BERPALINGLAH DAN MENJADI HIDUP
(LOOK AND LIVE)
Dr. W. A. Criswell
Yesaya 45:22
02-15-76
Judul dari khotbah kita pagi hari ini adalah BERPALINGLAH DAN MENJADI HIDUP. Khotbah itu merupakan sebuah khotbah yang berkaitan dengan isi nas bacaan. Bukan sebuah penjelasan terperinci akan satu bagian ayat. Akan tetapi di dalam pemberitaan kami melalui kitab Yesaya, sudah sampai pada pasal yang ke 45, di dalam ayat yang ke 22 merupakan salah satu nas bacaan yang paling dahsyat di dalam seluruh firman Tuhan. Inilah dia, kitab Yesaya 45:22: “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Inilah firman Tuhan yang paling hebat dan paling memiliki arti penting kepada umat manusia. Ini adalah pesan dari para nabi, dari orang-orang yang bijaksana, dari para peramal, dari para pemazmur selama berabad-abad lamanya. Dan ini adalah warta kepada mana, pada waktu seseorang menjawab, hal tersebut menentukan kondisinya dan karakternya, keselamatannya, dan takdirnya untuk selama-lamanya. Kita akan meneruskan teks itu di dalam susunan yang terbalik. Pertama-tama, kita akan mengambil anak kalimat terakhir: “Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Kemudian bagian yang kedua, pesan Tuhan Allah kepada “ujung-ujung bumi.” Dan kemudian bagian yang ketiga: “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan.”
Konteks dari ayat tersebut sangat jelas, dan anak kalimat yang terakhir merupakan penyajian terakhir dari keseluruhan firman Tuhan di dalam pasal yang ke empat puluh lima dari kitab Yesaya: “Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Firman-Nya: “karena demikianlah firman Tuhan yang telah menciptakan langit, Tuhan Allah sendiri yang telah membentuk dan mambuat bumi. Ilah-ilah palsu ini tidak memiliki pengetahuan dan orang-orang yang telah menyediakan kayu dari patung-patung berhala mereka, mereka berdoa untuk seorang allah yang tidak dapat menyelamatkan. Siapa yang telah menyatakan nubuatan-nubuatan ini, yang kadang kala ribuan tahun kemudian digenapi? Siapakah yang telah menyatakan ini dari waktu dahulu kala? Siapakah yang telah mengkisahkan semuanya itu dari waktu ke waktu? Bukankah itu Aku, Tuhan Allahmu? “Dan tidak ada allah lain selain Aku,” yang benar-benar Allah dan Juru Selamat. “Tidak ada selain Aku,” dan kemudian nas bacaannya: “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.”
Jadi, teks bacaan itu memberikan penjelasan kepada kita dengan satu Allah yang benar dan sejati. Ini merupakan seruan dari nabi itu, dan pada waktu dia mampu memimpin bangsanya ke dalam satu lagu puji-pujian dan penyembahan yang sama, sama seperti di zaman Elia yang berdiri di gunung Karmel di samping nabi palsu dari Baal. Dan api kemudian diturunkan dari sorga sebagai jawaban terhadap doa nabi itu, dan orang-orang berseru kepada Tuhan Allah, “Yahwe, Dialah Allah.” Demikianlah, keseluruhan isi Alkitab bernada dan bersuara kembali dengan pernyataan monoteistis yang besar terhadap satu-satunya Tuhan yang benar dan sejati. Dan pada akhirnya, terbaringlah di dalam kebingungan, ilah-ilah palsu serta dewa-dewa palsu dari dunia di zaman dahulu kala. Di manakah dewa-dewa orang-orang Niniwe yang di depan siapa banyak orang telah memperdayakan diri mereka sendiri? Lembu bersayap dari kerajaan Asyur serta ilah-ilah lain yang menyertainya? Tanyakanlah tikus-tikus dan kelelawar-kelelawar – rekan-rekan seperjuangan mereka. Tanyakanlah akan tumpukan-tumpukan tanah di pemakaman di bumi di bawah mana ilah-ilah palsu itu telah dikuburkan. Mereka berbaring dalam reruntuhan serta dalam kemuliaan yang menyimpang.
