SETIA SAMPAI MATI

(FAITHFUL UNTO DEATH)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Wahyu 2:20

01-16-83

 

Kami mengucapkan selamat datang bagi anda semua yang sedang bergabung di dalam  ibadah dari  Gereja First Baptist Dallas. Saya adalah Pendeta yang sedang menyampaikan khotbah yang berjudul, Setia Sampai Mati. Ini adalah sebuah khotbah dalam seri doktrin-doktrin utama dalam Alkitab. Dan juga merupakan sebuah bagian, dari seri khotbah yang terdiri atas lima khotbah, pesan yang ditujukan  bagi kita yang merupakan orang-orang Kristen. Setiap khotbah akan membahas tentang kehidupan orang-orang Kristen di dunia ini. Teks khotbah akan diambil teks yang menjadi pesan Tuhan kita kepada jemaat Smirna. Sebuah Kota yang besar dan luas yang pada hari ini disebut dengan Kota Ismar. Yang terletak di Laut Aegea. Kota itu terletak di Turki yang berada di pantai barat Asia Kecil. Kota itu merupakan sebuah kota yang sangat besar pada masa itu. Dan merupakan bagian dari salah satu ketujuh jemaat: Efesus, kemudian yang berada di bagian utaranya adalah kota Smirna. Jemaat itu disebut dengan jemaat martir. Ketujuh jemaat Asia memiliki beberapa peringatan dari Tuhan kita kecuali jemaat ini. Tidak ada suatu peringatan atau celaan tetapi hanya pujian dari Tuhan kepada jemaat di Smirna.

Dan di dalam Kitab Wahyu pasal dua ayat sepuluh, di dalam amanat Tuhan kita kepada jemaat itu, Dia berkata, “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10). Ada beberapa orang yang salah, yang menggunakan ayat itu dan berkata seperti ini: “Hendaklah engkau setia sampai ranjang kematianmu, dan jika engkau setia, engkau akan selamat.” Tidak ada sebuah pemikiran atau tidak ada sebuah pendekatan pemikiran seperti itu. Perkataan Tuhan kita adalah, “Setialah dan tetaplah benar bahwa jika harus membayarnya dengan hidupmu, dan Aku akan memberikan kamu sebuah mahkota—staphanos, “mahkota,” kata itu identik dengan kata “Stephen”—dan anda sudah membaca tentang dia dan kemartirannya. Kata  staphanos, Stephen, memiliki arti  “mahkota.”  Dan ketika Tuhan berkata, “Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan,” itu mungkin sebuah  mahkota, sebuah mahkota kerajaan. Atau hal itu dapat mengacu kepada sebuah kalung bunga, sebuah mahkota kemenangan. Akan tetapi sekalipun hal itu mengacu kepada sebuah mahkota atau karangan bunga, sekalipun itu adalah mahkota kerajaan atau mahkota kemenangan, Allah berkata jika kita setia dan benar hingga akhir, dia akan memberikan kita sebuah mahkota kehidupan. Dan hal itu memimpin saya kepada sebuah judul yang tepat dari khotbah pada hari ini—Tujuh Karakteristik Dari seorang Murid Tuhan Kita—tujuh tanda dari seorang Kristen yang benar.

Yang pertama adalah hal ini dan saya mengambil hal ini dari Alkitab, dari Perjanjian Baru; hal ini sangat jelas dan tegas; yang pertama adalah hal ini—kasih kita yang tertinggi bagi Yesus Tuhan kita. Lukas 14:25,26: “Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: ‘Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”’  Itu merupakan sebuah perkataan yang keras dan ekstrim. Tetapi apa yang Tuhan kita sebutkan adalah sehubungan dengan kasih kita kepadaNya, ketaatan kita yang paling tinggi kepadaNya—semua kasih yang lain kepada istri, anak, rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan dan kasih yang lain—jika dibandingkan dengan kasih kita kepada Kristus, semua itu merupakan sebagai  kebencian. 

