TUHAN KITA YANG HIDUP
(OUR LIVING LORD)
Dr. W. A. Criswell
04-30-61
Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang mendengarkan siaran radio, anda sedang bergabung dengan ibadah dari Gereja First Baptist Dallas. Ini adalah pendeta yang sedang menyampaikan khotbah pada pukul tujuh pagi, khotbah yang berjudul: Tuhan Kita yang Hidup. Mari kita membuka Alkitab kita di dalam kitab yang terakhir. Kita akan melihat dari Kitab Wahyu pasal satu dan kita akan membaca konteks dari khotbah kita—khotbah kita hari ini adalah sebuah eksposisi dari ayat 17 dan 18—dan ini adalah ayat yang akan menjadi konteks dari khotbah kita, Wahyu 1:9:
Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus.
Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, katanya: "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia."
Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas.
Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas.
Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mata-Nya bagaikan nyala api.
Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah.
Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik.
Ketika aku melihat Dia, Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya.
Dan itu akan menjadi khotbah pada pagi hari ini. Dan kemudian pada Minggu berikutnya, khotbah kita merupakan kesimpulan dari gambaran tentang Tuhan kita: “Dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.” Jadi teks kita pada pagi hari ini adalah: “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati.” Itu adalah sebuah ekspresi yang kuat: “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya, hōs nĕkrŏs (sama seperti orang yang mati).” Dia tidak dapat melihat cahaya kemuliaan itu: wajah Tuhan yang bersinar-sinar seperti matahari yang terik, membutakan matanya. Dia tidak dapat mendengar: suara yang bagaikan desau air bah telah membuat tuli jiwanya. Dia kehilangan kesadarannya: dia menjadi tidak bernyawa, diselimuti dan dikuasai oleh penglihatan Keilahian dari diriNya sendiri.
Ini adalah sebuah hal yang aneh dan luar biasa. Anda mungkin akan berpikir bahwa Yohanes akan masuk dalam perasaan yang penuh sukacita dan kebahagiaan yang sukar untuk dilukiskan ketika dia melihat Tuhannya. Ibu mereka bersaudara. Pada masa Dia hidup dalam daging, mereka adalah sepupu. Yohanes adalah murid yang pertama, sejak dari awal dia telah ikut dalam pelayanan Tuhan. Dia memiliki kemurahan yang hidup untuk ikut kedalam pelayanan Juruselamat. Pada Perjamuan Tuhan, dia meletakkan kepalaNya Dia di bahu Tuhan kita. Dan saat penyaliban Tuhan dia melihat darah dan air sebagai sebuah sumber yang mengalir keluar dari hati Tuhan kita. Kedalam pemeliharaannyalah Tuhan menyerahkan ibuNya. Dan sejak saat itu, dia membawa Maria ke rumahnya dan Maria tinggal di rumah Yohanes.
Di dalam seluruh kehidupan Tuhan kita dan Yohanes di dunia ini, mereka sama seperti guru dan murid yang dikasihi. Bukankah anda akan berpikir bahwa ketika Yohanes melihat Tuhan di Pulau Patmos yang sepi dan berbatu itu, kebahagiaan dan sukacita akan melimpahi jiwanya? Akan tetapi yang terjadi justru kebalikannnya.
Ketika Tuhan kita berkata kepadanya, Tuhan berkata, “Jangan takut.” Yohanes tersungkur di hadapan Kristus, gemetar dan menggigil dan dalam ketakutan yang besar—hidup telah menghilang darinya, dan dia tersungkur dengan tidak berdaya di bawah kaki Tuhan sama seperti orang mati. Ada dua alasan untuk hal itu; alasan yang pertama bahwa Yohanes sedang melihat keilahian yang tidak terselubung dan yang tidak ditutupi. Di dalam kehidupan Tuhan pada saat Dia berada di dalam daging, keallahanNya, kemuliaan sorgawiNya dan keagunganNya dan kehebatanNya ditutupi, dan diselubungi oleh tubuh kemanusiaanNya. Hanya sekali waktu kemuliaan Tuhan akan bersinar, sama seperti pada saat Dia berada di Gunung Transfigurai. Akan tetapi diluar hal-hal yang sedikit itu, dan kesempatan itu serta cahaya lembut yang bersinar dari kedaginganNya, Tuhan kita sangat sederhana—dalam bentuk seorang hamba, Dia melayani. Dia mengosongkan diriNya dan membuat diriNya tanpa reputasi. Jadi ketika Yohanes melihat Dia pada masa Dia hidup dan diam dinatara manusia, dia melihat sebuah kemuliaan yang terselubung, seorang hamba yang merendahkan diriNya.