Di manakah allah-alah palsu di zaman Yunani kuno itu? Ilah-ilah ini kepada siapa mereka menujukan penghormatan mereka serta puisi-puisi pujian mereka; allah-allah palsu ini yang mereka nyanyikan lagu-lagu permohonan dalam syair-syair pujian akan yang mahamulia; dewa-dewa ini, kepada siapa telah mereka dirikan tempat-tempat pemujaan serta kuil-kuil yang kemudian menjadi keajaiban dunia di kota Efesus, serta di Parthenon di kota Athena, merupakan reruntuhan yang paling menakjubkan yang pernah diketahui di muka bumi ini; kuil-kuil pemujaan terhadap dewa Jupiter di Baal bek di negara Syria; di manakah allah-allah palsu orang-orang Romawi itu? Apakah Yanus tetap memimpin atas nasib para prajurit itu, atau apakah perawan kurban itu mengikuti api abadi mereka? Mereka telah gagal dalam pemujaan mereka. Seperti dewa Dagon, semuanya telah menjadi hancur berkeping-keping di hadapan Tabut Perjanjian itu. Tongkat-tongkat lambang kekuasaan mereka telah terbakar di dalam api dan kemuliaan mereka telah sirna.
Dan apa yang sudah menjadi benar dari allah-allah zaman dahulu itu akan menjadi suatu kebenaran juga bagi allah-allah di dalam dunia zaman sekarang ini. Suatu hari nanti akan terjadi ketika Buddha akan dilupakan, ketika Brahma dan Wisnu serta Krishna akan menjadi nama-nama di masa lalu. Dan allah-allah palsu yang dipuja-puji oleh orang-orang Amerika, kekuasaan serta uang dan prestise dan kemashyuran, kekayaan dan penghiburan, semua ini juga akan binasa selaras dengan berlalunya waktu. Karena tidak ada yang lain selain satu Allah yang sejati dan nama-Nya adalah satu, Allah Yahwe. “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.”
Kepada siapakah Dia ini menujukan pembicaraan-Nya? Kepada ujung-ujung bumi? Jika saya berdiri di sini dan di ujung bumi adalah mereka yang berada sangat jauh di luar sana. Ujung-ujung bumi adalah orang-orang dari suku Aborigin di Australia Tengah. Mereka adalah bagian dari ujung-ujung bumi. Orang-orang dari suku Bantu, dan Bushman, serta orang-orang dari suku Hottentot dari wilayah Afrika Tengah yang paling dalam, mereka adalah bagian dari ujung-ujung bumi. Orang-orang dari suku Indian dari zaman batu di hutan rimba Amazon di Amerika Selatan, mereka juga merupakan bagian dari ujung-ujung bumi. Akan tetapi jika kita berdiri di sana, kemudian mereka yang jauh di sana dan yang merupakan ujung-ujung bumi adalah kita yang ada di sini. Kita juga merupakan bagian dari ujung-ujung bumi; orang-orang Harvard di Boston yang berbudi bahasa yang hals itu, orang-orang dari Princeton yang fasih berbicara itu, orang-orang dari seminari yang terpelajar dan cakap itu, mereka adalah bagian dari ujung-ujung bumi. Dan orang-orang yang terbuang, yang berdosa, orang-orang gembel, para pemabuk, serta para pelacur, dan mucikari, serta para germo, serta para pendorong pemakaian obat-obatan terlarang serta narkotika, mereka adalah bagian dari ujung-ujung bumi. Dan kita yang ada di dalam kongregasi di pagi hari ini, dan saudara-saudara yang sedang mengikuti melalui siaran radio dan televisi, kita juga termasuk di antara mereka – ujung-ujung bumi. Saudara-saudara secara individu dan saya yang berada di sini, kita adalah bagian dari ujung-ujung bumi. Dan warta yang begitu indah itu ditujukan kepada mereka serta ditujukan kepada kita: “Lihatlah kepada-Ku, palingkanlah wajahmu kepada-Ku, panggillah Aku, biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Maukah saudara-saudara melihat sekali lagi pada perintah yang terperinci serta permohonan dari teks yang luar biasa ini? “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.”
