasanya, dari injil keempat, injil Yohanes dan Wahyu, tidak mungkin ditulis oleh orang yang sama. Dan Dionysius mengambil sikap bahwa Yohanes adalah penulis Injil Yohanes, karena itu Yohanes bukanlah penulis Kitab Wahyu.  Lalu, ketika kita melihat ke dalam Wahyu—secara internal, untuk melihat jenis orang yang menulis kitab itu, kita memiliki beberapa hal yang menyolok dan alasan yang kuat yang menjadi karakteristik dari penulisnya, siapa pun Yohanes itu.

Yang pertama—siapa pun dia, dia adalah orang Yahudi Kristen, dibesarkan di Palestina, dan untuk banyak alasan, saya tidak memiliki cukup waktu untuk  mendiskusikannya, akan tetapi tentu saja di Galilea. Dia diajar dalam bahasa Ibrani, tetapi dia menulis dalam bahasa Yunani. Kadang-kadang ia menerjemahkan idiom Ibrani ke idiom Yunani, kata demi kata, idiom demi idiom. Dia memiliki memenuhi jiwanya dan hidupnya dengan tata nama, dan perbendaharaan kata dan susunan kata-kata, dan bahasa dan pelajaran Perjanjian Lama, dan dia menggunakan gaya dan bahasa dan pikiran Perjanjian Lama baik secara sadar atau tidak sadar. Dan ketika dia menulis di dalam bahasa Yunani, dia membuat tata bahasa ke dalam suatu rangkaian. Dia memiliki sebuah sintaks dan sebuah tatabahasa yang menjadi miliknya. Dan dia sangat memberikan perhatian dalam menyampaikan pesannya, dan jika bahasa serta tata bahasa berada dalam julurnya maka dia akan membuatnya menjadi sebuah rangkaian. Jadi dia adalah orang Yahudi, berpikir dalam pikiran Ibrani, memperoleh pendidikan di Palestina, dan dia menulis sebuah pesan yang dinamis dan penuh semangat dan tanpa menaruh perhatian yang penuh terhadap urutan tatabahasa  dan kata ganti penghubung di dalam semua hal yang masuk ke dalam keindahan dan bahasa gramatikal.

Hal yang kedua tentang dia, siapa pun dia: Dia adalah seseorang yang memiliki kedalaman rohani. Dia melihat secara dalam terhadap misteri rencana Allah bagi setiap zaman, dibandingkan dengan penulis lain di Perjanjian Baru.

Hal yang ketiga tentang dia: siapa pun dia, Yohanes ini, dia adalah seseorang yang memiliki pernyataan yang luar biasa dan keyakinan yang pasti. Bagi dia, bagi penulis ini, orang-orang Yahudi Smirna dan Filadelfia adalah sinagog setan. Bagi Yohanes ini, siapa pun dia. Roma adalah Babel, ibu dari para pelacur dan perzinahan yang ada di dunia. Siapa pun Yohanes ini, bagi dia, sistem agama Roma adalah sebuah benang merah yang menghubungkan semua perzinahan dengan bangsa-bangsa di dunia. Dan siapa pun Yohanes ini, dia menggambarkan Kristus dalam keagungan dan kemuliaan serta otoritas yang tidak terlukiskan. Dan dia membawa ke dalam dirinya sendiri kuasa yang besar dan dia memberi penilaian yang keras dan dalam penghukuman. Dia menggambarkan Kristus sebagai seorang prajurit yang akan memerintah dunia dengan roda besi. Dia menggambarkan Kristus sebagai Anak Domba Allah yang terror murkanya sukar untuk dilukiskan; sebab hari kemurkaanNya akan datang dan sipakah yang dapat menyembunyikan kita dari wajah Anak Allah? Dan dia menggambarkan Kristus sebagai seorang raja yang menunjukkan kedahsyatan Allah Yang Mahatinggi. Anda tidak akan menemukan pengkhotbah yang keras seperti itu di dalam dunia ini sama seperti orang itu; siapa pun dia.

Hal yang keempat tentang Dia—dia adalah otrang yang memiliki otoritas yang tidak diragukan. Ketika dia berbicara kepada jemaat-jemaat Asia, dia berbicara dengan perintah, posisi dan pernyataan yang hebat. Dia mencela, dia mendesak, dia memohon, dia menghukum sebagai seseorang yang telah diberikan otoritas dan wibawa yang berasal dari Allah. Dimanakah anda dapat menemukan orang seperti itu?  