Tetapi di Pulat Patmos ini, dia melihat Yang Lanjut Usia. WajahNya bersinar-sinar seperti matahari terik. Dia melihat Hakim dari seluruh bumi: yang mataNya bagaikan nyala api. Dia melihat keilaihan yang terbuka, yang tidak terselubung.
Dan jika dia melihat Allah, hal itu cukup berat bahkan bagi Yohanes, dan dia tersungkur di depan kakiNya sama seperti orang yang mati. Yohanes melihat melihat takhta Allah seperti permata yaspis. Dia melihat pelangi yang gilang gemilang bagaikan zamrud dan tidak gemetar, dia melihat tujuh obor dan ketujuh Roh Allah, yang menunjukkan kepenuhan Roh Allah, yang menyala-nyala di hadapan takhta Allah. Ketika dia melihat lautan kristal yang terbakar seperti api, dia melihatnya dengan penuh sukacita dan kebahagiaan. Dia bahkan melihat melalui pintu sorga dan memandang melalui pintu neraka ke dalam jurang maut. Dia melakukannya tanpa gemetar dan gentar serta takut. Akan tetapi ketika dia melihat atas keagungan dan kebesaran serta kemuliaan dari Allah sendiri, dia sama seperti orang yang mati dan tersungkur di depan kakiNya.
Alasan yang kedua, mengapa Yohanes takut: karena seorang manusia, bahkan Yohanes, bukanlah apa-apa. Di dalam kelemahan dan di dalam kesalahan dan di dalam kekurangan dan ketiadaan, dia tersungkur di hadapan Allah dengan hidup yang keluar darinya. Bagaimana seekor serangga dapat hidup di dalam matahari yang terbakar? Bagaimanakah mata seorang manusia yang fana dan berdosa dapat memandang cahaya kemuliaan? Bagaimana mungkin seseorang yang penuh kekurangan, dan kebodohan serta tidak berarti melihat yang mahahadir dan mahakuasa?
Perasaan takut dan hormat ini juga meliputi Daniel ketika di sungai Ulai dia melihat kemuliaan Tuhan. Dan Daniel berkata, “Maka aku lelah dan jatuh sakit beberapa hari lamanya.” Itu dalah hal yang sama yang menyelimuti Yesaya ketika dia melihat Tuhan di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan berseru: “Celakah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir” Itu adalah hal yang sama yang menyekimuti Ayub ketika dia berkata, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri yang memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku.” Hal yang sama datang kepada umat Israel. Mereka melihat Allah turun dalam nyala api dan suaranya bagaikan guruh. Dan anak-anak Israel berseru kepada Musa: “Biarlah Allah berbicara kepadamu dan engkau beritahukanlah apa yang difirmankan Allah. Tetapi janganlah kami mendengar suara Allah atau melihat Allah, karena kami akan mati.”
Ketidakseimbangan yang besar antara manusia yang fana dan Allah sangatlah besar sekali. Dan di dalam ketakjuban dan sikap hormat dan penuh ketakutan, Yohanes tersungkur di kakiNya sama seperti orang yang mati. Itu adalah alasan yang mengapa saya tidak menyukai kebiasaan di dalam doa atau pertobatan yang dihubungkan kepada Tuhan kita Yesus yang sangat bersifat subjektif. Dan alasan mengapa saya tidak menyukai beberapa lagu dan pujian yang mereka nyanyikan. Pujian yang merendahkan kemulian Allah, seakan-akan Allah itu adalah rekan yang setara dengan mereka. Mereka berbicara tentang keakraban kepada Allah seakan Dia adalah, “teman baik,” dan “sahabat yang setara.” Bertepuk tangan, sama seperti kita tertawa bersama-sama atau berbicara bersama-sama atau bersenda gurau bersama-sama. Tidak. Tidak. Dan ribuan kali saya akan berkata tidak. Tempat dari seorang manusia yang dibuat dari debu tanah berada di dalam sikap hormat dan takjub di hadapan Allah Yang Mahabesar dan Juruselamat kita. Seperti yang dikatakan oleh Abraham: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.”