Para filsuf zaman dahulu, bersama-sama dengan para pemikir, dan para guru adalah seorang manusia yang cemerlang yang pernah kita ketahui di dalam akademi kita yang modern serta dunia universitas kita. Sekali waktu saya melihat pada seluruh kursus yang ditawarkan di Universitas Oxford di Inggris, dan terdapat hampir empat ratus kursus yang berbeda hanya mempelajari Aristoteteles saja. Para pemikir besar lainnya dari zaman dahulu seperti Sokrates, seperti Plato dan Aristoteles, mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang benar dan mereka mencari jawaban yang benar, akan tetapi mereka meraba-raba di dalam kegelapan. Kematian dan maut serta dunia yang akan datang nanti terhampar melampaui genggaman tangan mereka, pemahaman mereka, pengertian mereka. Dan mereka telah diajarkan, dan mereka hidup, dan mereka telah mati tanpa pernah mengetahui kebenaran yang terakhir. Mereka telah mencarinya. Mereka telah bertanya-tanya mengenainya. Mereka menusuk ke dalam kegelapan malam maut, akan tetapi mereka tidak pernah melihatnya. Hanya akan terjadi kepada kita ketika jelmaan Tuhan Allah telah berjalan di permukaan bumi ini serta mengajarkan kebenaran akan penyingkapan Tuhan Allah Yang Mahakuasa kepada kita. Karena adalah Kristus Yesus, jelmaan Tuhan Allah, yang telah menyingkapkan bagi kita keseluruhan kebenaran dari Yang Mahakuasa, serta menyingkapkan karakter dari Tuhan Allah yang Agung, perkasa dan tak terkalahkan kepada kita, yang tidak pernah di lihat oleh seorang manusiapun dan kepada mereka yang pikirannya tidak akan pernah memahaminya. Adalah Kristus yang telah membawa kehidupan serta keabadian kepada terang. Dan adalah Dia, yang berfirman, “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.”
Maukah saudara-saudara memperhatikan betapa datar serta sederhananya rencana kelepasan serta keselamatan itu? “Berpalinglah kepada-Ku.” Setiap orang boleh berpaling. Tidaklah memerlukan suatu pendidikan hanya untuk berpaling saja. Seorang manusia tidak memerlukan prestise atau status atau kekuasaan politis hanya untuk berpaling saja. Bahkan tidak meminta kesempurnaan atau kebenaran moral. Bahkan orang-orang berdosa yang paling hina dan yang paling rendah dan yang paling terbuang dapat berpaling. “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Dan di dalamnya kita akan tersandung serta menjadi ragu-ragu dan bimbang serta terjatuh. Bagaimana bisa bahwa di dalam sesuatu hal yang sederhana yang dapat saya lihat boleh mengampuni dosa-dosa saya – bahwa saya dapat menjadi lahir kembali serta dapat diselamatkan olehnya. Lihatlah. Kita berkata, pastilah, pasti ada sesuatu yang lain lagi, sesuatuyang lebih jauh lagi, dan sesuatu di samping itu. Pasti. Pasti terdapat suatu upacara dan ritual-ritual yang mendalam serta misterius yang dibutuhkan. Pastilah ada suatu kelompok rahasia dan kata-kata yang tidak dapat dipahami yang harus diucapkan. Pasti, pastilah ada suatu perbuatan besar dan perkasa yang harus dilakukan oleh seseorang untuk dilepaskan serta diselamatkan. Akan tetapi hanya melihat – hanya dengan melihat. Betapa sederhananya kata itu – hanya tujuh huruf. Hanya dengan cara melihat.
Kita merasa seperti Naaman, yang merupakan orang kuat dari pimpinannya serta panglima bala tentara bangsa Asyur – akan tetapi dia penderita penyakit lepra. Dan berdiri di depan rumah Elisa, hamba Allah itu sehingga dia boleh dibersihkan, bahkan Elisa tidak perlu keluar dari pintu rumahnya untuk menemui dia – bahkan tidak menyambut dia; menyuruh salah seorang pelayannya dan berkata kepada jenderal besar itu: “Turunlah ke sungai Yordan dan basuhlah. Celupkanlah dirimu sebanyak tujuh kali dan tubuhmu akan kembali seperti kulit dari seorang anak kecil dan engkau akan menjadi bersih.” Dan Naaman menjadi gusar. Dia merasa terhina. “Mengapa,” demikian kata Naaman, “Aku fikir bahwa nabi itu akan keluar dan akan berseru memanggil nama Allahnya dan di dalam gerakan dramatis akan menghantam penyakit kusta itu dan aku akan menjadi pulih seperti sedia kala. Karena aku fikir bahwa dia akan menugaskanku untuk sesuatu hal yang besar dan hebat seperti menaklukkan sebuah kerajaan atau membawa sejuta talenta emas. Akan tetapi yang ini, hanya membasuh saja, setiap orang dapat membasuh.”