Hanya ada satu Yohanes yang ketika dia menulis namanya, dia tidak membutuhkan julukan lain, dia tidak membutuhkan deskripsi sifat-sifat yang lainnya. Ketika dia menyebut dirinya sebagai Yohanes sendiri, segera saja, tidak hanya sebuah lokasi di Roma Asia tetapi seluruh jemaat-jemaat Asia mengenal siapakah dia. Hanya ada satu Yohanes yang hanya dengan menyebutkan namanya, segera saja memberi otoritas dan keagungan serta kuasa terhadap pernyataan positif yang dia buat. Dan dia adalah Yohanes, rasul Yesus Kristus, yang meninggalkan Yudea pada tahun 69 A.D., saat terjadi perang yang menghancurkan Yerusalem dan datang ke Efesus dan menjadi gembala Efesus, ibukota Propinsi Asia Roma, dan yang selama lebih dari dua puluh lima tahun telah pemimpin yang hebat atas umat Allah dan jemaat-jemaat Allah di Asia. Hanya ada satu Yohanes yang seperti Yohanes itu dan dia adalah Yohanes yang menulis Kitab Wahyu ini.

Kita menemukan banyak hal-hal yang substansial secara internal yang terdapat di dalam kitab ini untuk menunjukkan bahwa Yohanes yang menulis Injil, rasul dari Yesus Kristus adalah Yohanes yang sama, yang juga menulis Kitab Wahyu. Ini adalah salah satunya—salah satu hal yang menjadi ciri khas dalam tulisan Yohanes adalah hal ini, dalam penggunaan kata logos (“Firman”) sebagai referensi pribadi kepada Tuhan yang berasal dari sorga. Pada mulanya adalah logos, diterjemahkan dengan “Firman”; Pada mulanya adalah logos, dan logos bersama-sama dengan Allah logos itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). Di dalam 1 Yohanes 1:1, anda akan menemukan konsep yang tidak biasa itu. Di dalam Wahyu 19:11-13: “Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: logos-- "Firman Allah." Dalam seluruh tulisan Yohanes, anda akan menemukan referensi itu. Dan tidak ada yang menggunakannya selain dari Yohanes.

Hal lain yang sangat menjadi ciri khas Yohanes adalah referensinya kepada Yesus sebagai “Anak Domba Allah.” Tidak ada penulis lain di dalam Perjanjian Baru yang menggunakan tata nama itu, yaitu Anak Domba Allah. Tetapi siapapun yang menulis Injil Keempat, dia mengggunakan kata itu: “Lihatlah Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29). Dan di dalam Kitab Wahyu, dia menunjukkan Anak Domba Allah sebanyak dua puluh dua kali secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda.

Hal lainnya: Yohanes adalah orang yang satu-satunya menulis secara terperinci di dalam Injilnya, tombak yang menikam lambung Yesus. Dan dia menggunakan kata Yunani yang khas dalam menulis kata “menikam.” Zakharia sebagai contoh, nabi Perjanjian Lama menulis di dalam terjemahan Septuaginta, Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, menggunakan kata ‘menikam’ dengan sebuah kata Yunani yang berbeda. Tetapi Yohanes adalah satu-satunya rasul, satu-satunya penulis yang merujuk kepada tikaman Yesus menggunakan kata Yunani dalam Injil dan kata Yunani yang sama itu dia gunakan juga di dalam Kitab Wahyu. “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia” (Wahyu 1:7). Dan di sana ada kata Yunani yang sama yang digunakan oleh penulis dalam Injil Yohanes, ketika dia berbicara tentang prajurit yang menikam Dia dengan tombak Roma.

