ANAK DOMBA ALLAH

 

Dr. W. A. Criswell

 

Yesaya 53:1-12

04-25-76

 

 

Kami berhutang kepadamu, wahai para anggota paduan suara dan pemain orkestra. Dan sekali lagi, selamat datang bagi semua orang yang yurut mengikuti kebaktian ini melalui siaran radio dan televisi. Di layer televisi saudara-saudara, saudara-saudara sekalian akan melihat sebuah alamat. Dan akan menjadi berkat bagi hati kami jauh melebihi segala yang dapat pernah saudara-saudara ketahui, jika saudara-saudara boleh menuliskan surat bagi kami. Apabila kebaktian dan warta dari Tuhan Allah merupakan sebuah berkat bagi saudara-saudara sekalian, akan menjadi sebuah berkat bagi kami jika saudara-saudara mau menuliskan surat kepada kami dan memberitahukannya bagi kami.

 

Ini adalah pendeta yang membawakan khotbah yang diberi judul: Anak Domba ALlah, atau Nubuat Terbesar di dalam Alkitab. Di dalam pemberitaan kami melalui kitab Yesaya, kita telah sampai kepada batas air pasang dari seluruh keterangan di dalam firman Tuhan yang berkaitan dengan kedatangan Tuhan sang Mesias.

 

Hampir mustahil menyadari bahwa nabi tersebut menuliskan perkataan-perkataan ini tujuh ratus lima puluh tahun sebelum kelahiran Kristus ke dunia ini. Meskipun demikian, nabi itu menggambarkan Dia dengan sepenuhnya, sama tegasnya, sama pantasnya, sama indahnya seolah-olah kita sedang berdiri pada hari itu di Bukit Kalpari ketika Yesus disalibkan.

 

Dan beberapa dari kesempurnaan perincian di dalam nubuatan itu bahkan jauh melampaui apa yang dapat kita fikirkan ketika membaca kisah yang ada di dalam Injil tersebut. Dan pemahaman dari nabi itu akan penebusan yang dilakukan oleh Tuhan kita, mati demi kita, bukan untuk diri-Nya sendiri, akan tetapi bagi kita – pemahaman akan penebusan itu mereupakan sesuatu yang dinyatakan dari sorga itu sendiri.

 

Bulan November yang lalu, saya diundang untuk berkhotbah selama seminggu di Seminari Wilayah Selatan milik kita di Louisville, Kentucky. Dan sementara saya berada di sana saya memberikan ceramah kepada dua kelas tentang memberikan khotbah, tentang homiletika.

 

Dan anak-anak muda itu melontarkan beberapa pertanyaan kepada saya. Dan salah satu dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah demikian: Bagaimana anda memberikan khotbah?

 

Ada banyak cara untuk memberikan khotbah. Saudara-saudara sekalian dapat memberikan khotbah berpokokkan pada sebuah subjek, sebuah subjek khotbah. Saudara-saudara dapat berkhotbah sebuah khotbah masalah, sesuatu yang sedang dipergumulkan banyak orang, sebuah masalah pribadi. Saudara-saudara sekalian dapat memberikan khotbah menurut teks bacaan. Ambillah sebuah nas dan berkhotbahlah dari nas tersebut. Saudara-saudara sekalian dapat berkhotbah secara penjelasan yang terperinci. Ambillah sebuah perikop, perikop yang pendek atau kecil, dan uraikan arti dari perikop tersebut secara mendalam, uraikan apa yang difirmankan oleh Tuhan Allah di dalamnya dan apakah maknanya bagi kita semua. Dan saudara-saudara dapat memberikan khotbah secara homilitikal, sebuah homily, yaitu, mengambil satu-persatu  ayat.

 

Maka anak-anak muda itu bertanya: “Bagaimana anda memberikan khotbah?” Dan jawaban saya adalah, “Hampir senantiasa saya akan memberikan khotbah dengan penjelasan yang terperinci. Saya akan mengambil sebuah perikop, perikop yang panjang atau pendek, dan saya akan mencoba untuk menyampaikan apa yang telah difirmankan oleh Tuhan Allah di dalam bagian ayat tersebut dan kemudian apa maknanya bagi kita semua.”

