NYANYIAN MUSA DAN ANAK DOMBA

(THE SONG OF MOSES AND THE LAMB)

 

Dr. W. A. Criswell

 

Wahyu 15:3

 

09-06-85

 

 

            Ini adalah pendeta dari Gereja First Baptis Dallas, yang menyampaikan sebuah khotbah yang berjudul: Nyanyian Musa dan Anak Domba.

            David, Pelayan Musik kita, berkata kepada beberapa waktu yang lalu bahwa Konferensi Nasional dari musisi kita, dari para pemimpin musik kita, mengadakan pertemuan pada minggu ini—untuk bertemu dalam minggu ini di gereja kita. Dan pertemuan itu akan di adakan di ruangan ini.

           Dan mereka ingin tahu  apakah saya akan menyampaikan khotbah pada minggu malam. Lalu, saya berkata, “Ya.”

            Dan ini adalah pertama kali di dalam hidup saya di mana saya berusaha untuk menyampaikan sebuah khotbah tentang musik di Alkitab. Tetapi saya menikmatinya dalam mempelajarinya. Saya telah bersukacita dalam menyusunnya, meletakkannya bersama-sama.

            Ada banyak hal tentang nyanyian di dalam Alkitab yang tidak pernah saya dengar, yang tidak pernah saya pikirkan, dan saya tidak pernah diperkenalkan sebelumnya. Dan satu hal adalah ini—dan anda akan melihatnya: mereka melakukannya dengan nyaring. Saya maksud dengan sangat nyaring.

           Dan mereka melakukannya dengan ceracap. Dan saya akan berbicara tentang hal itu pada malam hari ini. Dan saya melihat ceracap itu. Dan tidak ada satu pun di sini yang tidak ada dalam pandangan Tuhan.  

            Mereka memilikinya. Itu sangat hebat. Di dalam Alkitab, hal itu disebut—dan anda akan melihat—sebuah “bunyi ceracap yang tinggi.” Saya tidak pernah mendengarnya. Kita akan melakukannya dengan lebih baik ketika kita bermain di dalam orkestra.

           Sekarang, mari kita mulai. Mari kita semua membuka Alkitab kita. Dan kita akan membacanya dengan nyaring secara bersama-sama, yaitu 2 Tawarikh 5, dimulai dari ayat sebelas dan kita akan membaca hingga ayat yang terakhir.  

           Apakah anda sudah siap? 2 Tawarikh 5. Ini adalah sebuah nyanyian baru yang kita dedikasikan kepada Tuhan.

Jika anda sudah menemukannya; 2 Tawarikh 5 dimulai dari ayat sebelas. Sekarang mari kita semua membacanya dengan nyaring secara bersama-sama:   

 

Lalu para imam keluar dari tempat kudus. Para imam yang ada pada waktu itu semuanya telah menguduskan diri, lepas dari giliran rombongan masing-masing.

Demikian pula para penyanyi orang Lewi semuanya hadir, yakni Asaf, Heman, Yedutun, beserta anak-anak dan saudara-saudaranya. Mereka berdiri di sebelah timur mezbah, berpakaian lenan halus dan dengan ceracap, gambus dan kecapinya, bersama-sama seratus dua puluh imam peniup nafiri.

Lalu para peniup nafiri dan para penyanyi itu serentak memperdengarkan paduan suaranya untuk menyanyikan puji-pujian dan syukur kepada Tuhan. Mereka menyaringkan suara dengan nafiri, ceracap dan alat-alat musik sambil memuji Tuhan dengan ucapan: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya." Pada ketika itu rumah itu, yakni rumah Tuhan, dipenuhi awan,

Sehingga imam-imam itu tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Allah.

 

Dan itulah yang terjadi, ketika para penyanyi dan para pemain orkestra memuji Allah dengan suara musik.

            Ada sebuah legenda Ibrani lama bahwa ketika Allah menciptakan bumi, para malaikat berkata kepadaNya, “Tidak ada musik untuk memuji Tuhan dan Pencipta kita.”

            Kemudian Tuhan menjawab dengan menciptakan alat musik dan instrumen lagu di dalam jiwa-jiwa kita. Dan di dalam Ayub 38:7: “Pada waktu bintang-bintang fajarbersorak-sorak bersama-sama, dan semua anak Allah bersorak-sorai.”  

            Israel kuno menyukai musik. Itu merupakan satu-satunya seni yang mereka oleh.

            Dan saya dapat memberi tanda kurung untuk menambahkan bagi orang Yahudi pada hari ini, bahwa bangsa Isreal merupakan yang pertama kalinya dan yang paling terkemuka dari antara manusia di dalam bidang musik.  Itu adalah satu-satunya seni yang diusahakan oleh Israel. Lukisan dan patung dan jenis seni yang berkenaan dengan hal itu dilarang bagi mereka, berkenaan dengan perintah kedua. 