Kasih kita yang tertinggi kepada Kristus. Nathan Hale masuk Universitas Yale sebagai seorang mahasiswa teologi yang belajar untuk menjadi seorang pengkhotbah. Tetapi pada tahun 1776, dia bergabung dengan Pasukan Revolusi. Jenderal Washington membutuhkan informasi sehubungan dengan tentara Inggris. Dan Nathan Hale secara sukarela bersedia untuk menjadi seorang mata-mata untuk membawa informasi yang dibutuhkan. Dia berpakaian sama seperti seorang guru Sekolah, dan dia memperoleh informasi. Tetapi dalam perjalanannya untuk menyampaikan laporan kepada Jenderal Washington, dia dikenali, ditangkap dan digantung di New York, yang hari ini menjadi Kota New York di Market Street dan East Broadway. Dan kapan saja anda melihat sebuah monument yang ditujukan kepada Natal Hale, anda akan menemukan tulisan yang merupakan kata-kata terakhir yang dia sampaikan, “Aku menyesal karena hanya memiliki satu nyawa untuk diberikan kepada negaraku.’ Itu adalah sebuah ketaatan yang patriotik yang kecil, sama seperti kita, di dalam kasih kita yang tertinggi kepada Kristus. Seandainya Allah memberikan kita seribu nyawa maka semuanya itu akan diberikan kepada Yesus.

Charles Wesley merupakan seorang pelayan Anglikan. Dan setelah dia mulai berkhotbah, setelah dia menjadi seorang pengkhotbah, dia memiliki pertobatan yang luar biasa. Bukankah hal itu sangat tidak biasa? Dan pada tahun dari pengalamannya yang luar biasa itu, dia menulis himne yang sangat luar biasa: 

Seribu lidah berpadu, Betapa riangku:

S’kalian nyanyi bagiMu, Raja Penyayangku

Ya Tuhan Maha Mulia, Tolonglah hambaMu

Memancarkan di dunia KemulianMu

 [Charles Wesley, “O for a Thousand Tongues”]

 

Ada sebuah hal yang luar biasa yang terjadi kepada seseorang yang meletakkan seluruh hidupnya kepada Yesus, mengasihi Tuhan kita di atas semua kasih yang lain. Dia menuntun anda kembali ke rumah anda, keluarga anda, istri anda, urusan anda, anak-anak anda, setiap mimpi dan visi yang ada di jiwa anda. Dia akan membalaskan kepada anda dengan berkat yang ganda; disucikan dan dikuduskan ketika saya menempatkan Yesus sebagai yang pertama di dalam hidup saya.

Karakteristik dan tanda yang kedua dari seorang Kristen yang setia, yaitu menyangkal diri. Matius 16:24-25: “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.”  Diri manusia, secara alami bertakhta di dalam hati. Selama saya mendengarkan dan berlutut di depan diri saya, hidup saya mengerut dan menjadi kecil. Tetapi jika saya  melepaskan takhta itu,  maka saya tidak akan lagi mengutamakan diri saya, dan jika saya membuat Tuhan bertakhta di dalam hidup saya, maka hidup saya akan penuh dengan berkata, akan menjadi berharga, yang memilki makna. Dan karakteristik serta tanda yang kedua dari seorang anak Allah yang benar  adalah melepaskan takhta dari diri sendiri di dalam hati saya dan membuat Kristus bertakhta di dalamnya. Dia adalah Raja atas hidup saya.

Kitab Ulangan pasal lima belas merupakan salah satu contoh parabolik dari ketaatan yang tidak biasa yang dapat anda bayangkan atau anda temukan di dalam seluruh literatur. Setiap tahun sabat, setiap tujuh tahun, budak-budak dalam rumah seorang Ibrani akan bebas. Jika ada seorang budak di dalam sebuah rumah, ketika masanya tiba yaitu pada tahun ketujuh maka budak itu akan bebas, dan jika dia sangat mengasihi tuannya dan nyonya rumah, maka mereka akan melakukan sebuah ritual yang sederhana. Tuan rumah itu akan mengambil sebuah jarum penusuk, sebuah alat untuk melubangi, dan menusuk telinga budak itu pada pintu. Sebuah tanda dan simbol bahwa budak itu akan melayani tuannya dengan penuh kasih sampai selama-lamanya. Dan gambaran dari simbol yang indah itu yang terdapat dalam Kitab Ulangan pasal lima belas juga merupakan sebuah simbol bagi kita semua. Kita diberikan pilihan, dengan kehendak kehendak kita sendiri, untuk menjadikan Tuhan kita sebagai Tuan sampai selama-lamanya. 