 

Lalu kemudian salah seorang pemuda itu bertanya kepada saya, “Apakah anda pernah memberikan khotbah secara homilitikal?” Sebuah homili, ayat demi ayat. Mengambil sebuah perikop seperti sebuah pasal dan mendalaminya ayat demi ayat.

 

Saya berkata, “Tidak, saya tidak dapat mengingat pernah melakukannya.” Dan saya berfikir bahwa yang terbaik yang dapat saya lalui selama bertahun-tahun dari penjemaatan saya, dan saya tidak dapat mengingat memberikan khotbah sebuah homili, mengangkat satu pasal dan hanya mendalaminya ayat demi ayat sampai selesai.

 

Baiklah. Pada hari ini, saya akan melakukannya. Untuk yang pertama kali selama dalam empat puluh delapan tahun menyampaikan firman, saya akan menyampaikan firman secara homili. Saya akan membaca pasal yang ke lima puluh tiga dari kitab Yesaya, dan jika saudara-saudara ingin membukanya serta mengikutinya selagi saya mengikuti ayat-ayat tersebut, maka untuk melakukannya, hati saudara-saudara akan diberkati.

 

Sebuah homili, membaca satu pasal dan membicarakannya ayat demi ayat. Nabi yang termasyhur itu memulainya: “Saya akan menceritakan sebuah kisah kepada saudara-saudara sekalian, saya akan menjelaskan sebuah penyingkapan dari langit yang begitu menakjubkan, sehingga saudara-saudara tidak dapat menyadari bahwa Tuhan Allah telah mengatakannya. Begitu luar biasa sehingga kalau tidak Roh Tuhan menyatakannya kepada manusia, dia tidak akan pernah meliputinya.”

 

“Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan?”

 

Lalu kemudian dia memulai dengan nubuatannya tentang kedatangan Kristus Mesias: “Sebagai taruk Ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering.” 

 

Nabi itu mengatakan bahwa tidak akan pernah ada menjadi kemungkinan yang kurang dari kebangkitan dari seorang raja yang penuh dengan keagungan daripada latar belakang asal dari penjelmaan Anak Allah. Ketika dia mengacu pertumbuhan-Nya “seperti taruk yang lembut,” dia membicarakan tentang nubuat yang sama yang telah disinggungnya di dalam kitab Yesaya 11:1: “Suatu taruk akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.”

 

Nabi itu sedang melukiskan tunas dari keturunan raja Daud. Kerajaan tersebut telah dihancurkan dan raja serta garis keturunannya telah menjadi masa lalu, dan tidak ada yang tersisa kecuali satu tunas. Akan tetapi nabi itu berkata bahwa datang dari tunas yang telah ditebang itu dan dari keturunan raja Daud yang telah dimusnahkan itu, akan tumbuh sebuah taruk, satu tumbuhan yang lembut, dan tunas itu akan melahirkan suatu kehidupan yang baru. Tunas itu akan tumbuh kembali.

 

Dan menjadi suatu hal yang mengagumkan bahwa ketika sebuah tunas kecil keluar dari tunggul itu, keturunan raja Daud yang telah ditebang habis dan dimusnahkan itu, maka tunas itu akan bertumbuh keluar dari tempat yang tidak memungkinkan. Peristiwa itu akan menjadi seperti satu tunas dari tanah yang kering. Siapakah yang pernah memikirkan bahwa hidup yang sedemikian dapat terlahir dari keadaan seperti itu?

 

Betapa benarnya di dalam penggenapan akan nubuat tersebut, Kristus datang dari Israel ketika Dia melakukannya. Bangsa itu sedang mengalami masa perbudakan. The nation was in servitude. Adalah suatu penderitaan yang menyakitkan di dalam kehidupan kekaisaran Romawi. Tuhan kita telah disalibkan pada tahun 30 M, dan pada tahun 66 M, terjadi pemberontakan besar menentang kekaisaran Romawi yang telah mengakibatkan kehancurannya sendiri di bawaw legiun Titus. 

 

Agama nasional itu merupakan suatu pertunjukan lawak. Agama itu dipimpin di sebuah kuil pemujaan oleh orang-orang Saduki, yang bagi saya, merupakan kelompok atheis. Mereka adalah orang-orang rasionalis urutan yang pertama. Dan diperdaya oleh orang-orang Farisi yang formal dan ritualistis yang telah kepada orang banyak telah mengencangkan beban yang tidak mampu dipikul mereka.