Bagaimana dengan perbedaan tata bahasa, dari Injil keempat yang ditulis oleh Yohanes dengan tata bahasa yang terdapat dalam Kitab Wahyu? Sebuah kondisi yang sangat sederhana, sebuah hal yang ringan—ketika Yohanes menulis Injil keempat di Efesus dia menulisnya di dalam pemikiran yang dalam dan meditasi serta di dalam waktu yang luang. Dan di sekelilingnya dia memiliki  bahas sahabatnyanya yang merupakan sarjana Yunani yang dapat menolongnya untuk membuat bahasa yang indah dan tata bahasa yang benar serta kata penghubung yang tepat. Tetapi ketika Yohanes menulis Kitab Wahyu di Pulau Patmos, dia sendirian dan terbuang. Dan dia berpikir dalam konsep Ibrani dan menulis dalam bahasa Yunani, dia menulis sama seperti ketika dia berkhotbah di atas mimbar—dalam sebuah nyala api yang membara. Dan di dalam sukacitanya yang penuh atas penglihatan yang mulia itu, dia menulisnya sama seperti yang ingin dia sampaikan—berpikir dalam bahasa Ibrani dan menulis dalam bahasa Yunani. Dan ketika tulisan itu tiba di jemaat-jemaat Asia; hal itu sudah ditulis demikian, orang-orang yang membacanya memiliki penghormatan yang dalam terhadap otoritas dari rasul yang hebat itu, dan mereka membiarkan kitab itu tertulis sebagaimana Yohanes menulisnya, dan sama seperti yang kita miliki pada hari ini. Tetapi untuk menujukkan kepada anda bahwa kedua kitab itu sama, yaitu bahwa kedua kitab ini menggunakan bahasa Yunani yang paling mudah untuk membacanya dan itu didasarkan atas bahasa Yunani Yohanes. Sekalipun di dalam Injil keempat atau tiga surat Yohanes atau Kitab Wahyu, semuanya menggunakan bahasa Yunani yang mudah untuk dibaca. Dan jika anda ingin mempelajari bahasa Yunani, hal yang paling mudah dilakukan adalah memulainya dengan Yohanes. Dan sekalipun itu di dalam Injil yang keempat atau dalam Wahyu, maka tulisan itu akan mengalir dengan indah, jelas, sederhana untuk ditulis dan diucapkan—dan hal itu menunjukkan bahwa keduanya ditulis oleh tangan yang sama.

Saya tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara tentang kepenulisan Yohanes secara eksternal, bahwa dia adalah penulis Kitab Wahyu. Yustinus  mati martir di bawah pemerintahan Markus Aurelius pada tahun 166 A.D. Pelayanan Yustinus martir berada di Asia. Dan dia berkata bahwa Yohaneslah yang menulis Kitab Wahyu. Irenius meninggal pada tahun 190 A.D. Irenius adalah murid dari Polikarpus. Dan Polikarpus bertobat karena Yohanes. Dan Polikarpus adalah gembala jemaat di Smirna, di mana kitab ini telah ditulis. Dan Irenius berkata bahwa dia sering kali mendengar Polikarpus memberitahukan hal-hal yang dilakukan dan hal-hal yang disampaikan oleh Yohanes. Dan hal itu sangat membangkitkan minat Irenius, dan dia seringkali mengambil kutipan dari Kitab wahyu. Dan secara khusus dia tertarik terhadap bilangan 666, yang dia pikir merupakan nama dan bilangan Antikristus, sama seperti yang saya pikirkan. Dan saya tidak memiliki waktu untuk menunjukkan kehebatan intelektual Irenius! Saya juga tidak memiliki cukup waktu untuk berbicara tentang Origen dari Aleksandria, Klemen sari Aleksandria, Hippolitus dari Roma, Tertulian dari Karthago, tentang Kanon Muratorian, dan ribuan hal lainnya, yang menunjuk kepada satu pemikiran yang sama, bahwa Yohanes adalah rasul yang menulis Kitab Wahyu: aku, Yohanes, melihat dan mendengar hal-hal ini.    

Sekarang, bolehkah saya berbicara sejenak tentang waktu penulisan dari Kitab Wahyu—kapankah kitab ini ditulis? Kitab Wahyu ditulis pada masa penganiayaan terhadap jemaat-jemaat dan orang-orang Kristen. Di dalam abad pertama kekristenan, ada dua penganiayaan yang sangat hebat dari beberapa penganiayaan itu. Yang pertama, dibahaw pemerintahan Nero yang mati pada tahun 68 A.D., dan satu lagi adalah pada masa pemerintahan Domitian yang meninggal pada tahun 96 A.D. Praktis, secara universal, berdasarkan kesepakatan dari para sarjana, Kitab Wahyu ditulis sekitar tahun 95 atau 96 A.D.; dibawah masa pemerintahan Domitian dan dibawah penganiayaan Domitian.