 

Tuanku menuntunku ke pintu

Menusuk telinga ini sekali lagi

IkatanMu dan kebebasan membiarkanku tetap tinggal

Bersama denganMu selamanya, untuk bekerja keras, dan taat

Kita adalah milikNya sampai selama-lamnya.

 

Karakteristik yang ketiga dari anak Kristus yang sejati yaitu kita adalah seseorang yang dengan sengaja memilih salib.  Matius 10:38: “ Barangsiapa yang tidak memikul salibnya dan mengikut aku, ia tidak layak bagiKu.” Dan Matius 16:24: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Salib adalah sebuah alat kematian. Itu adalah sebuah tempat yang di atasnya seseorang dihukum mati, sebuah salib. Saya tidak pernah mendengar sebuah pengeculian terhadap hal ini di dalam hidup saya, dan hal itu hal itu selalu salah, selalu tidak benar. Bagi kita, kita menggunakan ”salib” merujuk kepada suatu rintangan atau suatu penderitaan atau suatu kekecewaan—saya memiliki seorang anak yang nakal, seorang anak yang suka rebut, dan itu adalah sebuah salib yang harus saya pikul. Atau saya memiliki suatu penyakit fisik; dan itu adalah sebuah salib yang harus dipikul. Atau saya memiliki sebuah frustasi atau kekecewaan di dalam hidup saya—itu adalah salib saya. Akan tetapi ide itu sama sekali tidak ada di dalam Alkitab. Di dalam Alkitab, sebuah salib adalah sebuah tempat untuk mati. Itu adalah sebuah alat eksekusi. Dan ketika saya diundang untuk memikul salib saya, saya diundang untuk mati terhadap diri saya sehingga saya dapat mengasihi Tuhan. 

Sekarang, bolehkan saya memberikan sebuah contoh yang nyata di dalam Firman Allah? Ketika Tuhan kita berada dalam perjalananNya ke Yerusalem untuk menghadapi kematianNya, Dia sedang berada di Perea, di daerah sebelah Yordan, Dia bertemu dengan seorang pemuda kaya. Ada sebuah harga atas kepala Tuhan kita. Dia akan segera ditolak dan mati. Dan dalam perjalananNya itu dia bertemu dengan orang muda itu. Pada sebuah hari yang cerah dimana setiap orang dapat melihat, dia berlutut di hadapan Tuhan, sang nabi dari Nazareth dan dia berkata, “Hagathai didaskai.”  Dan Tuhan memperhatikan hal itu. Tidak seorang pun  hagathai selain dari pada Allah. Pemuda itu bertelut di hadapan Tuhan. Anda mungkin tidak dapat menolongnya tetapi anda harus menaruh kasih kepadanya. Itulah yang disampaikan Alkitab tentang Yesus: “Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya” (Markus 10:21). Dan ketika pemuda itu bertanya, “Guru semua perintah ini telah ku turuti sejak masa mudaku…” tetapi hatiku masih tetap lapar dan kosong, kekurangan apa lagi yang harus aku raih sehingga aku memperoleh hidup yang kekal? Dan Tuhan melihat jauh ke dalam hati orang muda itu dan berkata kepadanya. hatimu berada dalam dunia. Kasih yang ada di dalam hatimu adalah uang. Hatimu berada di dalam kekayaanmu. Serahkanlah semuanya. Dan sekarang lihatlah kata-kata yang disampaikan Tuhan: Serahkanlah segala sesuatu yang kamu miliki. Serahkanlah semuanya “dan datanglah, pikullah salib dan ikutlah Aku. Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya” (Markus  10:21,22).