 

Dan meskipun demikian, darinya datanglah penjelmaan Anak Allah yang penuh dengan kemuliaan. Dari istana raja yang besar? Tidak. Dari pasukan yang perkasa atau kuat atau pemerintahan yang berjalan dengan kemenangan? Tidak. Datang dari kandang di mana kuda-kuda dan keledai-keledai dan bagal serta kawanan domba dan kambing dan ayam – di sebuah kandang, di mana hewan-hewan tinggal, Dia lahir di sana.

 

Dan dia bertumbuh menjadi dewasa di dalam kota yang dianggap hina yang bernama Nazareth, sebuah kota kecil dengan reputasi yang tidak murni itu yang seorang saleh di Israel berkata, “Dapatkah suatu hal yang baik datang dari Nazareth?”

 

“Sebagai taruk Ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering.” 

 

Kemudian nabi itu menggambarkan bahwa dalam diri-Nya tidak ada kemuliaan pribadi sehingga kita tidak menginginkan-Nya: “Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada.” Dia seorang petani, berpakaian layaknya seorang petani, berbusana seperti seorang petani, hidup seperti seperti seorang petani. Dia berjalan seperti seorang petani. “Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkan-Nya.”

 

Ketika dibawa ke hadapan Herodes Antipas, penguasa dari Galilea, di mana Tuhan kita tinggal, dari mana datangnya Dia, ketika Herodes Antipas mencari cara untuk memaksa Dia bahkan untuk berbicara, tidak ada jawaban sama sekali. Dan dengan penghinaan serta kebencian, Herodes Antipas mengirimkan Dia kembali kepada Pontius Pilatus. Dapatkah saudara-saudara membayangkan berdiri di hadapan Yesus Kristus, Anak Allah itu, dan melihat kepada-Nya dengan wajah yang menghina serta merasa jijik?

 

“Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkan-Nya.” Setiap kerabat istana kekaisaran Romawi pasti akan menghina pada pemikiran bahwa dia akan diajak untuk membungkukkan badan di hadapan seorang petani yang begitu sederhana seperti nabi dari Nazareth ini.

 

Dan ketika Pontius Pilatus, memeriksa Tuhan Yesus sebelum penyaliban diri-Nya, ketika Pontius Pilatus mendengarkan laporan bahwa Dia menyebut diri-Nya sendiri sebagai seorang Raja, dengan rasa tidak percaya dan penuh keragu-raguan, Pontius Pilatus melihat kepada petani yang telah dimahkotai dengan duri itu, ditelanjangi, diremehkan dan dicemoohkan, dan bertanya: “Apakah engkau seorang raja?”

 

Oh, Tuhan, bagaimana nilai-nilai kita seluruhnya telah diputar balikkan! Bagaimana kelirunya mereka.!  “Engkau,” kata Pontius Pilatus, “seorang rajakah, engkau?” Raja dari seluruh dunia, dari seluruh alam semesta, dari seluruh semesta di langit, dan dari seluruh orang-orang yang telah ditebus untuk umat manusia. Akan tetapi ketika Pilatus melihat Dia dan orang-orang Romawi melihat Dia dan Herodes Antipas melihat Dia, Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang Dia, dan rupapun tidak, sehingga kita menginginkan-Nya.

 

Kemudian di dalam ayat yang berikutnya nabi itu menggambarkan penerimaan akan Anak dari sorga itu. “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan, Ia sangat dihina, sehingga orang akan menutup mukanya terhadap Dia dan bagi kitapun Dia tidak masuk hitungan.”

 

Apakah saudara-saudara sekalian pernah mendengar kata-kata seperti ini? “Seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan?” Betapa tegasnya dan betapa deskriptifnya. “Yang biasa menderita kesakitan.” Dia serius mengatakannya. Dia serius mengatakannya, bahwa rekan seperjalanan Tuhan kita adalah kesengsaraan. Ketika Dia berjalan, Dia berjalan sendirian, kecuali satu yang tetap menemani Dia: kesengsaraan.

 

“Seorang yang penuh kesengsaraan. Dihina dan dihindari orang.” Kata-kata-Nya sendiri terbenam ke dalam gigi-Nya sendiri. Ketika mereka berbaris hilir mudik di depan salib-Nya, mereka mengingatkan Dia tentang ucapan-ucapan yang telah dikatakan-Nya dulu, menghina Dia, memperolok-olok Dia.