            Itulah sebabnya anda tidak memiliki gambar Yesus. Tidak ada lukisan, tidak ada patung yang pernah diciptakan oleh umat Allah. Tetapi mereka mengagungkan musik. Itu adalah satu-satunya seni yang mereka usahakan. 

            Kemudian di dalam 1 Tawarikh, kita memiliki sebuah gambaran, dari seluruh paduan suara di Bait Allah dan kelompok orkestra. Para penyanyi berjumlah 4.000 dan para pemain musik berjumlah 288. 

            Mereka dilatih dan mereka dipimpin di dalam dua puluh empat divisi, yang disebut “bagian,” oleh anak-anak Asaf, Heman dan Yedutun. Dan di dalam tiap kelompok, orang-otang yang memiliki karunia di dalam lagu, dan orang-orang baru ditempatkan bersama-sama.   

            Lalu, orkestra merupakan sebuah kelompok yang menarik dan deskriptif. “Saya,” kata salah seorang saudara ini di Selatan, “Saya akan mendapatkan sebuah eucalyptus dan saya akan bermain di orkestra.”   

            Dan seorang rekan berkata, “Dengan, sebuah eucalyptus bukanlah nama sebuah alat musik. Itu adalah nama sebuah kitab di dalam Alkitab.”

            Dalam 1 Tawarikh 25, para pemain musik yang berjumlah 288 orang ini dibagi ke dalam alat musik gesek, yang merupakan favorit dari semua, kecapi, gambus, dan alat petik kuno. Alat musik tiup, flute dan seruling, sebuah alat musik kuno yang paling popular, dan akhirnya, ceracap, gambus dan tamborin, alat-alat musik perkusi.

            Dan mereka merupakan sebuah bagian yang sangat penting dalam memuji Allah dari apa yang kita bayangkan pada hari ini. Di dalam Mazmur seratus lima puluh ayat lima, di situ disebutkan: “Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang.”

            Saya melihat semua hal itu di dalam Ibrani. Kata itu, “ceracap yang berdenting,” shameh—hal itu mengacu ke ceracap pendengaran. Itu adalah sebuah kata yang digunakan bagi hal-hal yang baik, kabar baik, ketika mereka diumumkan—itu adalah sebuah jenis ceracap.

            Kemudian, ceracap yang berdentang: kata itu adalah, teruah—kata itu akan seringkali anda temukan di dalam Alkitab—teruah, ceracap dari keriuhan. Kata teruah merujuk kepada teriakan kemenangan dan perang. Dan kata itu merujuk kepada sorakan sukacita dari pujian kepada Allah.

            Sebagai contoh, di dalam 1 Tawarikh 15 dan di dalam ayat yang berada di tengah-tengah pasal itu:

Seluruh orang Israel mengangkut tabut perjanjian Tuhan itu dengan teruah, diiringi sorak dan bunyi sangkakala, nafiri dan ceracap, sambil memperdengarkan permainan gambus dan kecapi.

            Dan sekali lagi, di dalam Ezra, ketika dasar Bait Allah itu diletakkan, mereka menyanyikan pujian secara bersama-sama dan mengucap syukur kepada Allah. Dan seluruh rakyat bersorak-sorai, teruah, ketika dasar dari rumah Tuhan diletakkan—hanya sebuah uraian singkat dari pujian dan kemuliaan bagi Allah dari para pemain musik dan penyanyi yang jumlahnya ribuan orang, mengangkat suaranya di hadapan Allah. 

            Setiap kebangunan rohani di dalam Alkitab ditonjolkan oleh sebuah pembukaan oleh paduan suara bait Allah. Hal itu digambarkan oleh Hizkia di dalam pertobatan bangsa Yehuda kepada Allah di bawah raja yang baik itu, di dalam 2 Tawarikh 29:

Pada saat persembahan korban bakaran dimulai, mulailah pula dinyanyikan nyanyian bagi Tuhan dan dibunyikan nafiri, dengan iringan alat-alat musik Daud, raja Israel.

             Tidakkah anda berharap untuk berada di sana dan mendengarkan 4000 orang Lewi itu memuji Allah, dan 288 pemain musik yang memainkan kecapi mereka dan meniup sangkakala mereka? Di dalam kebanguan rohani yang luar biasa di bawah Yosia, disebutkan: “Para penyanyi yakni bani Asaf, ada pada tempat mereka.” Dan pada masa Ezra dan Nehemia, ketika dasar Bait Suci diletakkan, dasar itu diletakkan di dalam nyanyian dan bunyi sangkakala dan permainan para penyanyi dan pemain musik. Dan ketika Nehemia membangun tembok Yerusalem, dan ketika mereka menyelesaikannya, di situ disebutkan, “Para penyanyi menyanyikan pujian dengan nyaring sehingga sukacita Yerusalem terdengar sampai jauh.”