Maka kita tersandung dan menjadi ragu-ragu. Lihatlah. Dapatkah seseorang boeh diselamatkan hanya dengan sebuah pandangan? Dan jika kita memiliki suatu kecenderungan apapun untuk melihat – kita melihat pada segala sesuatu dan setiap orang kecuali kepada Tuhan Allah. Beberapa orang melihat kepada Musa serta kepada petir dan kilat dari gunung Sinai dan mereka melihat kepada kebenaran Hukum Taurat untuk dapat diselamatkan. Ada beberapa orang yang melihat kepada para imam dan kepada para petugas pelayanan serta kepada gereja agar supaya boleh diselamatkan. Ada orang lain yang melihat kepada peraturan-peraturan – kepada baptisan kolam serta di dalam air: “Aku akan membersihkan semua dosaku.” Ada juga orang yang melihat kepada diri mereka sendiri dan mereka menguji diri mereka sendiri: “Apakah saya baru saja bertobat dengan benar, dan apakah saya baru saja percaya dengan benar, dan apakah saya barui saja bergabung dengan gereja dengan benar, dan apakah saya baru saja hidup secara benar dan apakah pengabdian saya baru saja benar?” Dan mereka melihat secara rohani kepada mereka sendiri. And they look inwardly to themselves. Sementara seluruh suara Allah yang hidup itu akan pernah sementara dan sama. “Lihatlah. Lihatlah. Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain. Lihatlah.” Lihatlah kepada Tuhan Allah, seperti satu orang yang akan melihat kepada seorang pemandu jika dia tersesat di dalam sebuah hutan.Seperti seseorang yang sekali waktu lengannya terkoyak, sebagaimana sekali waktu pernah saya lihat – suatu hal yang mengerikan, terkoyak oleh sebuah mesin yang besar, dan dia akan mencari seorang ahli bedah dan dokter, seperti seorang pria yang berada di dalam jeratan hukum, dan dengan kebingungan akan mencari seorang pengacara. Bahkan seperti hari lepas hari untuk makanan, kita akan mencari penjual barang-barang kelontong. Maka lihatlah kepada Tuhan Allah. Lihatlah kepada Tuhan Allah. Akan tetapi, biar bagaimanapun juga, saya tidak dapat merasakan, saya tidak dapat melihat, saya tidak dapat memahami. Tuhan Allah tidak berfirman: “Lihat.” Dia tidak berfirman: “Pahamilah dan mengertilah.” Apa yang difirmankan-Nya adalah “Berpalinglah, berpalinglah, berpalinglah.”
Ketika bani Israel dihabisi serta sekarat, digigit oleh ular-ular yang sangat berbisa, dengan mudah saya dapat membayangkan seorang pria, karena racun yang mematikan dari gigitan makhluk berbisa itu, saya dapat membayangkan bahwa dia akan menjadi buta. Karena dia buta, bukan berarti bahwa Tuhan Allah tidak dapat menyelamatkan dia, dan Tuhan Allah tidak dapat mengampuni dia? Saudara-saudara lihat, Tuhan Allah tidak pernah berfirman: “Pandanglah.” Tuhan Allah berfirman: “Berpalinglah, berpalinglah.” Dan seorang teman yang melihat orangitu telah dibutakan oleh ular tersebut dapat berkata, “Ada ular tembaga yang ditinggikan di tengah-tengah perkemahan di sana, berbalik dan berpalinglah.” Karena seperti yang saudara-saudara lihat, hal itu bukanlah dalam penglihatan kita. Bukan dalam pemahaman kita. Bukan dalam pengertian kita. Akan tetapi pada kepulangan kita. Dalam pandangan kita. Di dalam pengharapan kita, keyakinan kita dan kepercayaan kita bahwa kita dipulihkan, dan kita telah diselamatkan, dan kita telah dilepaskan. “Berpalinglah, berpalinglah, berpalinglah.”