Mengapakah Tuhan tidak menyampaikan hal itu kepada Zakheus? Alkitab berkata bahwa Zakheus adalah seorang yang kaya. Tuhan tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya. Mengapa Tuhan juga tidak menyampaikan hal itu kepada Lazarus, dan Maria serta Martha, mereka juga kaya dan berkecukupan. Mengapa Tuhan juga tidak menyampaikan hal itu kepada Yusuf dari Arimatea, yang dijelaskan dalam Alkitab sebagai orang yang kaya. Mengapa Tuhan tidak mengatakan hal itu kepadanya? Alasannya adalah karena ketika Tuhan melihat ke dalam hati orang muda yang kaya itu, pemimpin yang kaya itu, hatinya lebih mengasihi hal-hal yang lain lebih dari pada kasihnya kepada Tuhan. Dan anda tidak dapat masuk ke dalam sorga dengan mengasihi dunia yang salah. Gerbang itu terlalu  lurus dan jalan itu terlalu sempit bagi seseorang yang mau masuk ke dalamnya dengan memegang kasih kepada dunia ini di dalam tangannya. Anda dapat melihat terjemahan itu di sini, “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih” (Markus 10:22). Anda tidak memiliki gambaran yang jelas dari penjelasan yang nyata dalam kalimat “Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih” kata itu adalah stugnazo.  Dan digunakan sebanyak dua kali di dalam Alkitab. Di dalam Matius 16:3 Yesus menggunakannnya untuk menjelaskan rupa langit  yang merah dan redup. Awan-awan mendidih dan rupa langit seperti sedang marah. Dan Dia menggunakan kata stugnazo, yang diterjemahkan dengan redup. Tempat yang lain ketika kata itu digunakan adalah untuk menggambarkan wajah orang muda itu. Perang yang tragis yang dia alami di dalam dirinya  tercermin dalam wajahnya.  Stugnazo—dan dia kalah dalam pertempuran itu. Dan dia pergi dengan sedihnya karena banyak hartanya; dia mengasihi dunia yang salah.

Rasul Yohanes menulis di dalam 1 Yohanes 2:15-17: “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.”  Ketika seseorang mengasihi dunia dan segala yang ada di dalamnya, saatnya akan datang ketika dia menemukan bahwa tangannya kosong dan hatinya hancur. Tetapi, jika seseorang mengasihi Allah, setiap hari merupakan hari yang baik, hari yang penuh kemenangan dan suatu hari akan menjadi hari yang penuh dengan kejayaan. Karakteristik yang ketiga, kita bebas untuk memilih salib, menyalibkan diri kita serta seluruh hasrat dunia yang kita miliki sehingga kita dapat mengasihi Allah.

Karakteristik yang keempat, tanda yang keempat dari murid Tuhan yang sejati adalah seseorang yang tetap teguh di dalam Firman Allah. Yohanes 8:31,32: “Maka kata-Nya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”  Yohanes 14:23, 24: “Jika seseorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu….dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari padaKu, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.” Setiap murid Tuhan yang sejati tidak akan pernah puas, dan memiliki rasa haus yang dalam terhadap Firman Allah. Roma 10:17: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Jika seseorang mengasihi Yesus, dia tidak pernah lelah untuk mendengarkan Tuhan. Dan seseorang yang mengkhotbahkan Firman Tuhan adalah seseorang yang suka untuk mendengarnya. Dia memberitahukan kita dari Kitab Suci Allah tentang Tuhan kita.