Penghormataan yang dalam dari manusia di hadapan Allah: “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya, hōs nĕkrŏs (sama seperti orang yang mati).” Kemudian muncullah keanggunan yang luar biasa dari bagian yang lembut ini: “Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut!”
“Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku…..” Betapa kontrasnya hal itu. Allah yang hebat, yang wajahNya “bersinar-sinar sama seperti matahari terik” dan kemuliaan dari pribadiNya yang melampaui dari apa yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan tetap hidup; dan Yohanes di dalam sikap hormat yang dalam dan takjub, jatuh tersungkur di depan kakiNya sama seperti orang yang mati—dan kemudian, kelembutan dan keintiman, serta gerak yang ramah jatuh ke atasnya: “Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku….” Dan suara yang mulia: “Jangan takut.”
Seperti apakah Tuhan yang dikenal oleh Yohanes di Galilea dan Yudea: “Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku,”—sikap dari Juruselamat kita. apakanh anda pernah memperhatikannya ketika anda membaca kehidupan Tuhan kita, Dia menjamah orang-orang yang membutuhkan? Jika ada orang buta yang butuh untuk dicelikkan, Dia menjamah mata orang buta itu. Jika ada telinga tuli yang butuh untuk disembuhkan, Dia meletakkan tanganNya di telinga orang yang tuli. Jika itu adalah anak kecil yang diberkati, Dia akan memeluk anak kecil itu dan menjamah anak kecil itu serta memberkatinya.
Saya tidak tahu sebuah contoh yang paling berkesan selain dari pada peristiwa yang dicatat dalam Injil Matius pasal delapan. Alkitab berkata bahwa Dia dikerumuni oleh orang banyak. Dan datanglah seorang yang berpenyakit kusta. Bagaimanakah dia dapat datang kepada Yesus? Jawabannya sangat jelas. Kemana saja orang kusta itu pergi maka akan ada sebuah lingkaran terbuka di sekitarnya dan orang-orang akan menghindar dan menjauh darinya.
Berdasarkan hukum Musa, orang yang sakit kusta harus menutupi wajahnya, menutupi mulutnya dan berseru ke mana pun dia pergi, “Najis, najis, najis.” Dan ketika orang-orang mendengar teriakan itu dan melihat orang yang menjijikkan dan berpakaian kumal itu, mereka akan menghindar. Dia akan selalu berjalan dalam sebuah lingkaran terbuka karena orang-orang menghindari orang yang menjijikkan itu. Akan tetapi tidak demikian dengan Tuhan. Dia hanya berdiri di sana, dan orang yang sakit kusta itu datang kepadaNya.
Dan Alkitab berkata: Lalu Yesus mengulurkan tanganNya dan menjamah orang itu, dan berkata: “Aku mau jadilah engkau tahir.” Itu adalah setengah penyembuhan. Dia telah lupa bagaimana rasanya, hangatnya sentuhan tangan seorang manusia.
Itu adalah Tuhan yang sama, Tuan yang sama dan Tuhan yang sama. Dia tidak berubah. Kemuliaan yang tampak, pakaian yang dikenakanNya: Tuhan yang telah dibangkitkan, yang kekal, yang kemuliaanNya melampaui cahaya matahari yang terik; tetapi Dia tidak kehilangan identitasNya. Dia adalah Tuhan yang sama. Dia tetap memiliki sifat yang sama.
“Tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku:” Tangan yang pemurah dan memberkati, memberi kekuataan pada saat yang dibutuhkan, menolong yang lemah, menghiburkan orang yang berduka, menguatkan orang yang lumpuh dan pincang.
“Tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku:” Itu adalah Tuhan yang sana. Dia tidak berubah. Hatinya yang berada di bawah dada yang berlilitkan ikat pinggang dari emas adalah hati yang sama yang tergerak oleh belas kasihan ketika Dia melihat orang banyak seperti domba yang telah tersesat. Tangan yang memegang ketujuh bintang adalah tangan yang sama yang memiliki bekas paku yang diulurkan untuk mengundan dan memberikan simpati kepada Tomas yang ragu. Dan mulut yang memerintah besi yang mengeluarkan sebilah pedang tajam bermata dua adalah mulut yang sama yang menyampaikan undangan yang mulia: “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan yang berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Dan kaki yang yang mengkilap bagaikan tembaga yang membara di dalam perapian adalah kaki yang sama yang berjalan di antara manusia yang lemah dan ditempatkan di sana untuk memberi kelegaan. Dia tidak berubah. Itu adalah Tuhan yang sama. Di dalam seluruh kemuliaan dan keagunganNya, Dia adalah Yesus yang sama.
“Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut!” Itulah sebabnya mengapa tipe dan contoh yang indah di Perjanjian Lama sangat berharga bagi kita yang mengasihi Yesus. Yusuf—sebuah tipe dari Tuhan kita—ditinggikan oleh Firaun sendiri, dan saudara-saudaranya bersujud di hadapannya, mengemis makanan untuk dimakan, roti untuk hidup—dan hati Yusuf sangat tergerak, dan dia memalingkan wajahnya dan membiarkan saudara-saudaranya melihatnya. Dia tidak berubah! Dia tidak berubah sekalipun dia duduk di atas takhta kemuliaan dan kebesarannya. Dia tetap saudara mereka—Yusuf dan saudara-saudaranya. Itu adalah sebuah tipe yang indah dari Tuhan kita dengan seluruh kebesaranNya dan seluruh kemuliaanNya, Dia tetap Juruselamat kita—Tuhan Yesus yang penuh kelembutan dan melindungi dan penuh simpati serta penuh kasih.
“Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut!” Dan kemudian Dia berbicara kepada kelemahan kita yang menyedihkan: “Jangan takut.” Mengapa? Betapapun merananya kita jika kita berada di kaki Yesus, adalah lebih baik sekalipun sama seperti orang yang mati, dari pada hidup di tempat mana pun. Apapun masalah dan penderitaan serta sakit hati yang kita alami, jika kita berada di bawah kaki Yesus, maka semua akan baik-baik saja.
“Tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut!” Bukankah Dia selalu seperti itu, penuh keramahan dan kelemah lembutan? Dia tidak akan berteriak dan orang tidak akan mendengar suaranya di jalan-jalan suara yang gelisah. Tidak! Tidak! “Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskanNya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya. Itu adalah suara Tuhan kita yang kita dengar di Yesaya: “Dan Dia akan mengumpulkan domba-domba di tanganNya dan membawanya di pangkuanNya, dan dengan lembut menuntunnya dengan orang-orang muda.” Itu adalah suara Tuhan kita di dalam Mazmur 103: “Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat bahwa kita ini debu.”
Tuhan kita mengerti bahwa kita ini bukanlah manusia besi, atau kita bukanlah dewa, kita dipenuhi dengan kekurangan, dan setiap kelemahan menjadi warisan kita. Dan itu adalah suara Tuhan kita di Mazmur dua puluh tiga: “Dia menyegarkan jiwaku.” “Jangan takut.” “Jangan takut.”
Kemudian anda memiliki gambaran yang luar biasa dari Tuhan kita berkenaan dengan diriNya sendiri. Mungkinkah kita mengenal siapakah Yesus ketika Dia berbicara tentang diriNya sendiri dari sorga? Kemudian, dengarkanlah gambaran dari Tuhan kita:
Yang pertama, “Akulah yang awal dan yang akhir.”
Yang kedua, “Akulah yang hidup.”
Yang ketiga, “Aku telah mati.”
Yang keempat, “Lihatlah, Aku hidup sampai selama-lamanya, Amin.”
Yang kelima (yang akan menjadi khotbah Minggu depan), “Dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.”