Pendahulu saya di atas mimbar ini selama empat puluh tujuh tahun adalah orang sangat termashyur George W. Truett. Di dalam sebuah bagian ayat yang kecil dalam salah satu khotbahnya, saya menyalin dari kesaksiannya akan pertobatan. Saya membacanya. Dengarkanlah. “Di suatu malam, saya duduk di tengah-tengah pendengar dan mendengar seorang pemberita ketika dia meminta bahwa Kristus boleh mendapatkan jalannya sendiri dan menyelamatkan seorang jiwa. Saya berkata: ‘Tuhan Yesus, semuanya gelap gulita. Saya tidak dapat mengerti. Akan tetapi, gelap gulita atau terang benderang, hidup atau mati, jadilah apa yang boleh jadi, sekarang juga saya menyerah kepada Kristus.’ Kemudian dia menyelamatkan saya.” Apakah saudara-saudara lihat? Pendeta besar itu berkata, “Aku berkata, ‘TuhanYesus, semuanya gelap gulita. Saya tidak dapat mengerti. Akan tetapi, gelap gulita atau terang benderang, hidup atau mati, jadilah apa yang boleh jadi, sekarang juga saya menyerah kepada-Mu.’ Kemudian dia menyelamatkan saya.” Bukan oleh karena kecemerlangan saya atau oleh kekayaan saya, atau bukan karena lingkungan saya, status atau kekuasaan politis, prestise atau kemashyuran, saya diselamatkan dengan berpaling kepada Yang telah disalibkan itu. Saat ini juga ada kehidupan bagi mereka yang mau berpaling.
Dia berkata, “Berpalinglah kepada Dia dan engkau akan diselamatkan” – kepada Dia yang telah dipakukan pada sebatang kayu. Betapa sederhananya hal itu bagi kita, bagi kita semua. Karena orang-orang kaya diselamatkan dengan jalan yang sama seperti kepala pelayannya atau pelayan wanitanya atau tukang masaknya. Orang-orang seminari yang terpelajar itu diselamatkan dengan cara yang sama seperti seorang buruh harian umum yang tidak pernah bersekolah di sepanjang hidupnya. Orang-orang yang memiliki prestise yang tinggi serta kekuasaan yang besar diselamatkan dengan jalan yang sama seperti anak-anak jalanan yang menjelajahi jalanan itu. Orang-orang yang beriman serta bermoral baik diselamatkan dengan jalan yang sama dengan seorang pelacur atau seorang perempuan sundal atau seorang pemabuk biasa. Dan seorang Yahudi diselamatkan dengan jalan yang sama seperti anjing-anjing bangsa-bangsa lain, karena Tuhan Allah telah menyimpulkan kita semua berada di dalam keadaan tidak percaya sehingga dia mungkin akan berbelas kasihan kepada kita semua. Hanya dengan berpaling dan menjadi hidup.
Stewart Petty, seorang internis berkebangsaan Inggris kita berkata kepada saya ketika kita masuk ke dalam aula ini pagi hari tadi, “Maukah anda berbicara tentang Spurgeon pagi ini?”
Saya berkata, “Stewart, itu akan menjadi permohonan dari warta itu.”
Karena itu merupakan sebuah teks bacaan yang hebat, diperincikan oleh seorang pelayan Methodhist primitif, yang telah memenangkan pemberita terhebat yang pernah kita kenal sejak zaman dari kitab Perjanjian Baru kepada iman kepercayaan dan kepada Kristus. Hari itu dipenuhi dengan salju dan badai, hari Minggu yang pertama di bulan Januari tahun 1850. Seorang pemuda yang masih berusia lima belas tahun, telah mencari Tuhan Allah, tidak pernah mampu mendapatkan pengampunan atas dosa-dosanya. Dan pada hari itu dia pergi memasuki gereja yang berbeda, berharap untuk menemukan jalan, dia diberhentikan oleh suatu badai salju yang hebat dan tidak mampu untuk bergerak lebih maju lagi. Dia berbalik ke dalam sebuah halaman kecil dan secara kebetulan di sana terdapat kapel Methodist kecil ini. Saat ini, di dinding di sebelah bangku gereja di mana dia duduk di bawah serambi itu, di sana terdapat sebuah catatan dari marmer serta penjelasan bahwa di tempat inilah Charles Haddon Spurgeon diselamatkan. Akan tetapi saya membiarkan dia berbicara mengenai hal tersebut dari pesannya sendiri. Dengarkanlah pemberita besar dari Inggris tersebut:
Sudah sekitar lima tahun lamanya saya berada di dalam tekanan pikiran yang paling menakutkan sebagai seorang bocah. Jika ada manusia lain merasa lebih ketakutan akan hukum Allah, dengan sebenar-benarnya saya akan merasa kasihan kepadanya dan bersimpati kepadanya. Saya berfikir bahwa mentari telah dikeringkan dari langit saya karena saya sudah begitu berdosanya terhadap Tuhan Allah sehingga tidak ada lagi harapan untuk saya. Saya berdoa. Tuhan Allah tahu bahwa saya sudah berdoa. Akan tetapi saya tidak pernah mendapatkan suatu pandangan sekilas tentang sebuah jawaban yang saya ketahui. Saya mencari firman Tuhan, janji-janji yang lebih kepada memperingatkan daripada sebagai ancaman. Saya membaca mengenai hak-hak istimewa bangsa Tuhan. Akan tetapi dengan suatu kepercayaan yang bodoh bahwa semua itu bukanlah untuk saya. Rahasaia dari tekanan yang saya alami adalah begini: Saya tidak tahu Injil. Saya berada di negeri orang-orang Kristen. Saya memiliki orangtua yang beragama Kristen. Akan tetapi saya tidak memahami kebebasan serta kesederhanaan Injil itu. Saya menghadiri semua tempat-tempat beribadah di dalam kota di mana saya tinggal. Dengan jujur saya percaya bahwa saya tidak mendengar Injil itu benar-benar diberitakan. Biar bagaimanapun, saya tidak menyalahkan orang-orang itu. Satu orang memberitakan kedaulatan Tuhan. Saya mendengarnya dengan rasa gembira.
Apakah itu artinya bagi satu orang berdosa yang malang, yang berkeinginan untuk mengetahui apa yang harus dilakukannya untuk diselamatkan. Di sana ada orang yang dihormati yang selalu memberitakan hukum Taurat. Akan tetapi apakah gunanya membajak tanah yang membutuhkan penaburan? Saya tahu ada dikatakan: “Percaya pada Tuhan Yesus Kristus dan enmgkau akan diselamatkan.” Akan tetapi saya tidak tahu, bagaimana mempercayai Kristus.
Kadangkala saya berfikir bahwa sekarang saya sudah berada di dalam kegelapan dan keputusasaan kalau bukan karena kebaikan Tuhan Allah ketika mengirimkan badai salju di suatu hari Minggu pagi ketika saya sedang menuju ke suatu tempat untuk beribadah. Ketika saya tidak mampu lagi untuk maju lebih jauh lagi, saya masuk ke dalam sebuah halaman dan masuk ke dalam sebuah kapel Methodist yang primitif. Di dalam kapel di sana itu mungkin terdapat sekitar selusin atau lima belas orang. Pendetanya sendiri tidak datang pagi hari itu. Mungkin terjebak badai salju, demikianlah dalam pikiran saya. Seorang pria miskin, seorang pembuat sepatu, atau tukang jahit atau seperti itu, naik ke atas mimbar untuk berkhotbah. Orang miskin ini diwajibkan untuk tetap mengikuti teks bacaannya dengan alasan yang sederhana karena dia tidak memiliki hal yang lain untuk dikatakan.
Nas bacaan itu adalah: “Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.” Dia bahkan tidak melafalkan kata-kata itu dengan benar. Akan tetapi hal itu tidak menjadi masalah, karena di sana, bagi saya, ada sekilas pandangan di dalam teks bacaan tersebut. Demikian dia memulainya: “Sahabat-sahabatku yang terkasih, ini memang benar-benar sebuah nas yang sederhana. Dikatakan di sini “berpalinglah.” Pekerjaan itu tidak membutuhkan suatu usaha yang besar. Tidak perlu mengangkat kaki atau jari-jari tangan. Hanya “berpaling.” Baiklah, seseorang tidak perlu bersekolah hanya untuk berpaling. Saudara-saudara mungkin adalah orang dungu yang terbesar karena belum berpaling. Seseorang tidak perlu bergaji ribuahn dollar dalam setahun hanya untuk berpaling. Setiap orang dapat berpaling. Seorang anak kecil dapat berpaling. Akan tetapi inilah apa yang dikatakan di dalam teks bacaan ini, dikatakan di sini: ‘Berpalinglah kepada-Ku.’ Wow,” katanya dengan logat Essex, “banyak dari antara saudara-saudara sekalian yang berpaling kepada diri saudara-saudara. Tidak perlu berpaling ke sana. Saudara-saudara tidak akan menemukan penghiburan di dalam diri saudara-saudara sendiri. Dan beberapa orang akan melihat pada Tuhan Allah Bapa. Tidak, kelak berpalinglah kepada Dia; Yesus Kristus berkata ‘Berpalinglah kepada-Ku.’ Beberapa orang dari saudara-saudara sekalian berkata, ‘Aku harus menunggu mujizat Roh.’ Saudara-saudara tidak punya urusan dengan itu sekarang ini. Berpalinglah kepada Kristus. Karena dikatakan di sini, ‘Berpalinglah kepada-Ku.’”