            Saya senang untuk mendengarkan orang-orang bernyanyi seperti yang anda lakukan pada hari ini. Hal itu menggetarkan jiwa saya saat anda bernyanyi dengan suar tinggi hingga wajah anda membiru. Itu sangat luar biasa.

            Lalu apakah musik yang mereka mainkan, kita tidak tahu. Kita tidak mengetahuinya. Kita hanya mengetahui beberapa nyanyian mereka, himne mereka, mazmur mereka, yang bersahut-sahutan. Mereka akan bernyanyi di sini dan menjawab dari sana.

            Mereka menyanyikan banyak lagu, dan tentu saja di dalam kesesuaian. Mereka bernyanyi dengan alat perkusi dan rythim. Saya menyukai hal itu. 

            Saya tidak athu apakan itu musik country atau tidak bagi saya, tetapi saya menyukainya. Saya menyukai alat-alat musik perkusi. Saya menyukai sebuah drum. Saya senang mendengar ketukannya. Dan saya suka mendengat bunyi cimbalnya, yang mana kita tidak dapat menerapkannya di dalam jemaat ini karena ini adalah sebuah jemaat yang terlalu elit. Saudara lupakanlah hal itu.

            Kemudian mereka sering heran dengan makna dari selah yang ada di dalam Alkitab. Tentu saja sangat jelas bahwa itu merupakan sebuah jeda yang dipenuhi dengan selingan orkestra. Dan saya juga menyukai hal itu. Saya suka untuk mendengar anda memainkannya.

            Ada sebuah kisah yang panjang di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama. Hal itu dimulai dari Kejadian 4:21—dan saya tercengang akan hal ini: “Yubal—Yubal, bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling.” 

            Lalu, anda lihatlah hal ini. Yubal adalah pemain musik pertama, namanya disebutkan lebih dahulu dari saudaranya Tubal-Kain, bapa dari semua tukang tembaga dan tukang besi, dan dia disebutkan di samping saudaranya Yabal, bapa dari orang yang diam dalam kemah dan  dan memelihara ternak. 

            Sejak awal, Allah telah membuat dunia musik yang indah ini, yang olehnya kita mengangkat jiwa kita kepada Allah. Dan namanya disebutkan pertama kali—yang pertama sesudah orang yang memelihara ternak dan sebelum orang yang menjadi tukang besi dan tukang tembaga.

            Di dalam Kejadian 31:27, menyanyikan musik sebelum pergi, Laban berkata kepada Yakub:

Mengapa engkau lari diam-diam dan mengakali aku, mengapa engkau tidak memberitahukan aku, supaya aku mengantarkan engkau dengan sukacita dan nyanyian dengan rebana dan kecapi?

Mereka hanya memainkan musik dalam setiap kesempatan.. 

            Di dalam Keluaran pasal lima belas, di sana ada nyanyian Musa. Dan Miriam bersama dengan para wanita menyanyikan lagu kemenangan Israel ketika mereka dilepaskan dari Laut Merah.

            Saya tidak memiliki waktu di sini untuk berbicara tentang: Nyanyian pada perayaan keluarga; nyanyian pada perayaan keagamaan, nyanyian pada saat pesta panen; nyanyian pada saat festival pahlawan, nyanyian pada saat penobatan raja.

            Ketika Hizkia memberikan hadiah kepada Sanherib, dia memberikan kepadanya para penyanyi pria dan wanita. Di dalam 1 Samuel 10:5, Nabi Samuel berkata kepada Saul: “Engkau akan berjumpa di sana dengan serombongan nabi, yang turun dari bukit pengorbanan dengan gambus, rebana, suling dan kecapi di depan mereka dan engkau akan bergabung dengan mereka.” Itu adalah sebuah tanda dari panggilan Allah kepada Saul untuk menjadi raja atas umatNya. Dan ketika Saul bertemu dengan penyanyi yang diinspirasikan, dia bergabung dengan mereka, memuji Allah di dalam musik.

            Di dalam 1 Samuel 16:23, dan di dalam 1 Samuel 18:10, kita semua sangat familiar dengan kisah Saul, ketika dia dirasuk oleh roh jahat, dan Daud yang telah menyanyi dengan kepada kawanan ternaknya dengan kecapinya datang dari padang pengembalaannya. Daud datang dan memainkan kecapinya dan bernyanyi di hadapan saul dan roh itu akan undur dan Saul menjadi pulih.