Ada dua alasan utama terhadap hal itu: Yang pertama, kondisi yang ada di dalam jemaat-jemaat yang ditunjukkan di dalam Wahyu menunjukkan perbedaan besar dengan kondisi jemaat-jemaat pada masa Paulus, ketika Paulus menulis suratnya kepada mereka. Paulus menulis kepada jemaat-jemaat Asia sama seperti kepada jemaat-jemaat yang anda lihat di dalam Kitab Wahyu. Dan saya membayangkan bahwa surat Efesus saat itu diedarkan secara luas di jemaat-jremaat yang ada di Asia. Dan kondisi jemaat-jemaat, saat mereka berada pada masa Paulus, yang mati martir oleh Nero, memiliki atmosfir yang berbeda dan telah mengalami perubahan. Sebagai contoh, di dalam Wahyu, Efesus telah kehilangan kasihnya yang mula-mula. Sardis mengalami kondisi jemaat yang mati. Pengikut-pengikut Nikolaus—yang tidak memiliki jejak sama sekali yang anda dapat temukan di dalam tulisan Paulus—telah menyebar dan masuk ke dalam jemaat. Laodekia, yang telah dihancurkan oleh gempa di dalam masa pemerintahan Nero, dan telah dibangun kembali dan mereka menjadi sombong atas prestasi mereka dan kekuasan mereka serta kekayaan mereka. Dan di dalam Wahyu, tantangan terbesar bagi orang Kristen adalah kekuatan dan kekuasaan Imperium Roma serta Pemerintahan Roma. Dan hal itu tidak anda temukan pada masa Paulus dan Nero.

Alasan yang kedua, bahwa Kitab ini ditulis pada masa kekuasaan Domitian. Dia memulai pemerintahannya pada tahun 81 A.D., dan meninggal pada tahun 86 A.D. Dan tentu saja, kitab ini ditulis pada tahun terakhir kekuasaan Domitian, hal itu dapat diketahui dari pola penganiayaan yang dilakukan kepada orang-orang Kristen. Pada masa pemerintahan Nero, orang-orang Kristen dianiaya karena alasan pribadi. seperti yang anda tahu, Nero membakar kota Roma. Dia membuat kebakaran untuk memperluas istana emasnya, dan untuk membangun kota itu dengan marmer dan  batu-batu berharga. Dan ketika rakyat curiga bahwa Nerolah yang melakukan pembakaran itu, dia harus mencari kambing hitam untuk menghindarkan kecurigaan terhadapnya. Dan kemudian dia menuduh sekte Kristen dan berkata, “Mereka yang melakukannya.” Dan itu adalah masa pemganiayaan di bawah pemerintahan Nero. 

Tetapi, ketika anda tiba pada masa penganiayaan Domitian, anda akan berada dalam sebuah dunia yang berbeda. Domitian adalah penguasa yang tercatat dalam sejarah sebagai seorang pribadi yang memandikan dunia Roma dengan darah orang Kristen. Yohanes dibuang ke Pulau Patmos, itu adalah sebuah contoh dari cara penganiayaan yang dilakukan oleh Domitian—untuk dibuang, mengambil alih kepemilikan, dan dibuang dari negrinya. Anda tahu, alasan dari Domitian menganiaya orang Kristen adalah karena dia menganggap dirinya sebagai allah. Dan dia berada diatas seluruh dewa-dewa lainnya. Dan dia membuat patung dirinya dan menempatkannya dalam setiap kuil di Imperium Roma, bahwa di setiap sudut jalan dan setiap daerah. Dan dia memerintahkan orang-orang untuk bersujud dan menyembah dia. Suetonius, sebagai contoh—salah satu tokoh sejarah Latin—Suetonius berkata bahwa Domitian menyebut dirinya sendiri sebagai   Deus et Dominus, allah dan tuhan. Dan Suetonius berkata lebih lanjut, bahwa setiap kali menulis sebuah surat atau kapan saja dia mengumumkan sebuah hukum, dia akan selalu memulainya dengan kata-kata ini: “Allah dan tuhan, Domitian. Pemimpin dan komandan dan seterusnya dan seterusnya.” Sebagaimana Suetonius melanjutkan perkataannya bahwa Domitian mewajibkan bahwa setiap perkataan dan tulisan kepadanya harus memiliki sususan kata-kata yang sama baiknya. Pliniy seorang sejarahwan lainnya yang menulis tentang Domitian dan kefanatikannya terhadap penyembahan dan pemujaan terhadap kekaisarannya. Pliny berkata bahwa Domitian memperhatikan setiap sikap yang remeh sebagai sebuah tidakan yang tidak menghormati keilahaiannya. Dan Pliny lebih lanjut menulis bahwa akibat sikap Domitius yang memandang dirinya sebagai dewa yang paling utama dari segala dewa lainnya, maka dia membunuh ribuan orang yang menolak untuk mengakui keilahiannnya. Dapatkan anda membayangkan konflik yang mengerikan akibat dari keputusan Domitian itu terhadap jemaat-jemaat Yesus Kristus? Dan ketika Domitian memaksa mereka untuk menyembahnya, maka orang Kristen menolaknya, sebagai akibatnya ribuan orang Kristen mati martir. Mereka membasahi lapisan tanah Roma dengan darah mereka.  