Saya menyimpang sedikit dan membuat sebuah penilaian yang sederhana tentang hal itu: Pada hari ulang tahun yang berikutnya, saya akan memulai tahun keempat puluh saya sebagai seorang seorang gembala di jemaat ini. Andaikata saya berdiri di atas mimbar—secara umum saya belajar  dalam Akademi Bahasa Inggris dan saya suka untuk belajar literatur Inggris. Dan saya suka untuk menjadi seorang professor Bahasa Inggris. Andaikata saya berdiri di atas mimbar ini dan berbicara serta mendiskusikan literatur Inggris tiga kali seminggu? Atau andaikata dan saya telah dilatih untuk menjadi seorang ilmuwan. Andaikata saya mengajar ilmu pengetahuan tiga kali seminggu? Atau andaikata saya berdiri di atas mimbar ini dan mengajar humanitas, atau subjek yang dapat anda pilih misalnya: filsafat, psikologi, kedokteran, antronomi atau apapun. Dapatkah anda membayangkan setelah empat puluh tahun ribuan orang yang mendengarkan saya mengajar matematika atau ilmu pengetahuan atau literatur atau humanitas? Dapatkah anda membayangkannya? Hal itu tidak pernah terjadi dalam sejarah dunia. Tetapi setelah tiga puluh sembilan tahun, saya berdiri di atas mimbar ini, ada ribuan orang yang datang  setiap hari kepada Tuhan untuk mendengarkan apa? Mendengarkan seseorang yang menjelaskan kekayaan Firman Tuhan yang sangat luas. Itu adalah tanda dari murid Kristus. Itu sama seperti air yang mengalir ke dalam jiwa yang haus. Itu sama seperti manna sorga bagi hati yang lapar. Pendeta, berdirilah dan beritahukan kepada kami, apa yang Allah sampaikan. Kami tahu apa yang disampaikan oleh komentator dan kami tahu apa yang disampaikan oleh oleh para politikus dan kami tahu apa yang disampaikan oleh filsafat dan kami tahu apa yang disampaikan oleh para akademisi. Tetapi, Pendeta, apakah Allah menyampaikan sesuatu? Jika Allah menyampaikan sesuatu, katakanlah kepada kami apa yang disampaikan oleh Allah? Kami akan berada di sini untuk mendengarkannya. Itu adalah salah satu kebenaran di dalam hidup. saya katakan itu adalah salah satu tanda dari murid Kristus, dia tidak pernah letih, dia tidak pernah bosan untuk mendengarkan Firman Allah. 

Lagi, tentang Yesus dan firmanNya

Memegang persekutuan dengan Tuhanku

Mendengarkan suaranya dalam setiap baris

Membuat setiap ungkapan iman menjadi milikku

 [Eliza E Harris, “More About Jesus”].

 

Karakter yang kelima dari pelayan Kristus yang sejati, yaitu dia memiliki sebuah iman yang terus bertumbuh dan tetap teguh di dalam Kristus Tuhan yang telah menang. Dia tidak akan pernah berpaling atau kalah. Dengan iman yang hidup, yang dipenuhi dengan hasrat untuk menyenangkan Tuhan kita. Kelemahan manusia secara umum adalah selalu berusaha untuk berkenan bagi orang lain. Yohanes 12:42, 43 menulis: “Namun banyak juga di antara pemimpin yang percaya kepada-Nya, tetapi oleh karena orang-orang Farisi mereka tidak mengakuinya berterus terang, supaya mereka jangan dikucilkan. Sebab mereka lebih suka akan kehormatan manusia dari pada kehormatan Allah.” Setiap psikolog akan memberitahukan kepada anda bahwa salah satu kekuatan yang mengendalikan manusia adalah untuk dapat diterima, secara khusus agar dapat diakui oleh rekan-rekannya. Tetapi untuk ditolak dan dijauhi serta tidak disukai merupakan sebuah hal yang mengerikan untuk dipikul.   

Secara khusus hal itu terjadi di dalam kehidupan orang-orang muda. Alasan dari anak-anak remaja, orang-orang muda kita jatuh ke dalam obat-obatan atau minuman keras atau ribuan kompromi lainnya adalah karena tekanan dari kawan-kawannya yang sebaya. Dan orang muda ingin menjadi bagian dari sebuah kelompok. Dia ingin berkumpul bersama dengan mereka. Dia ingin diakui dan diterima serta dipuji  oleh mereka. Tetapi jika dia ditolak, diasingkan, seberti domba yang hilang adalah sesuatu yang menyakitkan dan anak kecil ribuan kali lebih sensitif terhadap hal itu. Dan hal itu memimpin kepada mereka masuk ke dalam segala sesuatu yang menghancurkan hati orang tua mereka.