            Di dalam 2 Raja-raja 3:15, nabi Elisa berkata, ketika Yosafat bertanya kepadanya: “Apa yang harus kami lakukan?” Elisa berkata: “Jemput bagiku seorang pemetik kecapi.” 

            Dan ketika pemetik kecapinya, memainkan kecapinya, roh nubuatan meliputi Elisa, manusia Allah. Dan dia memberitahukan kepada raja, apa yang harus dia lakukan.

            Saya beritahukan kepada anda, sungguh bahwa musik yang anda buat memberikan pengaruh atas saya. Saya menangis ketika anda bernyanyi. Itu adalah hal yang luar biasa bagi saya untuk mendengar suara anda dan memainkan alat musik itu di hadapan Allah.

            Di dalam Kitab Mazmur, pasal 120 hingga 134, di sana ada 15 “lagu yang telah ditetapkan.” Ada dua jenis orang yang menjelaskan hal itu. Lagu yang ditetapkan, beberapa orang berkata, bahwa ini adalah nyanyian yang mereka nyanyikan ketika mereka pergi ke Yerusalem untuk sebuah perayaan. Ada beberapa orang lainnya yang berkata bahwa ada empat belas anak tangga ke Bait Suci, dan mereka menyanyikan lagu ini langkah demi langkah untuk naik ke rumah Allah.   

            Apa pun itu, itu merupakan sebuah hal yang indah dan luar biasa, memuji Allah saat mereka pergi ke rumah Tuhan, memuji Allah di anak tangga Bait Suci. Keindahan dari lagu itu telah dikenal secara universal. Ketika mereka ditawan ke Babel, raja dan orang Babel berkata, “Nyanyikan bagi kami salah satu dari nyanyaian Sion.” 

           Kemudian di dalam jemaat, kita dinasihatkan untuk “dipenuhi oleh Roh, berbicara kepada diri kamu sendiri dalam mazmur dan pujian dan lagu rohani, bernyanyi dan membuat melodi di dalam hatimu kepada Tuhan.”  

            Musik mengekspresikan sebuah emosi yang tidak dapat anda nyatakan secara lisan. Anda tidak dapat menempatkannya dalam bahasa atau pembicaraan. 

            Di dalam Kolose 3:16: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain”—tidak hanya dengan pelajaran sekolah minggu dan tidak hanya oleh pembelajaran pendeta, tetapi mengajar dan nmenasihati serta saling mendoriong satu sama lain—“di dalam Mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.”

            Itu adalah perintah Allah bagi kita. Musik ini merupakan sebuah bagian yang sangat penting di dalam tugas pendidikan di gereja dan di dalam pujian dan penyembahan kita kepada Tuhan kita yang mulia. 

            Di dalam sepuluh abad yang pertama dari Kekristenan, jemaat melakukan hal itu. Mereka semua berkumpul dan mereka menyanyi dan menaikkan puji-pujian kepada Tuhan. Tetapi setelah lima abad sesudahnya, para musisi terlatih yang melakukannya, bernyanyi dalam sebuah bahasa asing, dan jemaat tidak berpartisipasi di dalamnya. 

           Mereka memiliki musik yang luar biasa, yang kita miliki pada hari ini. Tetapi hal itu telah diambil dari jemaat. Mereka hanya penonton. Mereka tidak memiliki bagian di dalamnya. Dan itu sangat buruk. Dan saya pikir hal itu sangat buruk di mana saja.  

            Minggu ini, ketika saya sedang mempersiapkan khotbah tentang musik ini, saya membaca tentang tiga orang gadis—gadis pekerja—yang sedang makan malam di sebuah teater—yang saya katakan itu merupakan hal yang baru bagi saya—Dan di sana ada sebuah seleksi untuk menjadi pemain orkestra.

            Dan salah satu dari mereka berkata, “Itu adalah hal ilahi. Aku ingin tahu apakah artinya?”

            Dan salah satunya lagi berkata, “Itu mungkin paduan suara yang terdiri dari enam orang yang berasal dari Lucia.”

            Dan yang lain berkata, “Tidak, tidak, itu adalah  ‘The Tales of Hoffman.’” 

            Dan yang lainnya berkata, “Ada sebuah kartu di sana. Saya akan pergi ke sana dan mencari tahu.” 

            Lalu, dia pergi ke sana dan kembali serta berkata, “Kalian berdua salah. Kalian berdua salah. Iu adalah ‘Refrain from Smoking.’”  

            Itulah jadinya kalau menjadi seorang penonton bagi anda. Mereka perlu terlibat di dalam musik yang menyembah Tuhan kita.