Sekarang, saya ingin mengambil sedikit waktu untuk menjelaskan Imperium Roma pada masa itu. Di dalam abad pertama kekristenan, Imperium Roma bangkit menjadi sebuah bangsa yang besar dan mencapi puncaknya. Kekuasaannya tersebar luas hingga meliputi kepulauan Inggris, hingga bagian pusat Afrika, dari samudera Atlantik hingga sungai Efrat. Bagi peradaban dunia di masa kekristenan abad pertama, Roma adalah dunia. Mereka memiliki kekuasaan yang sangat luas. Dan pasukan Roma terdapat di mana-mana. Dan Roma terlihat sangat kuat dan memiliki garnisum di dalam setiap bagian imperium.

Imperium Roma dibangun atas dua hal: Penaklukan dan Perdagangan. Setelah memenangkan pemerintahan yang universal, dan menyatukannya dengan jalan-jalan militer, perdagangan berkembang di mana-mana. Di dalam Kitab Wahyu pasal delapan belas anda akan menemukan catatan dari barang-barang yang diperdagangkan di Imperium Roma ketika Kitab Wahyu ini ditulis. Beberapa dari barang-barang itu berasal dari Amerika Tengah. Beberapa di antaranya berasal dari Asia Timur Jauh. Bebrapa diantara dari Arab, dari tanah Danube, dari Gaul, dari kepulauan Inggris, dari Afrika Utara, dari segala tempat. Kekayaan bertumpuk dan itu merupakan sebuah hal yang mengherankan cara yang dilakukan  para bangsawan untuk menunjukkannya di dalam pertunjukan yang luar biasa. Sebagai contoh, Kaligula diberikan sebuah karangan bunga yang harganya lebih dari lima ratus ribu dolar. Seorang pahlawan memberikan sebuah karangan bunga di dalam penghormatan terhadap Nero dan karangan itu menghabiskan lebih dari seratus enam puluh ribu dolar, khusus untuk mawar saja. Nero memiliki sebuah istana emas, dan di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang penuh dengan rangkaian bunga. Dan para wanita tidak mau ketinggalan. Istri Kaligula, Kaisar Roma, memiliki satu set permata yang harganya lebih dari dua juta dolar. Dan Seneka, guru dari Nero—suatu kali Seneka menandai status  kekayaan wanita Roma, yang seringkali digantungkan di telinganya, dua atau tiga atau empat tingkatan. Kebanyakan pria yang anda lihat adalah para budak, kekayaan yang bergerak, dan mereka menunggu untuk melakukan pekerjaan di rumah-rumah yang berkelas mewah. Dan orang-orang miskin dibiarkan mati dan dijadikan mainan bagi orang Roma dan untuk ditonton dalam pertarungan gladiator.  Itu adalah kondisi Roma di abad pertama kekristenan, ketika Wahyu ini ditulis.  