Jadi, kita semua sama seperti itu. Kita senang dipuji. Kita suka untuk diakui oleh orang lain. Akan tetapi ketika pengakuan itu dan penerimaan itu menciderai komitmen kita kepada Kristus, maka hal itu harus ditolak oleh murid Tuhan kita. Yohanes 1:10,11: “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalNya. Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaanNya itu tidak menerimaNya.” Masyarakat kotaNya, tempat Dia bertumbuh, yaitu Nazaret membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu didirikan, untuk melemparkan Dia hingga Dia mati. Di dalam Markus 9, di dalam Matius 9 dan di dalam Lukas 8, mereka menertawakan Dia dalam sikap mencemooh. Di kota kecil Bethani, mereka merencanakan kematianNya. Dan di Yerusalem, mereka memaku Dia di atas kayu salib. Dengarkanlah perkataan Tuhan kita di dalam Lukas 6:26: “Celakalah kamu jika semua orang memuji kamu!” Kita berada di dunia ini bukan untuk diakui, tetapi untuk tetap benar di hadapan Tuhan, tidak masalah seberapa besar penolakan dan cemoohan yang akan kita terima. Dan hal itu berarti bahwa kita tidak akan pernah berpaling. Seberapa besar pun takdir atau peristiwa yang sulit menyerang kita, komitmen kita terhadap Tuhan kita merupakan hal yang pertama dan berada di urutan yang paling tinggi. Lukas 9:62: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk kerajaan Allah.”   

 

Jagalah aku, jagalah aku, untuk tidak berpaling

Pegangan bajakku telah basah oleh air mata

Alat pemotong yang berkarat telah rusak,

Akan tetapi,  ya Allahku, jagalah aku untuk tidak berpaling.

 [Tidak dikenal, “The Plough”]

 

Kita tidak memiliki sebuah himne atau undangan yang penuh makna selain dari pada himne ini:

 

Aku telah memutuskan untuk mengikut Yesus

Dan aku tidak akan berpaling

Sekalipun tidak ada yang pergi bersamaku

Aku akan tetap mengikuti

Dunia berada di belakangku

Salib ada di depanku

Aku tidak akan berpaling

 [Tidak dikenal, “I Have Decided to Follow Jesus”]

 

Aku telah memutuskan untuk mengikut Yesus. Karakteristik dari seorang murid Tuhan yang sejati.

Selanjutnya, sebelum saya berbicara tentang bagian yang selanjutnya, saya akan berhenti sejenak untuk membuat sebuah pengakuan yaitu, bahwa tidak akan pernah ada sebuah kekalahan di dalam komitmen kita kepada Tuhan. Iman, keyakinan, komitmen membawa Allah ke dalam hidup kita dan menjadi milik kita dan iman secara mutlak tidak akan pernah mengenal kekalahan. Keraguan akan berkata, “Bagaimana?” Dan ketidakpercayaan akan bertanya, “Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Tetapi iman memiliki ribuan jawaban untuk setiap hal. Dengarkanlah bagian yang terdapat di dalam Roma 4:17: 

Seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" --di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. [Roma 4:17-21]. 

 

Saya merujuk kepada Kitab Kejadian pasal lima belas, ketika Abraham datang ke hadapan Tuhan dan berkata, “Tuhan, Engkau berkata bahwa aku akan memiliki seorang anak yang berasal dari tubuhku, keturunanku, dan melalui keturunanku seluruh dunia akan diberkati. Tetapi aku tidak memiliki seorang anak dan aku sudah tua demikian juga istriku telah tua. Aku telah berumur seratus tahun dan Sara telah berumur sembilan puluh tahun, dan tidak ada seorang anak yang lahir.” Dan Allah berkata, “Coba lihat ke langit dan hitunglah bintang-bintang.” Dan Abraham berkata, “Tuhan aku tidak dapat mengitung banyaknya.” Allah berkata, “Demikianlah  banyaknya nanti keturunanmu.” Kemudian ayat yang selanjutnya, ““Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” (Kejadian 16:6). Anda tidak akan pernah gagal di dalam Allah, tidak akan pernah sampai selama-lamanya.

 

Iman, iman yang besar, melihat janji,

Dan hanya memandang Allah saja

Tertawa atas kemustahilan,

Dan berseru, “Itu akan terjadi!”

 [Charles Wesley, “Faith Mighty Faith”]
 

Keraguan melihat kacamata.

Iman melihat jalan!

Keraguan melihat kegelapan malam,

Iman melihat cahaya tengah hari!

Keraguan takut untuk maju selangkah.

Iman membumbung tinggi!

Keraguan bertanya, “Siapa yang percaya?”

Iman menjawab, “Aku percaya!”