Ketika Dia menggambarkan diriNya sendiri: “Akulah yang awal dan yang akhir.” Tidak sseorang pun dapat memiliki gambaran itu kecuali Allah. Itu adalah kata-kata yang menjelaskan sifat keilahian. Hanya Allahlah yang menjadi permulaan dan hanya Allah yang menjadi yang terakhir. Tiga kali Dia menyampaikan hal itu di dalam pasal yang singkat ini. Di dalam teks ini: “Akulah yang awal dan yang akhir,” di ayat sebelas: “Akulah Alpha dan Omega, yang awal dan yang akhir,” dan di ayat delapan: “Akulah alpha dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa ( pantŏkratōr), yang utama dari segala sesuatu.”
Tiga kali Allah menyatakan hal itu tentang diriNya sendiri: “Akulah yang awal.” hanya Allah yang dapat menjadi yang awal. Hal itu berbicara tentang preeksistensi Juruselamat, Tuhan kita—kembali dan kembali dan kedalam kekekalan yang abadi, di sana ada Tuhan kita yang hidup. “Akulah yang awal.”
Pernahkah anda mencatat bagaimana di dalam Perjanjian Baru mereka menggambarkan Kristus di dalam kepribadianNya dan di dalam karyaNya serta pelayananNya kembali ke kebelakang, jauh ke masa lampau? “Sungguh Aku datang, (dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku,), untuk melakukan kehendakMu, Ya AllahKu.” Dan “Tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiKu.” Preeksistensi Kristus: “Sebuah tubuh telah disediakan bagi Dia.” Dia hidup di kekekalan zaman sebelum dunia ini diciptakan sebagaimana penulis kitab ini kembali menggambarkanNya pada masa lampau.
Yohanes Pembaptis berkata: “Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku.” Preeksistensi Kristus: “Akulah yang awal…” Di dalam Injil Yohanes pasal dua belas, Yohanes menggambarkan penglihatan Yesaya ketika dia melihat Yehova di tempat yang tinggi dan menjulang dan Yohanes berkata bahwa Yesaya melihat Kristus, kemuliaan Tuhan kita di tempat yang tinggi dan menjulang.
Di dalam 1 Petrus pasal tiga, rasul itu berkata bahwa Nuh memberitakan Kristus, kepada orang-orang yang hidup pada masa air bah. Di dalam 1 Korintus pasal sepuluh, Paulus berkata bahwa batu karang yang mengeluarkan air untuk minum di padang gurun adalah Kristus. Dan dia berkata: “Janganlah kita mencobai Kristus, supaya kita tidak dihancurkan oleh ular.” Dan ketika Yohanes mulia menulis injilnya, dia menulis: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”
Preeksistensi Tuhan: “Akulah yang awal dan Akulah yang akhir.” Dia adalah imam dan raja menurut aturan Melkisedekh yang dijelaskan dalam Ibrani pasal tujuh yang tidak memiliki awal dan akhir. Dan dia memegang takhtaNya dan KeimamatanNya dengan kuasa pelayanan yang tidak terbatas dan kehidupan yang tidak ada batasnya sampai selama-lamanya.
Ketika raja-raja dunia akan tertidur di dalam debu tanah dan kemuliaan kerajaan mereka telah berlalu, ketika seluruh harta yang berharga kembali ke elemen mereka yang paling dasar, dan ketika seluruh kehidupan dan monumen peradaban dunia lenyap sama seperti embun yang lenyap saat mentari pagi bersinar, Dia akan tetap sampai selama-lamanya. “Akulah yang awal dan yang akhir.”
Dan ho zōn , “Akulah yang hidup.” Semua kehidupan yang lain saling bergantung. Kita meminjam nafas kita. Kita diberikan ijin untuk hidup. Hidup kita adalah benang yang lemah yang dikendalikan oleh tangan Allah sepenuhnya. Kita hidup—kita mati. tetapi kehidupan Allah tidak bergantung pada apa pun. Tidak dipinjam. Tidak berdasarkan izin. Dia eksis di dalam diriNya sendiri, Kristus kita, ho zōne , yang hidup di dalam diriNya sendiri.