 

“Bagi kitapun Dia tidak masuk hitungan.” Ketika Tuhan kita berpaling di dalam saat-saat kebutuhan-Nya yang terbesar kepada orang-orang yang seharusnya telah menjadi sahabat bagi Dia, Alkitab berkata bahwa semua murid-murid-Nya meninggalkan Dia dan melarikan diri. “Dihindari orang.”

 

Lalu kemudian nabi itu menuliskan suatu penjelasan yang tiada bandingannya di dalam tiga ayat yang berikutnya tentang kematian seolah dialami oleh diri sendiri, tentang kematian Tuhan kita sebagai penebusan yang rela menderita sebagai pengganti diri kita dank arena dosa-dosa kita.

 

“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggung-Nya, dan kesengsaraan kita yang dipikul-Nya . . . .  Tetapi Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, Dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepada-Nya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian.”

 

Dia tidak pantas menerima bilur-biur. Bilur-bilur yang ditimpakan kepada-Nya demikian beratnya itu seharusnya terjadi menimpa diri kita. Kitalah orang-orang yang telah berdosa. Kitalah orang-orang yang sepatutnya menerima hukuman. Akan tetapi kita tidak menerima hukuman tersebut. Hukuman itu terjadi menimpa Dia. Oleh karena bilur-bilur-Nya sehingga kita boleh dibebaskan dan diselamatkan dan dibuat menjadi baik serta sembuh.

 

Bukan karena pemberontakan-Nya sehingga Dia diremukkan dan dipakukan ke sebatang kayu, akan tetapi karena pemberontakan kita. “Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita,” perdamaian yang kita nikmati dan dapatkan begitu bebasnya dari tangan-tangan Tuhan Allah dibawakan kepada kita oleh karena penderitaan-Nya dan penyaliban diri-Nya.

 

Dan kemudian nabi itu menyinggung rahasia yang tidak dapat dimasuki oleh manusia: “Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian.” Gunung dosa yang telah dihitung dari seluruh dunia telah ditumpukkan keatas jiwa-Nya, dan dengan suatu jalan yang hanya diketahui oleh Tuhan Allah, Tuhan telah melihat kepenuhan jiwa-Nya dan merasa puas.

 

Demi Dia, Tuhan Allah telah mengampuni kita. Bukan karena rupa kita yang semarak, atau karena kita ini berlaku adil, atau kita pantas menerima, sehingga Tuhan Allah begitu berbelas kasihan kepada kita. Tuhan Allah telah berbuat baik kepada kita dan telah mengampun kita demi Dia. “Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian.” 

 

Lalu kemudian di dalam ayat yang berikutnya, nabi itu menggambarkan perilaku dari hamba yang menderita itu. Bagaimana dia memikul diri-Nya sendiri ketika Dia telah dikutuk dan diludahi dan janggut-Nya dicabuti, dan Dia telah dihukum dan dicaci maki serta dihujat, dan akhirnya dipakukan ke sebatang kayu? Bagaimana caranya Dia mengembalikan diri-Nya sendiri? Apakah Dia menjawab dengan tuduhan kembali yang lebih pahit, dengan kata-kata yang sangat tajam? Dia telah dihimpit dan Dia telah dibuat menderita, meskipun demikian Dia tidak membuka mulut-Nya. Dia tidak mengatakan sepatah katapun untuk menjawab semuanya itu. 

 

“Dia dianiaya, tetapi Dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulut-Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, Ia tidak mau membuka mulut-Nya.” Dia tidak mengatakah sepatah katapun sebagai balasan. Dicaci-maki, Dia tidak pernah mencaci maki kembali. Dikutuk, Dia tidak pernah membalas mengutuk.

 

Dia senantiasa terdiam. Diam. Hanya dua kali Dia berbicara, ketika di depan Imam Tinggi dan Sanhedrin, perwakilan dari bangsa Tuhan ketika mengatakan, “Aku meminta dengan sangat kepadamu oleh Tuhan Allah yang hidup, beritahukanlah kepada kami apakah Engkau Kristus, Anak Yang Terpuji?”