            Dan itu telah menjadi kepercayaan dan kuasa yang besar dari Reformasi. Lalu, mungkin saya saya salah dalam penilaian saya. Tetapi ketika saya membaca tentang reformasi, terlihat bagi saya bahwa Luther melakukannya lebih banyak dengan nyanyiannya—seperti, “A Mighty Fortress is Our God”—dia melakukannya lebih banyak dengan nyanyiannya dari pada dia melakukannya dengan persfektif teologi dan khotbahnya serta tulisannya. Dia meraih seluruh Jerman menyanyikan pujian bagi Allah. Dan hal itu menggerakkan reformasi dengan hebat dan penuh kuasa. 

            Kembali pada hari-hari itu, di sana ada duet komposer yang luar biasa: Johann Sebastian Bach, harmonis terbesar dari iman injili, dan salah satu penggubah lagu yang paling terkemuka sepanjang zaman. Dan yang sekontemporer dengannya yang memiliki bakat yang setara adalah: George Freidrich Handel. 

            Handel hidup pada tahun 1684-1759, dan Bach pada tahun 1685-1750.  Mereka hidup sekontemporer dan musik mereka memiliki sebuah kesaksian yang luar biasa bagi orang-orang yang tidak mau mendengarkan injil sebagaimana dikhotbahkan oleh pengkhotbah. 

            Seratus tahun kemudian, datanglah seseorang lainnya yang sangat berbakat dan luar biasa. Felix Mendelssohn, 1809-1847, yang meninggal dalam usia yang sangat muda. Oratoriosnya, “Saint Paul” dan “Elijah,” mengangkat jiwa kita ke sorga pada hari ini. 

            Kemudian datanglah the Dissenters.  Dan dampak dari musik ini berlipat ganda bagi mereka. Mereka menjadi kokoh di dalam tradisi menyanyikan Mazmur. Tetapi dissenters ini menyanyikan himne rohani. Mereka menulis musik. 

            Dan John serta Charles Wesley meluncurkan gerakan penginjilan modern, yang pada hari ini disimbolkan oleh gereja Metodis. Mereka melakukan hal itu di dalam nyanyian yang luar biasa yang ditulis oleh Charles Wesley dan umat Metodis dan akhirnya, nyanyian Baptis.

           Jadi, kita telah melihat, ketika kita mempelajari Alkitab, bahwa musik gereja kita memiliki bagian yang vital dan dinamis di dalam mengajarkan jemaat kita tentang firman dan jalan Tuhan. 

            Seringkali, untuk kepentingan parade teknis dan kilauan penyanyi tunggal gereja-gereja banyak melakukan hal itu, dan hal itu tidak akan membantu kita, ketika seseorang bernyanyi hanya untuk pertunjukan, atau seseorang bernyanyi hanya untuk menunjukkan sebuah teknik, dan menunjukkan bakatnya. Semua hal itu tidak menolong kita di dalam hati kita.  

            Apa yang ingin kita lakukan adalah kita bernyanyi sehingga orang-orang terangkat dan kita mengagungkan Tuhan Yesus. Tetapi itu tidak bermakna bahwa kita menginginkan musisi bernyanyi di sini dan melakukannya dengan tidak benar.

            Ada seorang pengiring musik yang merupakan seorang asing dan pemain solo yang suka disanjung-sanjung. Dan dia melambai dalam kesunyian itu dan dia berkata, “Nyonya.” Dan dia menyampaikannya dengan sangat menyedihkan: “Saya menyerah terhadap pekerjaan ini. Saya memainkan kunci hitam. Saya memainkan kunci putih. Dan anda selalu bernyanyi dalam bunyi yang tajam.” Dan kita tidak menginginkan hal itu. Kita tidak menginginkan hal itu.    

            Seorang pemuda membuat penemuan ilmiah. Dan dia berkata, “Nyanyian menghangatkan darah.” 

            Dan seseorang berkata, “Saya telah mendengar hal itu sebelumnya. Nyaian kadang kala membuat darah saya mendidih.”

            Kita ingin bernyanyi dengan kemampuan terbaik kita, selalu dengan dedikasi yang akan kita lakukan untuk membesarkan Tuhan; kita akan meninggikan namaNya. Kita akan memuji Tuhan atas kebaikanNya yang luar biasa bagi kita.

            Saya tidak dapat melewatkan sebuah perkataan tentang orkestra. Ketika saya masih anak-anak, di sebuah gereja kecil dalam sebuah kota yang berpenduduk 300 orang, keluarga perempuan saya memainkan piano dan saya memainkan trombone di sampingnya, dalam setiap ibadah.

            Kami memiliki sebuah orkestra yang terdiri dari dua orang. Kami memiliki dia yang memainkan piano dan saya memainkan trombone.