Kemudian orang yang baik itu melanjutkan teksnya dengan cara ini: “‘Berpalinglah kepada-Ku. Aku meneteskan banyaknya tetesan darah. Berpalinglah kepada-Ku. Aku sedang bergantung pada kayu salib. Berpalinglah, Aku sudah mati dan dikuburkan. Berpalinglah kepada-Ku, Aku telah bangkit kembali. Berpalinglah kepada-Ku, Aku sudah naik ke atas. Aku sedang duduk di sebelah kanan Bapa. Oh, Berpalinglah kepada-Ku, berpalinglah kepada-Ku.’”
Ketika waktu yang diberikannya telah berlalu sekitar sepuluh menit atau lebih, dia memanjangkan tambatannya, kemudian dia melihat kepada saya di bawah serambi itu dan dengan berani saya berkata kepada sedikit yang hadir itu, dia mengenali saya sebagai seorang asing.
Kemudian dia berkata, “Anak muda, anak muda, anda kelihatan begitu menyedihkan.” Memang benar. Akan tetapi saya belum biasa memberikan keterangan pada penampilan saya sendiri di atas mimbar. Biar bagaimanapun, baik juga untuk melampiaskannya. Dia melanjutkan, “Dan anda selalu dalam keadaan menyedihkan, menyedihkan dalam hidup, menyedihkan dalam kematian, jika anda tidak mematuhi teks bacaan saya. Akan tetapi jika anda mematuhinya sekarang juga, menit ini juga, anda akan diselamatkan.” Kemudian dia berteriak, “Anak muda, berpalinglah kepada Yesus. Berpalinglah sekarang juga.”
Dan Spurgeon berkata, saya benar-benar berpaling kepada Yesus Kristus. Saya berpaling sampai saya sudah benar-benar melihatnya, dan di dalam sorga saya akan tetap melihat di dalam sukacita yang tidak berujung. Di sana dan kemudian, awan-awan itu pergi. Kegelapan telah digulung kembali. Dan saat itu, saya melihat matahari. Saya sudah bisa bangkit saat itu dan bernyanyi dengan paling bersemangat mengenai darah berharga dari Kristus. Dan iman kepercayaan yang sederhana yang hanya berpaling kepada-Nya saja, oh, seseorang yang telah memberitahukannya kepada saya sebelumnya itu. Berpalinglah, percayalah kepada Kristus. Dan saudara-saudara sekalian akan diselamatkan.
Aku punya pesan dari Tuhan,
Haleluya!
Pesan untukmu yang akan kuberikan;
Ini tercatat di dalam firman-Nya
Haleluya! Hanya jika engkau “berpaling dan menjadi hidup”.
Berpaling dan menjadi hidup, saudaraku
Oh, orang yang berdosa, menjadi hiduplah,
Berpalinglah kepada Yesus sekarang dan menjadi hiduplah;
Ini tercatat di dalam firman-Nya
Haleluya! Hanya jika engkau “berpaling dan menjadi hidup”.
[William Ogden, “Berpalinglah dan menjadi hidup”].
Gratis. Datanglah tanpa uang, tanpa harga. Bukan karena kita itu terpelajar, atau kaum terpelajar. Beberapa orang dari antara kita, seperti bapa dan ibu saya yang terkasih, yang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Bukan karena saya sempurna secara moral, karena kita semua mengetahui, semua itu akan menemui kegagalan, akan dihancurkan dengan ketidakmampuan dan kesalahan kita sendiri.
Bukan segala sesuatunya kecuali bahwa saya berpaling. Saya berpaling. Saya berpaling. Saya membalikkan wajah saya kepada Tuhan Allah, dan pada saat itu juga, saya telah diselamatkan.