 

Dan secara resmi di hadapan pengadilan tertinggi masyarakat, Dia berkata, “Aku adalah Anak Allah dan mulai dari sekarang engkau akan melihat Anak manusia datang di dalam kekuatan dari para malaikat dari sorga.”

 

Dan satu-satunya tempat yang lain bahwa Dia berbicara adalah ketika Pilatus menanyai Dia secara resmi, “Apakah engkau seorang raja? Engkau?”  

 

Dan Dia berkata, “Aku adalah Raja Kemuliaan dan Raja Kebenaran.” Akan tetapi selain itu, Dia tidak pernah berbicara.

 

Dan ketika Dia dipakukan ke sebatang kayu, satu-satunya suara yang terdengar adalah dentingan palu, yang melesakkan paku-paku itu menembus tangan-Nya dan menembus kedua kaki-Nya.

 

Salah satu hal yang tidak akan pernah dapat saya lupakan adalah kunjungan saya ke rumah pengepakan terbesar di dunia, pabrik persenjetaan besar yang berada di Chicago, Illinois, sejak dihancurkan, akan tetapi di usia muda saya, merupakan sebuah fasilitas yang sangat besar.

 

Saya berkunjung ke sebuah rumah pemotongan hewan ternak, dan satu-satunya suara yang saya dengar adalah suara erangan dan lenguhan ternak-ternak itu ketika mereka digiring ke tempat pembantaian. Lalu kemudian saya mengunjungi rumah pemotongan untuk ternak babi, dan semua suara yang saya dengar adalah suara dengkingan serta suara-suara dari babi-babi itu ketika mereka digiring ke tempat pembantaian.

 

Lalu kemudian saya mengunjungi rumah pemotongan hewan ternak domba dan biri-biri. Rumah pemotongan itu begitu hening seperti layaknya kematian. Pria yang ada di sana dengan pisaunya yang panjang ditancapkannya ke leher tempat pembuluh darah itu dan biri-biri atau domba itu akan menyaksikan darah merah kehidupan itu tertuang. Tidak mengeluarkan suara apapun. Tidak bersuara apapun. Satu-satunya suara yang saya dengar adalah suara-suara mesin ketika mesin itu mendorong bangkai-bangkai itu keluar.

 

“Dia tidak membukakan mulut-Nya.” Dan satu-satunya suara adalah suara dentingan palu, yang melesakkan paku-paku itu menembus tangan-Nya dan menembus kedua kaki-Nya. 

 

Lalu kemudian nabi itu menguraikan sesuatu yang luar biasa mengagumkan. Seandainya saya dapat mengatakannya dengan menggunakan kata-kata saya sendiri: tidak ada seorangpun di dalam generasi-Nya yang memahami mengapa Dia diputus dari negeri orang-orang yang hidup. Tidak ada seorangpun yang memahami adalah karena pemberontakan dari bangsa-Nyalah dia telah diserang sedemikian rupa.

 

Bukankah hal itu merupakan sesuatu yang menakjubkan? Tak seorangpun, tidak ada satu manusiapun, tidak seorangpun yang mengerti arti dari penderitaan serta kematian Tuhan kita ketika Dia wafat. Tak seorangpun. Tak seorang rasulpun, tak seorang muridpun, tidak juga dengan ibu-Nya atau saudara-saudara-Nya, tidak ada seorang juru tulispun, tidak ada seorang doktor ilmu hukum, tidak ada seorangpun yang memahami mengapa hal itu terjadi sehingga menyebabkan kematian-Nya, yaitu karena pemberontakan yang telah dilakukan oleh bangsa-Nya.

 

Itulah sebabnya ketika dia bangkit dari antara orang-orang yang sudah mati, Dia mengambil Kitab Suci itu dan kepada murid-murid-Nya diajarkan-Nya bahwa demikianlah tertulis dan demikianlah “Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan.” Akan tetapi ketika Dia hidup dan ketika Dia wafat, tidak seorangpun dari angkatan-Nya yang memahami mengapa harus terjadi kematian-Nya, apa arti dari kematian-Nya.

 

Lalu kemudian nabi itu menuliskan perkataan-perkataan yang bersifat teka-teki dan kelihatan sepertinya tidak memiliki makna sama sekali, dan pasti seperti itu sampai kita akan memahaminya di dalam penggenapan: “Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik, dan di dalam mati-Nya Ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.”