 [Catherine Marshal, “Faith”]

 

Karakter yang keenam dari murid Kristus yang sejati—sebuah kasih yang sungguh-sungguh terhadap umat Allah. Yohanes 13:34, 35: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”  “Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain” (Yohanes 15:17). Bolehkan saya berpaling ke dalam 1 Yohanes 3:14: “Kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara-saudara kita.” 1 Yohanes 4:7 “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.”  “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah juga harus saling mengasihi” (1 Yohanes 4:11). “Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa yang mengasihi Allah, ia juga harus mengasihi saudaranya” (1 Yohanes 4:21). Itu adalah salah satu tanda dan karakteristik dari seorang murid Yesus yang baik—kasih kita bagi orang lain.    

Beberapa waktu yang lampau, pada tahun 1700-an di sebuah kota kecil di Yokshire, sebuah wilayah yang berada di Inggris bagian utara, ada sebuah keluarga yang sangat miskin. Dan mereka memiliki seorang bocah laki-laki, yang lahir di rumah mereka dan diberi nama John—John Fawcet. Ketika anak itu berusia tiga belas tahun, karena kemiskinan dari keluarga itu, mereka mengirim dia ke London dan di sana, dia magang di tempat seorang penjahit dan hanya menerima sesuatu untuk dimakan dan sesuatu untuk dipakai. Ketika bocah itu berumur tujuh belas tahun, dia pergi untuk mendengarkan khotbah George Whitefield, dan di sana dia bertobat—pertobatan yang luar biasa, saat dia mendengarkan George Whitefield mengkhotbahkan Injil. Dan dia menyerahkan hidupnya menjadi seorang pengkhotbah Baptis. Dia adalah John Fawcet. Dan dia dipanggil untuk menjadi seorang gembala dari sebuah Gereja kecil di sebuah kota kecil di Yorkshire yang disebut Wainsgate. Gajinya kurang dari dua ratus dolar setahun. Dan karena kebutuhan yang menekan dia dan keluarganya yang bertumbuh, dia menerima panggilan dari sebuah Gereja yang kaya di London.

Kemudian, bagi jemaatnya yang berduka, dia mengkhotbahkan sebuah khotbah selamat jalan, dan mereka meletakkan segala sesuatunya di atas kereta kuda—bukunya, perabotannya dan segala sesuatu yang mereka miliki. Dan dia beserta dengan istrinya serta anak-anaknya naik ke atas kereta dan mereka berpaling saat mereka berangkat. Dan ketika mereka berpaling, istrinya mencucurkan air mata dan berkata, “John, John, bagaimana mungkin kita dapat melakukan hal ini? Bagaimana mungkin kita dapat meninggalkan orang-orang yang terkasih itu?” Dan John, suaminya menjawab, “Istriku, aku juga tidak bisa melakukannya” Dan kemudian dia berpaling dan kereta itu juga berpaling dan kembali ke rumah Pendeta dan meletakkan kembali semua barang-barang yang telah dia susun  di atas kereta. Dia kemudian masuk ke dalam rumah dan menulis sebuah himne, yang menurut saya merupakan sebuah himne yang paling berharga di dalam bahasa Inggris.

 

Diberkatilah ikatan yang mengikat

Hati kita dalam kasih orang Kristen

Persekutuan dari pikiran keluarga

Yang sama seperti yang diatas.

 

Kita menanggung kesengsaraan kita bersama-sama

Beban kita bersama-sama

Dan bagi yang lainnya mengalirlah

Air mata  yang penuh simpati ini.

[John Fawcett, “Blest Be the Tie”]

 

Di tinggal di Gereja kecil itu selama lima puluh tahun, menjadi gembala mereka selama lima puluh tahun. Dapatkah saya mengambil waktu sedikit untuk berpaling? Seluruh Inggris akhirnya nmengenalnya. Dan dia diundang untuk berkhotbah di hadapan Raja, Raja George III pada tahun 1780. Dan ketika John Fawcett berdiri dan berkhotbah di hadapan Raja, Raja sangat terkesan dan dia berkata kepada pengkhotbah itu, “Mintalah apa saja, dan aku akan memberikannya kepadamu.” Dan pengkhotbah yang luar biasa itu berkata, “Tuan, aku tidak membutuhkan apa-apa untuk diriku sendiri, tetapi salah satu anggota keluargaku memiliki seorang anak laki-laki yang suka melawan yang sedang menghadapai hukuman mati karena pemalsuan”—dan hukum pada masa itu sangat keras. “Tolonglah tuan, dapatkah engkau mengampuni anak laki-laki itu?” Dan Raja mengabulkannya. Dia adalah orang yang sangat luar biasa. Seorang manusia Allah. Itulah manusia Allah. Itulah kasih kepada Yesus.