“Dan Aku telah mati…” egenomēn (Aku menjadi) mati. Di dalam Yohanes 1:14: “Firman itu telah menjadi …..(kata yang sama, egeneteo: “Firman itu telah menjadi manusia.”) Kata yang sama dengan Wahyu ini: “Yang hidup telah menjadi mati.” Itu merupakan sebuah kesadaran, penebusan sukarela bagi dosa-dosa umatNya—‘Dia telah mati.”
Ada dua sifat di dalam Kristus—satu pribadi. (Dua sifat dalam satu pribadi). Salah satu sifat itu adalah natur manusia, dan hidup dalam sebuah tubuh manusia, dan terbunuh. Dan ketika Dia menundukkan kepalaNya di atas salib, Dia menyerah kepada kematian dan Dia dibungkus dengan kafan serta dikuburkan di dalam tanah—Dia telah mati. Tetapi apakah anda memperhatikan bahwa kalimat itu merupakan bentuk kata kerja masa lampau: “…telah mati.” “Telah mati dan tidak lama.”
Kita tidak menyembah Kristus yang dipakukan di atas kayu salib; itu adalah sebuah penebusan; yang terjadi dalam satu hari yang lampau. Dan sekarang, Dia telah menang selamanya, bangkit dan dimuliakan; dan kita tidak harus menunduk di hadapan sebuah salib. Itu adalah sebuah tragedi yang dalam dan gelap di dalam penebusan yang telah Dia lakukan untuk dosa-dosa kita. Tetapi Dia tidak lagi mati; Dia tidak lagi berada di dalam kuburan; dan Dia tidak lagi disalibkan. Dia telah bangkit. Itu adalah sebuah penebusan.
Dan jika Dia masih tetap tersalib; dan jika Dia masih mati; dan jika Dia masih tetap terkubur, itu merupakan penderitaan yang paling menderita bagi kita yang percaya kepadaNya; tetapi hal itu telah berlalu; hal itu berada di waktu lampau. Dan kita mengingatnya dalam ucapan syukur, tetapi Tuhan kita tidak tetap mati. Dia hidup. Dan Dia telah bangkit!
Dan itu adalah pengakuanNya yang terakhir: “Namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya, Amin.” Anda tahu dalam menuliskan hal itu, anda tidak dapat membuat sebuah karangan. Idou (lihatlah), idou , zōn eimi eis tous aiōnas tōn aiōnōn . “Lihatlah, hidup sampai selama-lamanya—hingga masa ke masa.” Anda tidak dapat membuatnya lebih kuat dari itu: “Lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya, Amin.”
Jika hal itu benar, maka Yesus pasti berada di suatu tempat sekarang ini. Jika hal itu benar, maka Tuhan kita pasti hidup di suatu tempat sekarang ini. Bukti apa yang anda miliki bahwa Tuhan kita hidup?” Baiklah, kita akan melihat kesaksian dari orang-orang yang telah mati selama dua ribu tahun. Mengapa, jika Dia tetap hidup, mengapa kita memiliki bukti sekarang? Dia hidup sekarang. Dimanakah bukti sekarang?
Jika setiap warga negara Imperium Roma bahkan kaisar Roma sendiri dan para sejarahwan menulis catatan pada masa lalu, dan mereka semua berkata: “Kami telah melihat Tuhan setelah Dia disalibkan, bangkit dari kematian.” Itu bukan bukti yang penuh yang kita perlukan. Jika Dia hidup, dimanakah buktinya sekarang ini? Dimanakah Tuhan yang hidup sekarang ini, jika Dia hidup?
Itu adalah bukti yang kita butuhkan; minggu yang saya membaca tentang seorang pria yang dituduh membunuh orang lain. Dan ketika jaksa penuntuk mendakwa dia, dan berkata bahwa dia yang membunuh orang itu, orang yang diduga telah dibunuh itu berjalan ke ruang pengadilan. Saudara yang terkasih, bukankah hal itu telah membingungkan Hakim Claude William? Anda tidak dapat membayangkan, anda tidak dapat menggambarkan, anda tidak dapat memikirkan kebenaran yang paling pokok dari pada hal itu, karen orang yang teah diduga dibunuh berjalan ke ruangan itu dan berdiri di sana. Itu adalah jenis pembuktian yang sedang saya bicarakan.