Dan sekarang, bolehkah saya menutup khotbah ini dengan sebuah perkataan, mengapa iman orang-orang Kristen dianiaya? Yang pertama, agama Kristen adalah agama yang sangat berkembang dan bersifat misionaris. Agama Kristen disebarkan memiliki misi. Selama iman Kristen muncul sebagai sebuah sekte Yahudi, maka agama itu tidak akan diganggu dan tidak memiliki ancaman. Karena agama Yahudi adalah sebuah agama resmi pada masa Imperium Roma. Di mana saja pasukan Roma menaklukkan sebuah propinsi maka mereka segera melegalkan agama propinsi itu. Dan mereka meletakkan agama dan dewa mereka dalam Pantheon. Jika anda pernah ke Roma, bangunan yang terawat dengan sempurna dan antik adalah Pantheon Roma. Dibangun oleh Agripa I pada masa kekuasaan Julius Kaisar, Pantheon adalah sebuah bangunan yang sangat besar.  Langit-langit dari bangunan itu, saya telah melihat salinannya di seluruh dunia, sebuah arsitektur yang sangat indah. Pantheon—semua dewa,  pantheos—Pantheon dibangun oleh Roma untuk memasukkan seluruh agama-agama propinsi. Ketika mereka menaklukkan sebuah propinsi, mereka akan membawa dewanya ke dalam Pantheon dan semua dewa itu disembah. Tetapi ketika iman Kristen diberitakan, orang-orang Kristen menolak untuk dimasukkan ke dalam Pantheon. Kekristenan bersifat eksklusif dan terpisah.

Alasan yang kedua, mengapa iman Kristen dianiaya: karena mereka menolak untuk menyembah dalam pemberhalaan. Anda lihat, kehidupan sosial, ekonomi dan politik dari Imperium Roma dibangun di sekitar perdagangan dan serikat kerja dan klub-klub serta organisasi-organisasi. Setiap orang menjadi bagian mereka. Dan pelindung dari  serikat kerja dan perdagangan itu dan organisasi sosial itu adalam dewa-dewa dan dewi-dewi. Dan orang Kristen menolak untuk bergabung ke dalam salah satu organisasi penyembah berhala. Dan mereka menolak untuk menempatkan dewa-dewa dalam rumah mereka. Dan mereka menolak untuk menempatkan dewa dalam kereta mereka. dan mereka menolak untuk memiliki dewa di halaman mereka. Dan mereka menolak untuk bersujud di hadapan ratu sorga dan pelindung-pelindung Roma. Dan setiap kali mereka melihat  agama sebagai alat pemerintah untuk memanipulasi dan sumber kekuasaan dan membuat hubungan negara dengan agama sebagai otoritas yang tertinggi dan hal itu adalah sebuah penghinaan bagi orang Kristen. Bagi orang-orang Kristen, hanya ada satu Tuhan dan Allah  dan Dia yang berhak menerima penyembahan dan ketaatan dari seluruh manusia, dan namanya adalah Yesus Kristus. Tetapi bagi orang Roma, ada banyak dewa, ada banyak orang-orang kudus dan ada banyak berhala. Dan mereka memerintahkan orang Kristen untuk bersujud dan mencium tangan kaisar dan menyembah patungnya. Dan orang-orang Kristen menolak untuk melakukan hal itu.  