            Saya selalu menyukai orkestra. Saya senang mendengar anda bermain.

           Di dalam Alkitab mereka memiliki organ. Di dalam Alkitab mereka memiliki alat musik gesek. Di dalam Alkitab mereka memiliki alat musik tiup.  

            Tetapi pada hari ini, kita memiliki sebuah tendensi yang kurang untuk memotong alat musik perkusi dan timbrel dan tamborin dan canang. Dan kita memilikinya di dalam gereja dengan kesulitan psikologi.

            Lalu, itu bukanlah suatu hal yang baik. Saya, seperti yang anda tahu, seorang pengkhotbah Alkitab. Dan saya telah mempelajari khotbah musik pada minggu ini, saya telah sampai ke dalam kesimpulan bahwa saya ingin menggunakan beberapa alat perkusi di sini. Dan saya ingin kita menaikkan atap. Saudara, tarik keluar kursi-kursi kita. Hanya bernyanyi, bernyanyilah. 

           Kita akan memainkan kecapi di sorga. Tetapi di sini, di dunia yang jahat ini kita akan memainkan canang dam tamborin.  

            Selanjutnya, saya ingin supaya kita berpikir bahwa jika melakukan hal ini, kita akan membuat keributan. Seorang pemuda berkata, “Apakah latihan terompet saya membuat anda gugup?”

            Dan dia menjawab, “Pada mulanya, demikian, ketika saya mendengar tetangga dan apa yang akan mereka lakukan. Tetapi saya telah memutuskan bahwa saya tidak peduli apa yang akan mereka lakukan terhadap anda.”

            Seorang pemuda mengiklankan sebuah terompet untuk dijual. Dan orang lainnya berkata kepadanya, “Mengapa anda menjual terompet anda?”

            Dan dia berkata, “Saya melihat tetangga saya yang di sini membeli sebuah senjata. Dan saya berpikir lebih baik untuk menyingkirkannya.”

            Seseorang berkata, “Saya pikir anda seorang pemain organ. Apa yang telah terjadi pada anda?”   

            Dia berkata, “Monyet saya mati.”

            Seseorang berkata, “Apakah anda sering bernyanyi atau bermain?”

            Dia membalas, “Tidak, hanya untuk membunuh waktu.”

            Dan orang itu berkata, “Anda tentu saja telah memilih senjata yang sempurna.”

            Oh, saudara! 

           Saya beritahukan kepada anda, saya tidak pernah memiliki sebuah tugas yang sangat membahagiakan selain dari hal ini. Saya berterima kasih kepada anda para musisi, yang telah meminta saya untuk berbicara pada malam hari ini. Saya tidak pernah memiliki tugas yang membahagiakan dari pada tugas ini, yaitu mempelajari tentang musik di dalam Firman Allah—di dalam Alkitab.  

           Sekarang saya ingin menutup khotbah ini dari kehidupan saya sendiri, hanya mengambil sebuah bagian dari hal-hal yang saya alami di dalam hidup saya dengan nyanyian. Saya mengenal seorang penyanyi yang baik. Dan saya tidak menganggap bahwa diri saya adalah orang itu.  

            Tetapi saya ingin menyampaikan dua pengalaman saya tentang hal itu—ada banyak waktu di dalam hidup saya ketika nyanyian melakukan sesuatu yang sangat mulia bagi saya. Salah satunya, seperti yang anda tahu, selama 37 tahun, setiap musim panas saya akan melakukan pekerjaan misi, berkhotbah di ladang pelayanan di luar negeri. Dan sering kali berada di Amerika Selatan. 

           Dan saya dikenal pada masa itu bersama dengan Paman  Cameron Townsend, yang mendirikan Wycliffe missionaries. Dan saya senang pergi ke Amerika Selatan bersama dengan dia.   

            Beberapa hal yang telah terjadi di hutan Amazon itu telah menimbulkan sebuah kesan yang dalam bagi saya. Saya tidak tahu, apakah itu. Tetapi Cameron Towsend meminta saya untuk mengunjungi suku Auca.  Mereka telah membunuh lima orang misionaris kulit putih yang telah mendarat dalam sebuah pesawat kecil untuk membawa Injil Kristus kepada mereka. 

           Dua orang wanita, Rachel Saint dan Elizabeth Eliot telah pergi ke suku itu lebih awal untuk memberitkan Injil Yesus Kristus. Saudara laki-laki Rachel Saint merupakan salah satu dari lima orang yang telah dibunuh oleh suku itu. Dan dia serta  Elizabeth Elliot telah memenangkan suku itu bagi Tuhan. Dan Indian Auca telah menjadi orang Kristen.