Jika Dia hidup, jika Dia di sini, maka apakah bukti dari hal it? Tunjukkan kepada saya. Saudara, saya dapat melakukannya. Dengarkanlah. Teling emas adalah untuk mendengar dan Allah telah memberikan saya lidah perak untuk berbicara. “Lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya, Amin.” Maka, jika Dia hidup, maka harus ada sebuah bukti yang nyata, bukti yang terlihat dari kehadiran Tuhan kita yang hidup. Apakah itu? yang pertama adalah kesembuhan. Setelah Yesus mati, dan setelah Dia dikuburkan, dan setelah Dia bangkit dari kuburan; dan setelah Dia naik ke sorga. Simon Petrus dan rasul Yohanes, berada serambi Bait Allah berkata kepada seorang yang lumpuh: “Di dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, bangunlah dan berjalanlah.” Dan orang itu bangkit dan berjalan.
Dan setelah beberapa tahun berlalu, Rasul Paulus sedang memberitakan injil di Listra dan Paulus berkata kepada orang yang lumpuh sejak lahirnya: “Bangun dan berjalanlah. Dan di dalam nama Yesus Kristus, orang yang lumpuh itu berdiri dan berjalan.”
Dan beradab-abad kemudian sesudahnya, ada orang-orang yang berdiri di dalam setiap generasi dan di dalam setiap kumpulan jemaat dan di dalam setiap kota dan di dalam setiap desa berkata, “Dia telah menyembuhkan tubuhKu. Dia telah menjamahku dan aku hidup.”
Saya tidak percaya kepada penyembuh ilahi, tetapi saya percaya kepada kesembuhan ilahi. Saya telah berbicara dengan salah satu orang kudus yang berada di gereja kita ini. Dia telah sekarat dan hampir mati; dan Kristus telah menyembuhkannnya, dan dia mengunjungi ibadah pada pukul 8:15, kebaktian awal pada hari Tuhan.
Jika saya diminta untuk untuk memberikan kesaksian dan meminta kesaksian anda, maka kita semua di hadapan ilahi pada waktu yang kudus ini akan berdiri dan bersaksi: “Aku teah sakit dan hampir mati, dan Tuhan telah menjamah tubuhku, dan menyembuhkanku, dan memberikanku hidup dan kekuatan serta kesembuhan.” Kita telah berada di sini dalam waktu yang lama dan selama bertahun-tahun telah mendengar dan menghitung umat Allah yang memberikan kesaksian: “Dan Tuhan yang hidup telah mengulurkan tanganNya dan memberikan pelayanan bagiku.”
Hidup pada hari ini: Menyembuhkan dan berdoa…mengapa anda tidak mencoba sebuah pengalaman; anda dapat melakukannya sewaktu-waktu; anda dapat melakukannya sekarang jika anda mau. Jika ada seseorang yang ingin menjadi sukarelawan pada hari ini, mari dan majulah ke depan dan berdoalah kepada Lincoln—mengapa, cobalah. Mari kita lihat….Atau berdoalah kepada Washington, atau berdoa kepada Charlemagne, atau berdoalah kepada seseorang yang telah melintasi sejarah manusia. Berdoa untuk mereka! Itu adalah kebodohan itu sendiri, itu akan menjadi hal yang menggelikan. Tetapi berapa banyak yang akan berdiri dan bersaksi pada hari ini: “Di dalam rasa sakit dan penderitaan saya, saya berlutut dan berseru kepada Tuhan Yesus serta berkata, ‘Tuhan Yesus, tolonglah saya.”’ Dan pada hari ini, kita mengangkat wajah kita, berharap kepada jawaban yang mulia dari Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Saudara yang terkasih, tidak ada manusia yang sama seperti Dia di dunia ini. Dan dimana saja injilNya diberitakan, di sana anda akan menemukan berkat dari doa yang disampaikan kepadaNya dan akan tercurah ke dalam hati dan kehidupan umat manusia.
Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.