Sir Edward Gibbon, menulis sejarah Roma dengan sangat ilmiah, dan karyanya itu berjudul The Decline and Fall of the Roman Empire.  Gibbon memiliki sebuah kalimat di dalam tulisannya itu dan kalimat itu sangat brilian dan sungguh nyata. Gibbon berkata, “Pada masa Imperium Roma, agama bagi seluruh rakyat memiliki kesetaraan yang sama dan kegunaan yang sama. Bagi filsafat seluruh agama itu adalah salah. Dan bagi orang-orang politik, semua agama itu sama dan berguna.” Dan orang Kristen menolak untuk menjadi alat bagi pemerintahan atau politik atau suatu partai. Mereka berdiri terpisah dan menolak untuk bersujud. Konsekuensinya, bukanlah merupakan sebuah kesalahan untuk menyebut mereka sebagai orang ateis yang menolak berhala-berhala dan menolak untuk bersujud dan menolak untuk menyembah patung dan berhala-berhala dan kuil-kuil dimana berhala-berhala itu ditempatkan. Tidak menjadi masalah, berhala apa sajakah  yang anda panggil atau sesuatu yang mewakilinya, dan jika  anda menyembahnya maka itu adalah sebuah pemberhalaan. Dan Allah telah berkata, “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun. Jangan sujud menyembah kepadanya.” Dan orang Kristen menolak untuk bersujud. Dan kemudian, bukanlah sebuah kejahatan  besar untuk untuk melakukan apa pun terhadap orang-orang ateis ini, yang menolak untuk menyembah berhala. Jika ada badai atau gempa bumi maka orang-orang Kristen akan dikorbankan kepada dewa-dewa. Jika ada kekeringan dan hujan tidak turun maka orang-orang Kristen akan dikorbankan kepada dewa-dewa. Jika ada tentara yang mengalami kekalahan maka orang-orang Kristen akan dikorbankan keoada dewa-dewa. Jika sungai Tiber mengalami banjir maka orang-orang Kristen akan dikorbankan. “Campakkanlah orang-orang Kristen ke singa-singa yang lapar,” demikianlah kata mereka. “Dan kepada tiang-tiang pembakaran dan menjadi martir, serta mati.” Itulah kondisi yang terjadi ketika Wahyu ini ditulis.

Mengapa mereka menganiaya orang-orang Kristen? Mereka berkata bahwa orang-orang Kristen adalah Kanibal. Mereka bertemu dalam tempat-tempat yang gelap dan rahasia. Dan mereka makan daging serta minum darah. Mereka berkata, “Aku mendengar orang-orang Kristen berkata demikian.” Dan merka berada di katakombe, dan mereka berada di tempat yang gelap dalam sebuah pertemuan rahasia, makan daging dan minum darah. “Inilah tubuhKu, minumlah sebagai peringatan akan Aku. Inilah darahKu, minumlah sebagai peringatan akan Aku.” Dan orang-orang Kristen adalah kanibal, kata orang-orang Roma.

Mengapa orang-orang Kristen dianiaya? Karena mereka datang ke dalam sebuah konflik yang bertentangan  dengan penjual dan pedagang berhala serta pembuat souvenir patung-patung berhala. Para pedagang itu menguasai seluruh daerah Imperium Roma dan membuat mereka hidup dengan penjualan patung-patung pelindung Roma dan berhala-berhala kecil. Orang-orang Roma menempatkan berhala di kereta-kereta mereka. Mereka memakainya sebagai kalung di leher mereka dan gelang di tangan mereka. Dan mereka menempatkannya dalam kuil-kuil mereka. Dan mereka mebuat serikat dagang dalam penjualan patung-patung berhala. Dan ketika orang-orang Kristen menolak untuk berkompromi, para serikat dagang berhala itu membenci mereka dan berusaha membunuh, mereka. Dan orang-orang Kristen adalah masyarakt yang miskin, yang terbuang, dan para budak, dan orang-orang yang berkedudukan tinggi dan masyarakat kelas atas memandang rendah atas mereka. Mengapakah orang-orang Kristen dianiaya?

Dan alasan yang terakhir adalah karena mereka menolak untuk menerima agama negara, dan menyembah kaisar. Dan karena mereka menolak untuk menyembah kaisar maka mereka dipandang sebagai pemberontak, memberontak terhadap negara, memberontak terhadap pemerintah dan memberontak terhadap kaisar. Dan mereka memiliki sebuah ujian kecil bagi orang-orang Kristen. Orang Kristen akan dibawa ke hadapan hakim dan berkata, “Apakah engkau berkata Kuriae Caesar, ataukah kamu berkata Kuriae Jesus?  Arti dari kata itu adalah “Kaisar adalah Tuhan” atau “Kristus adalah Tuhan?” Hal iu sangat sederhana. Jika seseorang dibawa ke hadapan hakim dan berkata: Kuriae Caesar, “Kaisar adalah Tuhan,” maka dia akan dilepaskan dan dibebaskan. Tetapi jika dia berkata, Kuriae Jesus, ”Yesus adalah Tuhan,” darahnya akan ditumpahkan atau dia akan dibakar di tiang api, atau menjadi makanan singa atau dibuang hingga menderita kelaparan dan mati.