 

Ada apa? Selama tujuh ratus lima puluh tahun, kata-kata itu menjadi teka-teki dan tidak memiliki arti. “Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik, dan di dalam mati-Nya Ia ada di antara penjahat-penjahat.” Apakah yang dapat menjadi arti dari kata-kata itu? Pada hari-hari terjadinya penyaliban, di zaman kekaisaran Romawi, seseorang yang telah disalibkan, merupakan seorang kriminal atau seorang penjahat, seorang narapidana, ditinggalkan di kayu salib sebagai sebuah pelajaran bagi orang-orang yang akan melarikan diri dari perbudakan, atau orang-orang yang akan menjadi kriminal. Mayatnya akan ditinggalkan di kayu salib sampai mayat itu akan membusuk dan terjatuh sendiri ke tanah, jatuh dengan keadaan terpotong-potong. Sungguh suatu pemandangan yang kejam dan menakutkan.

 

Pada hari-hari bangsa Yahudi, mereka telah memiliki sebuah hukum yang menentang kebiasaan yang membiarkan satu mayat tidak dikebumikan. Maka di zaman ketika Tuhan hidup di Yudea, tubuh mati orang-orang kriminal diambil dan dikebumikan di sebuah tempat yang tidak bersih. Orang menempatkan kubur-Nya di antara orang-orang fasik, dan di dalam mati-Nya Ia ada di antara penjahat-penjahat – kata-kata yang penuh dengan teka-teki selama tujuh ratus lima puluh tahun, ketika pada akhirnya digenapi.

 

Tubuh-Nya ditinggalkan di kayu salib supaya membusuk, tubuh-Nya juga tidak dikebumikan ditempat yang tidak suci, akan tetapi, satu orang kaya, Yusuf dari Arimatea, dan sahabat karibnya, Nikodemus, dengan hati-hati dan penuh dengan kelembutan menurunkan tubuh itu dan membungkusnya dengan kain kafan dengan seratus pon gaharu dan mur, dan dengan penuh kasih dan disertai dengan doa membaringkannya di makam milik orang kaya itu.

 

Siapakah yang pernah mau memikirkan bahwa perincian seperti itu telah dituliskan oleh nabi tersebut tujuh ratus lima puluh tahun sebelumnya, kecuali bagaimana indahnya Tuhan Allah telah menyatakan hal mengenai Anak-Nya itu kepada kita?

 

Kita harus bergegas.

 

Selanjutnya isi dari pasal itu berkaitan dengan pekerjaan dari Tuhan kita, dan sungguh suatu perkara yang menakjubkan di dalamnya! Akankah saudara-saudara tidak berpendapat bahwa ketika Dia datang sampai pada akhir dari kehidupan-Nya, ketika Dia dikuburkan, dan di dalam kuburan itu, hanya itu saja? Satu-satunya yang akan tertinggal adalah pengaruh dari kenangan-Nya, atau gerak maju dari murid-murid itu, serta kebenaran agung yang menyertai-Nya di dalam hidup-Nya. Belum pernahkah saudara-saudara sekalian memikirkannya? Ini adalah akhirnya.

 

Tidak. Ini adalah permulaannya, karena di dalam nubuatan yang agung oleh nabi Yesaya, tidak ada suatu apapun yang telah diucapkan dari kehidupan Tuhan kita sebelum kematian-Nya kecuali penderitaan-Nya. Pekerjaan Tuhan yang besar menurut kepada nabi Yesaya telah selesai setelah kematian-Nya. Lihatlah padanya dengan tergesa-gesa:

 

“Tetapi Tuhan berkehendak meremukkan Dia dengan kesakitan. Apabila Ia menyerahkan diri-Nya sebagai korban penebus salah, Ia akan melihat keturunan-Nya.” Mengapa demikian, orang itu bahkan tidak menikah! Dia tidak memiliki keluarga. Dia tidak memiliki seorang anakpun. Ketika Ia akan melihat keturunan-Nya – Dia tidak memiliki keturunan!