Sekarang, sebelum saya menyebutkan yang terakhir, saya akan menyampaikan ringkasan dari tujuh tanda dari seorang murid Yesus yang sejati:

        Kasih yang tertinggi bagi Tuhan kita.

        Menyangkal diri.

        Kesadaran untuk memilih salib. 

        Dan sebuah keteguhan terhadap Firman Allah.  

        Iman yang hidup dan terus bertumbuh di dalam Kristus yang menang.  

        Kasih yang sungguh-sungguh terhadap umat Allah. 

 

Sekarang, bagian yang terakhir, yaitu bagian yang ketujuh—dia harus memiliki sebuah keyakinan tentang kehidupan di dunia yang lain—hidup, bekerja, dan memandang ke dunia yang lain. Kolose 3:2: “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” 1 Korintus 15:19: “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia.”  

Ketika saya masih muda, muncullah Clarence Darrow, seorang agnostic dan ateis yang cukup berpengaruh pada zamannya. Dan ketika saya masih muda, saya membaca salah satu karyanya yang berjudul The Story of My Life.  Pada halaman empat ratus Clarence Darrow berkata,

Jika ada satu dari sepotong bukti bahwa kita akan hidup setelah mati, mengapa bukti itu tidak diberikan kepada dunia? Tentu saja, di bawah semua aturan logika, seseorang yang berasumsi dan menyatakan bahwa orang yang mati tetap hidup mampu untuk menghasilkan sebuah bukti substansial, tidak hanya jika di sana ada sebuah evidensi dari kekekalan, tetapi fakta yang menunjukkannya adalah sangat tidak mungkin bagi kita, bahwa ada sebuah kehidupan di balik dunia ini. 

 

Itulah yang disampaikan oleh orang-orang yang tidak percaya dan orang-orang kafir serta agnostic. Tetapi lihatlah ke dalam para pahlawan iman ini. Lihat, saya membacanya dalam Kitab Ibrani pasal sebelas, dimulai dari ayat sembilan: “Karena iman ia (Abraham) diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing….Sebab ia menanti-natikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah” (Ibrani 11:9-10). Mereka percaya terhadap janji dan “mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibrani 11:13b). “Tetapi sekarang, mereka merindukan suatu tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka” (Ibrani 11:16). Dan saya berpaling ke dalam Kitab Wahyu: “Dan aku, Yohanes, melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya” (Wahyu 21:2).

 

Ada sebuah kota yang kudus dan indah

Yang Pendirinya dan Penguasanya adalah Allah;

Yohanes melihatnya turun dari sorga,

Ketika di Patmos, dalam pembuangannya, ia melangkah;

 
Kota yang tinggi, dan tembok permata yang besar;

Kota yang terbuat dari emas murni;

Ketika kemahku yang lemah yang ada di sini dibongkar,

Mataku akan melihat kemuliaannya.


Di dalam kota yang cemerlang, kota mutiara putih.

Aku memiliki sebuah rumah yang besar, sebuah harpa serta sebuah mahkota;

Sekarang, aku melihat, menunggu dan merindukannya

Karena kota yang putih itu akan segera turun.

 [Arthur F. Ingler, “The Pearly White City”]

 

Itulah anak Allah. Rumah kita bukan di sini, tetapi berada di sana. Kediaman kita bukan di sini, tetapi di sana. Upah kita bukan di sini, tetapi di sana. Dan Yesus sedang menunggu hari kedatangan kita. 

Itulah iman kita. Kita tidak dapat kalah. Jika saya hidup, terpujilah Allah, karena hidup saya adalah untuk mengasihi Dia. Jika saya mati, pujilah namaNya, itu berarti bersama dengan Dia. Oh, betapa merupakan hal yang sangat indah, hal yang sangat mulia, hal yang sangat luar biasa, untuk mengasihi Tuhan kita dan untuk ikut dalam jalan Tuhan kita Yesus.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.