            Dan, Cameron Townsend menginginkan saya pergi untuk mengunjungi suka Auca itu. Dan di atas landasan yang kecil, pesawat yang kecil itu mendarat, dan saya ditinggalkan di sana. Dan pesawat kecil itu akhirnya pergi.

            Dan ketika saya keluar dari pesawat itu dan ketika pesawat itu pergi, saya dengan mudah dapat melihat bahwa Rachel sangat terganggu. Dan dia berkata kepada saya, “Anda seharusnya tidak berada di sini. Ini seharusnya merupakan hal terakhir di dunia ini yang dilakukan oleh  Cameron Townsend, yaitu mengirim anda kemari. Saya ingin anda tahu bahwa saya tidak bertanggung jawab atas hidup anda.”   

            Saudara, sambutan yang tidak menyenangkan! Ungkapan selamat datang yang tidak mengenakkan. Tetapi, saya berkata, “Saya tidak memiliki urusan dengan hal ini.  Cameron Townsend menginginkan saya datang dan mengunjungi suku ini.”

            “Baiklah,” katanya, “Anda seharusnya tidak melakukan hal itu. Kebanyakan suku Auca berada di bawah sungai. Dan kami telah menerima kabar bahwa suku Auca yang di bawah akan datang. Dan mereka akan membinasakan seluruh kelompok yang berada di sini, dan termasuk saya. Dan jika anda di sini, anda juga akan termasuk di antaranya. Mereka datang kemari untuk menombak mereka semua.”

            Lalu, saya merasa malu dengan diri saya. Saya takut, dan inilah saya, saya berharap untuk menjadi seorang pelayan dari injil Kristus dan seorang prajurit bagi Yesus dan percaya kepada kebaikanNya yang penuh kemurahan, dan saya takut untuk mati. Saya dapat melihat orang Auca yang ada di bawah di balik setiap pohon dari hutan itu. Hal itu tampaknya sangat menakutkan. 

            Dan saya sangat merasa malu terhadap diri saya sendiri. Dan saya berdoa, dan itu bukan sebuah doa yang baik. Saya merasa sepertinya saya tidak pernah berdoa sebelumnya. Saya takut. Dan saya tidak tahu mengapa saya takut.

            Dan di dalam salah satu perjalanan saya, pesawat itu jatuh ke bawah hutan yang sangat luas itu. Hutan itu luasnya lebih besar dari Amerika Serikat. Tidak ada jembatan di atasnya, dan tidak ada jalan di dalamnya. Itu merupakan sebuah hutan yang sangat luas dan kedalamannya sekitar 300 kaki, dan anda akan hilang dan tidak dapat ditemukan lagi. 

           Saya telah pergi ke tempat itu dengan sebuah pesawat yang jatuh dan saya tidak takut. Satu-satunya yang saya lakukan adalah saya meminta kepada Allah agar tulang punggung saya tidak patah atau saya mengalami geger otak. Tetapi saya tidak takut ketika pesawat itu jatuh dalam sebuah hutan. Saya tidak takut. 

           Saya pernah ditinggalkan dalam salah satu suku-suku itu sendirian dan saya tidak takut, dan saya sering maengalami hal itu. Sama seperti ketika saya mengenakan masker oksigen di atas pesawat yang kecil. Saya telah terbang di atas Andes dan saya tidak takut sama sekali.  

            Tetapi, di suku Auca itu, saya takut. Saya tidak dapat mengerti. Di sini ada seorang wanita kulit putih: Rachel Saint.  Dan dia kelihatannya tidak takut akan kedatangan orang-orang itu dan akan menombak mereka. Akan tetapi, saya merasa takut. Saya sangat merasa malu terhadap diri saya sendiri di hadapan Tuhan.

            Kemudian, Kimo, seorang suku Auca yang telah bertobat, yang memiliki kulit seperti perunggu berkata—dan dia adalah pemimpin suku itu—dan dia berkata, “Mari kita membangun gereja dan meminta pelayan ini berkhotbah bagi kita.” 

            Kemudian gereja dibangun tempat yang tinggi, dengan sebuah atap jerami di atasnya. Dan ada sebuah tangga untuk mencapai tempat itu. Dan seluruh pria Auca dan anak laki-laki memanjat naik ke atas. Dan seluruh wanita dan saya berjalan melalui tangga itu bersama-sama.

            Oh, saudara. Membuat saya ingin tahu apakah saya pantas.

            Lalu, mereka semua, seluruh suku itu berada di sana. Mereka memenuhi tempat itu, yang terbuka pada keempat sisinya. 