 

Oh, Dia memiliki jutaan anak! Dia memiliki ratusan juta anak dari mereka-mereka yang melihat di dalam iman percaya dan kasih kepada-Nya, yang menjadi bagian dari rumah tangga iman percaya. Lihatlah di sekeliling saudara-saudara sekalian. Di sana ada anak-anak Yesus di seluruh tempat aula yang besar ini dan di dalam dunia ini. “Ia akan melihat keturunan-Nya, umur-Nya akan lanjut.” Umur-Nya akan lanjut? Padahal, orang itu telah mati. “Umur-Nya akan lanjut.” Dia bukan seorang Mesias yang sudah mati, Dia adalah Tuhan yang hidup.

 

Ketika Dia berkata kepada Yohannes: “Aku adalah Dia yang hidup dan yang mati dan lihatlah, padaku ada kunci kematian dan kerajaan maut.”

 

“Dan kesenangan Tuhan akan berbuah di dalam tangan-Nya,” akan berbuah di dalam tangan-Nya. Kerajaan Allah yang agung dan perkasa akan berbuah serta di bawah kepemimpinan Yesus Kristus, Anak Allah. 

 

“Dan oleh pengetahuan-Nya hamba-Ku yang adil akan membenarkan banyak orang.” Kita telah dibersihkan dari dosa-dosa kita di dalam pengenalan akan Injil yang penuh keagungan dari Anak Allah. Dia tidak pernah sampai begitu banyak memberitakan Injil itu seperti dia sampai mati sehingga boleh ada Injil yang akan diberitakan.

 

“Dan Dia menjadi pengantara bagi orang-orang yang memberontak.” Hal itu mengacu pada pelayanan perantara yang agung dari Tuhan Allah kita yang ada di sorga. Hal itu dijelaskan dengan baik sekali di dalam kitab Roma 5:10: “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!”

 

Hidup seperti apa? Kehidupan dari Tuhan kita di saat-saat menjadi manusia? Tidak. Dengan hidup Tuhan kita di sorga. Kita telah diampuni oleh kematian-Nya yang menebus. Kita telah dicuci menjadi bersih oleh darah dari kayu salib dan kita dijaga untuk tetap selamat oleh hidup-Nya di sorga. Akankah Iblis dapat menggapai kita? Tidak. Apakah kita akan terperosok ke neraka? Tidak. Bagaimana saudara-saudara sekalian tahu bahwa kita tidak akan terjatuh ke neraka? Karena tidak ada seorangpun yang mampu merampas kita dari dalam genggaman tangan Tuhan kita, yang hidup dan berkuasa di sorga.

 

Lalu kemudian Dia menutup dengan kedatangan Tuhan kita yang penuh dengan kemenangan di dunia ini. “Aku akan” – dan ini adalah firman Allah, dimulai dari ayat yang ke 11 sampai dengan penghabisan - “Kepadanya akan Aku akan bagikan” – izinkanlah saya menterjemahkannya: “Sebab itu Aku akan membagikan kepada-Nya orang-orang besar sebagai rampasan, dan Ia akan memperoleh orang-orang kuat sebagai jarahan.” 

 

Kerajaan Allah berada di dalam tangan Penguasa alam semesta yang agung dan perkasa. Dan saudara-saudara tidak akan pernah merasa khawatir oleh awan-awan yang lebih rendah dan lebih kelam yang menutupi permukaan bumi karana Tuhan Allah Yang Mahakuasa yang berkuasa. Dan akan datang hari itu dan mempercepat dirinya sendiri ketika Dia akan menjadi Raja semesta alam di sorga dan dari orang-orang yang telah ditebus-Nya di muka bumi ini, dan “seluruh bumi akan dipenuhi oleh pengenalan akan Tuhan Allah kita yang penuh dengan keagungan, seperti air yang menutupi lautan.”

 

Ketika orang “mengganti pedangnya menjadi mata bajak dan tombak mereka menjadi gancu, dan mereka tidak akan belajar berperang lagi.” Ketika Raja Damai adalah Tuhan kita yang Ajaib dan kita adalah hamba-hamba-Nya, orang-orang yang telah ditebus-Nya, yang akan mengasihi Dia dan berseru memanggil-manggil nama-Nya.

 

Oh, oh, sungguh merdeka rasanya, sungguh suatu keistimewaan, betapa seperti sebuah pintu yang terbuka untuk boleh menjadi anggota keluarga dari rumah tangga iman percaya, untuk menjadi terhitung di antara anak-anak Allah!