Pada tahun 155 A.D., gembala dari jemaat Smirna, kepada jemaat yang menjadi tujuan dari salah satu surat Wahyu, adalah seseorang yang sudah tua, dan gembala itu adalah Polikarpust. Polikarpus adalah gembala di jemaat Smirna ketika Kitab Wahyu ini ditulis. Dan Polikarpus dibawa ke hadapan hakim sebagai seorang Kristen. Dan dia diberikan pilihan: Kuriae Caesar, Kuriae Jesus.  Dan Polikarpus menjawab, “Delapan puluh enam tahun aku sudah melayani Dia, dan Dia tidak pernah membuat kesalahan kepadaku. Akankah sekarang aku akan menyangkal Tuhanku yang sudah menyelamatkanku?  Kuriae Jesus.  Dan mereka membakar Polikarpus di tiang pembakaran, gembala dari jemaat Smirna.

 

Anak Allah maju untuk berperang.

Untuk memperoleh sebuah mahkota kerajaan

Panji  darahNya yang merah mengalir jauh

Siapakah yang ikut dalam keretaNya?

 

Pasukan kehormatan, orang-orang dewasa dan anak-anak muda

Ibu-ibu muda dan anak-anak gadis

Bersukacita di sekeliling takhta Juruselamat,

Dalam pakaian tempur yang terang.


Mereka mendaki langkah yang mendaki sorga

Melewati bahaya, kerja keras dan rasa sakit;

O Allah, semoga anugerah diberikan kepada kami

Untuk mengikuti kereta mereka.

 [Reginald Heber, “Anak Allah Maju Untuk Berperang”]

 

“Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” (Wahyu 1:9).

Kita memiliki empat orang anak kecil yang datang dalam ibadah pukul 8:15, untuk mengakui Yesus sebagai Juru Selamat mereka. Dan saya bertanya kepada salah satu anak yang berdiri di depan di samping saya, saya berkata, “Nak, jika besok mereka akan memasukkanmu ke dalam kandang singa karena engkau adalah orang Kristen, atau jika besok mereka akan membakarmu dalam tiang pembakaran karena engkau adalah orang Kristen, maukah engkau tetapi mengakui Yesus sebagai Juruselamatmu, sebagaimana engkau mengakuinya pada waktu yang kudus ini?” Dan anak kecil itu menjawab, dengan mata yang berbinar, melihat ke dalam jiwa saya dan berkata, “Ya, saya akan tetap mengakuinya.” Itulah artinya menjadi orang Kristen, siap untuk menumpahkan darah dan menderita dan siap untuk dianiaya hingga mati. Seperti yang disebutkan oleh Martin Luther, “Di sini aku berdiri, jadi tolonglah Aku Allah, aku tidak dapat melakukan hal yang lain.” Hidup kita dan takdir kita, jiwa kita dan masa depan kita, dimahkotai dengan iman kepada Kristus. Tuntunlah kami, O Raja yang kekal, kami adalah umatMu dan akan mengikut Allah selamanya.

Dan itu adalah seruan yang kami buat ke dalam jiwa anda di pagi hari ini. Seseorang yang ingin mempercayakan hidupnya dan jiwanya serta takdirnya kepada Tuhan. Maukah anda datang dan berdiri di dekat saya? Seseorang yang ingin meletakkan hidupnya ke dalam persekutuan jemaat ini. Maukan anda datang dan memberikan tangan anda kepada pendeta? Katakanlah, “Pagi ini, saya memberikan jiwa saya dan hidup saya kepada Yesus.” Atau, “Pagi ini. Saya akan bergabung ke dalam persekutuan jemaat yang penuh kasih ini.” Bagi anda yang berada di atas balkon, atau seseorang dari anda yang berada di lantai bawah, turunlah melalui salah satu tangga itu atau berjalanlah melalui salah satu lorong bangku ini dan maju ke depan. Katakanlah, “Pendeta, saya datang, dan di sini saya berdiri dan mengulurkan tangan ini kepada anda. Saya menyerahkan hati saya kepada Allah.” Maukah anda melakukannya sekarang?  Pada bait yang pertama dan baris pertama saat kita menyanyikan lagu permohonan kita, turunlah melalui salah satu tangga itu dan telusurilah salah satu lorong itu dan maju ke depan. Maukah anda melakukannya sekarang, saat kita berdiri dan menyanyikan lagu. 

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.