            Dan kemudian, ketika mereka duduk dan mulai beribadah, Kimo berkata kepada saya melalui penerjemah yaitu Rachel Saint, “Maukah anda menyanyikan untuk kami sebuah lagu?”

            Dan inilah saya, takut mati dan hati saya dipenuhi oleh hal itu. Saya menduga bahwa saya akan mati dengan tikaman tombak sewaktu-waktu. Dan saya akan menyanyikan sebuah lagu untuk mereka. 

            Lalu, saya berkata, “Baiklah. Saya akan menyanyikan sebuah lagu bagi anda semua.”

            Kemudian saya menyanyikan bait pertama dari lagu “Amazing Grace.”  Kemudian di dalam lompatan psikologi yang tidak dapat saya jelaskan, saya menyanyikan bait yang ketiga, bukan baik yang kedua. Yang syairnya seperti ini: 

Sering bahaya dan jerat,

Mengancam hidupku.

Oleh anugerah ku s’lamat,

Ke sorga ku tuju.

 

            Dan saya menyanyikan bait yang ketiga, ada suatu perpalingan psikologi yang sangat tidak biasa, yang pernah saya alami dalam hidup saya. Ketika saya menyanyikannya—“Sering bahaya dan jerat, mengancam hidupku, oleh anugerah ku selamat, ke sorga ku tuju”—ketika saya menyanyikannya, ke dalam jiwa saya dan hati saya muncul kedamaian dan ketenangan yang sukar untuk dilukiskan. Dan segala rasa takut saya hilang. Saya tidak dapat menjelaskannya. Tetapi nyanyian yang melakukannya ke dalam jiwa saya.

            Salah satu contoh lainnya. Saya telah menjadi seorang pendeta di pedesaan selama sepuluh tahun, seperti yang anda ketahui, pendeta wilayah di dalam sebuah ladang yang terbuka, di mana gedung gereja dibangun atau di dalam sebuah desa yang sangat kecil. Dan di dalam pengembalaan saya itu, ada seorang wanita muda yang berusia 17 tahun yang sakit parah dan sekarat, dan saya diundang untuk mendatanginya. 

            Kemudian saya datang ke rumah yang sangat sederhana itu. Dan di sana dia berbaring, menghadapi kematian yang akan segera tiba. Saya duduk di sampingnya dan dia berkata, “Pendeta, maukah anda membacakan Alkitab untuk saya?” Dan saya membaca dari Yohanes pasal empat belas. 

            Dan kemudian dia berkata, “Maukah anda berdoa untuk saya?” Dan saya berdoa untuk dia dengan seluruh kemampuan terbaik saya.

            Kemudian dia berkata, “Maukah anda melakukan satu hal lagi? Maukah anda menyanyikan sebuah lagu buat saya?” Dan saya bernyanyi:

 

Ada sebuah negeri yang lebih terang dari siang

Dan dengan iman kita dapat melihat dari jauh

Sebab Bapa menunggu atas jalan itu

Untuk mempersiapkan sebuah tempat kediaman di sana.

“Di dalam Hal Manis Yang datang Segera”

 

            Dan ketika saya menyanyikan refrain dari bait itu, dia berkata, “Terima kasih pendeta. Saya akan bertemu dengan anda di dalam sorga.” Lalu dia menutup matanya dan meninggal.

            Ada sesuatu tentang nyanyian dan lagu-lagu Sion dan kata-katanya dan liriknya serta melodi yang mengangkat jiwa kita kepada Allah. Dan saya suka untuk menjadi sebuah bagian dari sebuah jemaat dan sebuah konggregasi yang membesarkan program musiknya.

            Saya tidak berpikir bahwa kita dapat memuji Allah terlalu banyak. Saya telah berkata kepada David, “Saya tidak suka jika kita datang kemari dan bernyanyi tentang diri kita sendiri. Anda melihat diri kita sendiri dan kita menjadi kecewa. Saya suka kita semua  bernyanyi tentang Allah. Mari kita bernyanyi tentang Tuhan. Mari kita memuji Juruselamat kita. Mari kita meninggikan kemuliaanNya dan mengagungkan namaNya.”

            Dan ketika kita melakukannya, Allah melakukan sesuatu bagi kita. Hal itu mengangkat jiwa kita. Hal itu membawa pikiran saya dan mata saya dari diri saya dengan semua kelemahan di dalam hidup saya. Dan saya menemukan kekuatan dan kemuliaan di dalam Yesus yang berkuasa atas bumi ini dan suatu hari akan datang secara terbuka dan sebagai Raja.

            Terpujilah Allah sampai selama-lamanya. Dan Allah memberkati anda pada musisi, ketika anda mengagungkan Tuhan bersama dengan kami.

 

Alih bahasa: Wisma Pandia, Th.M.